Share

BAB. 3 KEMBALI

Secara magic Lawen sudah berada di dalam rumah betang, ia makin bingung dengan tingkah Enon yang tidak marah sedikitpun padahal sudah 1 malam ia tidak pulang ke rumah.

“Ini benaran Uma kan.?” Lawen masih takut kalau yang ia lihat tidak nyata.

“Apa-apa’an kamu Lawen seperti orang g1l4 saja, emang Uma bisa berubah jadi hantu,?  tentu tidak kann.”

Lawen masih terbayang sosok Enon yang menamparnya di dalam hutan, bulu kuduknya berdiri dan ia begidik ngeri. Lawen mengayunkan langkah cepat pergi ke sungai untuk mandi, badannya terasa lengket seperti keluar lendir dari dalam pori-pori kulitnya.

Air di Kalimantan ini sangat sejuk bisa untuk menjadi penyegar tubuh, dan bisa juga menjadi wisa (penyakit kuning),  selain Kalimantan terkenal dengan alamnya yang menjadi jantung dunia. Borneo juga terkenal dengan kekaya’an pengobatan mistis seperti minyak bintang yang secara magic bisa menyembuhkan luka secepat kilat, romor ini memang nyata terjadi. Pembuatan minyak bintang juga tidaklah mudah maka dari itu tidak semua orang kalimantan memiliki minyak ini, perlu ritual khusus oleh orang dayak untuk membuat minyak bintang. Dan ritual itu konon berbeda-beda karna banyaknya etnis dayak di Kalimantan, walaupum cara ritualnya berbeda namun keguna’an semuanya sama yaitu untuk pengobatan dan kekebalan tubuh dari segala senjata tajam.

“Lawen kamu jangan lupa tugasmu mencari Manaf.”

Suara  Kakek Jawo bergema di atas belantara rindang pepohonan.

Lawen terlonjak kaget hingga tersimpuh dalam sungai, kini ia sangat yakin kejadian demi kejadian memanglah sebuah kenyata’an bukanlah  kembang mimpi. Dengan langkah cepat lawen berlari ke dalam rumah betang saking terburu-buru ia dua kali terjatuh di tangga pintu.

Di atas atap Lawen termenung bagaiman caranya ia menemukan Manaf, dimana ia bersembunyi? Aahhhhh semua pikiran itu membuat  Lawen sangat pusing  ia teringat dengan Kecek, bukankah kemaren sebelum tersesat ia juga ada di hutan bagaimana kabarnya sekarang.? Lawen bergegas turun dari atap rumah untuk pergi menemui kecek kerumahnya.

Rumah di  Kalimantan  tidaklah dekat perlu melewati hutan sekitar 1 jam berjalan kaki untuk bisa sampai di tempat Kecek, dalam perjalanan Lawen sungguh waspada matanya melihat kiri kanan jalan ia tidak mau kalau nanti ia akan bertemu lagi dengan orang dari Saranjana yang ingin menangkapnya . Suara ranting kayu yang jatuh sudah membuatnya sangat berdebar, hari ini tidak seperti kemaren yang di rasakan oleh Lawen. Setelah ia mengetahui bahwa orang  jahat mirip dengannya menjadi boronan ia sungguh sangat ketakutan.

Setibanya di depan rumah betang Kecek, ia gedor dengan sangat keras sampai berteriak Lawen cukup kesal karena lama di bukakan pintu.

***********

Kecek yang berada di dalam rumah  sangat jengkel  karena seseorang telah mengedor pintu sangat keras, sebilah mandau Kecek bawa di tangannya untuk waspada siapa tau di balik pintu adalah orang jahat pikirnya. Ketika pintu terbuka Kecek langsung gemetar dan tidak berdaya untuk sekedar berbicara, mata kecek membola ia tidak percaya apa? yang di lihatnya sungguh sangat mengerikan hingga Kecek jatuh pingsan.

“Kecek kamu kenapa?”

Lawen langsung membopong tubuh temannya masuk ke ruang tengah rumah betang. Sial di dalam rumah betang yang cukup luas ini hanya ada mereka berdua tidak terlihat orang tua Kecek mungkin orang tuanya ke ladang untuk menanam ubi.

“Hei bangun Cek, kenapa kamu menjadi orang lemah seperti ini.”

Dalam pangkuan Lawen terus berusaha membangunkan Kecek dengan cara menepuk keras wajahnya.

Kecek tampak kebingungan ketika sudah mulai sadar dari pingsannya, ia langsung duduk menatap Lawen dari kaki sampai kepala. Belum puas menatapnya Kecek mengguncang-guncang bahu Lawen dan memukul-mukul dengan tangannya, hingga membuat  Lawen sangat kebingungan dengan tingkah Kecek yang tidak biasa. Mulut  Lawen kumat-kamit membaca mantra takutnya Kecek sedang kesurupan roh jahat.

“Apa-apa’an kamu Wen, kamu bacakan mantra segala.”

“Kamu sekarang kesurupan roh jahat Cek.”

“Sembarangan kamu mana ada.?”

“Lahhh... Buktikanya ini kamu sampai pingsan dan memukulku.”

Seperti biasa kedua sahabat ini tidak pernah akur dan selalu tidak ada yang mau mengalah apa lagi di salahkan, namun jika ada masalah mereka akan bahu-membahu saling tolong dan tingkat perduli di antara mereka berdua sangat kompak. Kecek mulai ingat ketika ia di tinggal oleh Lawen ketika mencari kayu bakar kemaren di hutan. Dengan serius Lawen membantah prasangka itu, Lawen ber asumsi Kecek lah yang sengaja meninggalkannya di hutan hingga ia tersesat.

“ Apa kamu tersesat.? Jangan membual  kamu Wen,  jelas-jelas ketika aku pulang melewati rumahmu, kamu sudah duduk santai di atas teras dan malah mengejekku.”

“Aku di rumah.? Tidak aku benar-benar tersesat waktu kita mencari kayu bakar kemaren.”  Lawen semakin bingung dengan ucapan Kecek melihatnya di rumah kemaren , ia masih ingat betul semua kejadia’an bahkan meyakini itu semua bukan mimpi ataupun hayalannya semata.

Lawen teringat dengan sosok Manaf  yang mirip dengannya, apa jangan-jangan ini adalah perbuatan Manaf sengaja membuatnya tersesat dan ingin Lawen tertangkap menggantikan dirinya di Saranjana.

“Cek coba kamu ceritakan lebih jelas waktu kita terpisah di hutan kemaren.”

“Aku males, pasti kamu hanya ingin mengejekku kan.”

Kecek menjauh dari Lawen ia sangat kesal dengan tingkahnya yang selalu bercanda dan menjek.

 Di atas pohon besar tidak jauh dari rumah Kecek seorang anak buah Manaf mengