Share

BAB 2

last update Huling Na-update: 2025-01-15 18:32:01

"Apa kabar, Dina."

"Alhamdulillah baik, Bu."

"Kamu kenapa sampai berkeringat gini?"

"Oh, nggak papa, Bu."

Aku tersenyum lalu hendak masuk ke ruangan Mas Hendi, saat tiba-tiba tangan Dina menghalangiku.

"Maaf, Bu. Pak Hendi sedang ada rapat penting."

"Lalu?"

"Ibu tak bisa mengganggunya."

"Kamu lupa siapa saya?"

Dina buru-buru menggeleng. Dia dulu adalah sekretarisku. Ya, ini adalah perusahan keluargaku. Namun karena melihat Mas Hendi yang dulu hanyalah seorang staf keuangan, membuatku berpikir memberikan jabatan ini padanya.

Lalu, apa yang kudapatkan? Mungkinkah pengkhianatan?

Kutarik handle, namun ternyata dikunci dari luar. Aku menatap Dina.

"Tolong jangan masuk, Bu. Nanti saya bisa dipecat!"

"Jadi, apa yang dilakukan suamiku di dalam?"

"I-itu..."

"Jawab!"

"Maaf, Bu, saya tak bisa."

Kuembuskan napas kasar. Baiklah akan kudobrak saja jika begini.

Aku turun ke bawah dan memanggil satpam. Dina makin kelabakan saat melihatku membawa dua orang itu.

"Dobrak!'

"Ta-tapi, Bu...."

"Dobrak atau kalian kupecat!"

"B-baik Bu."

Brak!

Aku tersenyum puas, kini apa yang akan kau jadikan alasan, Mas?

Namun saat aku masuk ke dalam, mataku membulat melihatnya....

"Kamu ngapain sih, Mel?" Yang ketemui justru malu.

Mas Hendi memang benar tengah rapat bersama seorang lelaki. Duh, kenapa bisa jadi begini?

"Maaf, Mas. Abisnya dikunci, makanya aku minta satpam buat dobrak."

"Dina, memangnya kamu nggak ngasih tahu Ibu kalau saya sedang rapat?"

"Sudah, Pak, cuma ibunya...."

"Ini semua memang salahku, Mas. Maaf, ya. Maaf, Pak, sudah mengganggu meetingnya."

Pria yang memakai topi itu mengangguk. Tumben sekali, klien Mas Hendi memakai topi begitu.

Aku pun keluar bersama yang lain. Kuhampiri Dina yang sudah biasa saja, tak menampakkan kegugupan sama sekali.

"Dina, dari pagi, apakah ada orang yang ke sini. Perempuan?"

Dina terlihat sedikit terkejut, lalu kemudian menggeleng.

"Nggak, Bu. Hanya Pak Santoso saja yang datang karena tengah membahas semua proyek."

Aku hanya mengangguk-angguk, lalu mengucapkan terima kasih padanya serta dua satpam lagi yang kuselipkan beberapa lembar merah.

"Ini, Pak, makasih sudah bantu saya, ya."

"Alhamdulillah, terima kasih, Bu."

Aku tersenyum. Jika melihat ekspresi mereka berdua, pasti sangatlah membutuhkan uang itu.

Seharusnya aku bersyukur, bisa makan di tengah-tengah paceklik begini memang suatu hal yang perlu kusyukuri.

Banyak sekali orang yang mengais rezeki sampai melakukan hal yang haram. Na'udzubillah.

"Saya pulang dulu," ucapku pada Dina yang dijawab dengan anggukan.

Kustop taxi yang lewat, lalu masuk ke dalamnya.

Namun setelah dipikir-pikir, memang aneh. Bukankah kemarin Mas Hendi menyuruh orang yang menelponnya itu untuk datang sekitar pukul sembilan?

Lalu, kenapa yang kudapati malah seorang pria yang ternyata memang tengah meeting dengannya?

Ah, tau lah! Memikirkannya hanya membuatku pusing saja.

"Pak, ke jalan cempaka, ya? Perumahan Callista."

"Baik, Bu," jawab supir taksi.

Mobil melaju di tengah keramaian. Aku sudah menghubungi Mama akan menjemput anak-ana sebentar agi.

Yolla sudah berumur delapan tahun, sementara adiknya berumur enam tahun. Beruntung keduanya sangatlah penurut dan mandi. Oleh sebab itu, aku mengizinkan mereka untuk menginap di rumah neneknya.

Saat berhenti di lampu merah, aku tak sengaja menoleh ke arah kanan. Itu, mobil suamiku. Ya, itu memang dia, tapi mau ke mana?

Kaca bagian kemudi dibuka, nampaklah Mas Hendi yang tengah bercerita dengan kliennya tadi. Ke mana mereka akan pergi?

Tingkah suamiku dan kliennya itu sangat aneh. Pria itu yang bernama Santoso, justru bersikap centil di hadapan suamiku.

Satu pemandangan membuatku ternganga. Mas Hendi memeluk lelaki bertopi itu. Astaga, apa yang kupikirkan sekarang itu, tidak benar, kan?

Baru saja hendak turun, lampu merah berubah menjadi hijau. Semua kendaraan melaju, begitu pun dengan mobil Mas Hendi.

Ah, benarkan?! Pasti ada yang tak beres antara mereka berdua. Jika memang dugaanku kali ini benar, maka....

Mas, sungguh bi*dab kamu!

Kita lihat saja nanti, Mas, sampai kejauh mana kamu akan mempermainkanku. Taksi berhenti di depan rumah, aku membayar sesuai argo.

"Ini, Pak."

"Waduh, Bu, ini tarikan pertama saya, belum ada kembalian. Uang pas aja."

"Sudah, nggak papa, Pak. Buat keluarga di rumah," jawabku.

Aku langsung keluar setelah lelaki itu berkali-kali mengucapkan terima kasih.

"Assalamu'alaikum, Ma," ucapku sambil memasuki rumah.

"Wa'alaikum salam."

"Mana anak-anak, Ma?"

"Tuh lagi nonton tv."

"Mama, jangan terlalu dibiasakan nonton tv."

Mama hanya meringis saja. Aku pun mengambil remot dan mematikan televisi. Mereka sempat kaget, lalu menghambur ke pelukanku.

"Mamaa!"

"Kangen, nggak?"

"Iya!"

"Padahal cuma semalam aja."

Mereka tertawa. Kuajak mereka pulang, namun masih enggan. Katanya lagi menunggi Dedek Ataya datang.

"Memang Viera bakal ke sini, Ma?" tanyaku.

Viera adalah adikku. Kami hanya dua bersaudara saja. Dia pun kini sudah menikah dan tinggal tak jauh dari rumah Mama. Sebenarnya, Mama ingin kami satu rumah. Namun, mengingat banyaknya fenomena ipar, kami memutuskan untuk mandiri. Sementara Mama di sini tinggal bersama Bi Sari, asisten rumah tangga kami sejak dulu.

Papaku sudah meninggal, sepuluh tahun lalu. Aku langsung sedih ketika anak-anak menanyakan tentang papanya.

"Kamu kenapa, Mel, kok melamun? Wajahmu juga sedikit pucat." Suara Mama menyadarkanku.

"Oh, nggak papa, Ma."

Kami menghabiskan waktu di rumah Mama hingga sore. Melihat anak-anak betah di rumah neneknya, membuatku berpikir apakah anak-anak juga akan betah jika aku dan Mas Hendi berpisah?

Teringat lagi dengan adegan Mas Hendi dengan Pak Santoso. Ya Allah, aku sampai merinding!

Namun, bisa juga, kan, kalau wanita itu menyamar sebagai Pak Santoso? Memakai wig dan topi. Jika tidak, kenapa ruangan ia kunci dan Dina sangat panik melihatku datang.

Ah, kenapa baru kepikiran sekarang?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 29

    Kulalui hari seperti biasanya. Bersama mantan mertua, keluarga adik, dan juga keluargaku. Meskipun kadang aku merasa canggung jika berada di dekat Rio. Seperti saat ini, saat kami tengah menginap di villa milik keluarga Bisma. Sudah dua hari kami di sini, dan besok rencananya akan pulang. "Sayang, aku ngantuk. Tidur dulu, ya," ucap Kak Ria sambil mengambil bantal yang tadi dibawanya dari kamar. Kulihat Rio mengangguk, kemudian mengelus rambut Kak Ria. Aku tersenyum. Tentu saja cinta itu sudah tumbuh di antara mereka, apalagi sekarang sudah dua bulan lewat dari pernikahan mereka. "Kamu nggak mau nikah lagi, Mel?" tanya Ibu saat aku tengah membalikkan daging. Yolla dan Ika seakan tak ada bosannya makan sedari tadi. "Untuk apa, Bu? Aku hanya ingin hidup dengan anak-anak dan Ibu saja. Bagi Meli, kalian sudah lebih dari cukup. Untuk apa menikah lagi?" Ibu hanya diam, sementara aku tengah mencoba meredam rasa gugup dalam dada. Aku tahu, sedari tadi Rio tengah memperhatikanku. "Tapi,

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 28

    Aku mengajak mereka untuk ke cafe yang baru saja dikunjungi oleh Rio. Ini tidak bisa dibiarkan, lebih baik dibuat jelas secepatnya. Kini aku, Rio, dan Kak Ria sudah duduk saling berhadapan. Kak Ria sedari tadi tak mau melihat ke arahku. Apakah ia marah? Wajar, sih. Aku pun bisa memposisikan andai jadi dirinya. Tak perlu lah andai, karena aku pun sudah pernah merasakannya. "Kak, aku minta maaf," ucapku. Hening, tak ada jawaban darinya. Mulutnya seakan terkunci. Aku semakin dilanda rasa tak enak. "Percaya lah, Kak. Kita ini sudah tua. Sudah bukan waktunya lagi untuk bermarah-marahan hanya karena kesalah pahaman. Aku pun tak berniat untuk mengkhianati Kakak. Tadi Rio memelukku, karena ia terlampau senang karena akan menikah dengan Kakak." "Mel..." Aku mengangkat tanganku di hadapan Rio. Ini bukan waktunya untuk berbicara. "Kak, aku ini masih trauma sama percintaan. Umurku sudah empat puluh lebih. Malu rasanya mau cinta-cintaan itu.""Mel...""Ya?" "Kalau kamu dan Rio saling menci

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 27

    "Tadi apa?" tanyaku, karena tak kunjung mendengar penjelasan dari Dina. Wanita itu malah sibuk menggulung-gulung ujung bajunya. "Kita bawa Ibu ke rumah sakit dulu ya, Mbak? Boleh bantuin, nggak?" Aku mengangguk, lalu meminta Si Mbok untuk keluar dan meminta bantuan warga. Sementara Yolla terlihat sedang menangis. Kulirik Ika, tak ada air mata di sana. Mungkin karena ia kecewa telah 'dibuang' begitu saja oleh ayahnya dulu. "Sebelah sini, Pak." Aku menyingkir saat Si Mbok datang dengan dua orang pemuda dan beberapa tetangga. Aku pun gegas keluar dan membuka kunci mobil. Dina langsung masuk, sementara Si Mbok membantu memasukkan tubuh Ibu ke dalam mobil. "Yolla naik ojek aja nanti, Bun. Biar Ika aja yang ikut Bunda," ucap Yolla. "Jangan, Kak. Kakak di depan aja bareng aku," jawab Ika. "Nggak boleh, Ka. Nanti ada polisi." Akhirnya Ika menurut, kulajukan mobil menuju rumah sakit terdekat. Ibu pernah ada riwayat stroke. Aku takut, jika itu bisa datang lagj. Aku menatap Dina, seben

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 26

    "Apa tidak bisa kamu saja yang menghadirinya?" tanyaku. "Nggak bisa, Mbak. Mereka minyanya pimpinan direktur yang datang.""Tapi aku mau pergi sama Viera loh," ucapku. " Lah? Ke mana? Kok dia nggak ngomong apa-apa sama aku?" tanya Bisma. "Lah, mana Mbak tahu. Ya sudah, Mbak mau pulang dulu. Katakan pada perwakilan dari Blue Ocean, kalau Mbak sedang ada masalah penting." "Hemm, ya sudah." Aku pun akhirnya pulang. Sebelum sampai, aku menyempatkan diri untuk membeli makanan. Tadi memang aku menyuruh Si Mbok untuk tidak masak saja. Aku mampir ke kedai makan langganan kami, lalu memesan ayam goreng, capcay, dan juga sup bakso. Saat menunggu pesanan, mataku tertuju pada seseorang yang sepertinya kukenal. "Darwin?" Lelaki itu menoleh, lalu tersenyum lebar padaku. Aku pun tak kalah senang, sebab sudah puluhan tahun kami tak bersua. "Meli?"Aku mengangguk, lalu kami berpelukan. Darwin adalah teman satu gengku dulu. Ya, aku memang pernah tomboy pada masanya. Bisa dibilang, aku adalah s

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 25

    Dari kejauhan, aku masih menatap Rio yang jalan dengan Kak Ria. Haruskah kurelakan lagi, cinta yang mungkin saja baru bersemi ini, untuk kupadamkan? Haruskah aku berkorban perasaan lagi? Ah, lagian aku ini siapa? Belum tentu Rio juga mencintaiku, kan? Dasar, sudah pede lebih dulu. "Meli!" Aku tersentak saat Kak Ria memanggilku. Jadi, dari tadi aku melamun? Hingga tak sadar bahwa mereka telah memergokiku yang memperhatikan mereka? Aku tersenyum kaku, sambil melambaikan tangan. Ah, aku sudah lupa bagaimana patah hati versi remaja dulu. Aku menegakan tubuh, saat mereka datang mendekat ke arahku. Rio terus menatapku, hingg membuatku tak nyaman. Sementara Kak Ria langsung memelukku. Sudah beberapa hari ini dia tak datang ke rumah, kupikir ia sibuk dengan kerjaan. Nyatanya malah sibuk dengan dunia percintaannya. "Kamu ngapain di sini?" tanya Kak Ria. "Habis bertemu Dina, Kak.""Dina? Selingkuhan suamimu dulu?" Aku mengangguk. "Kita makan, yuk? Kakak laper, sekalian kamu ceritain so

  • KUIKUTI PERMAINAN MANISMU   BAB 24

    "Yolla, Ika, sebaiknya kalian ke kamar dulu. Mama mau berbicara penting dengan ayah kalian," ucapku.Yolla dan Ika mengangguk, lalu berlalu ke kamar. Mas Hendi masih menatap buah hatinya, tampak kerinduan tersirat di sana."Apakah kalian nggak hidup bersama, Mas?" tanyaku."Setahun setelah menikah dengan Dina, aku melakukan praktek poligami, Mel."Mataku membeliak lebar. Apa katanya? Poligami? G*la!"Jadi, itu alasanmu keluar dari kantor?"Mas Hendi mengangguk."Aku bertemu dengan teman kantorku dulu. Hidupnya sekarang sudah bahagia, dia memperkenalkan aku dengan teman istrinya, namanya Elia. Elia berjanji akan memenuhi hidupku dengan uang. Nyatanya...""Yang kamu lakukan itu bukan poligami, Mas," ucapku memotong kalimatnya."Hah?""Iya. Kamu bukan poligami melainkan berselingkuh karena nafsu. Orang jaman sekarang menjadikan poligami sebagai topeng untuk perselingkuhan mereka.Lagipula aku tak habis pikir, bisa-bisanya, kamu malah menyia-nyiakan Dina yang sudah kamu pilih. Bukankah ka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status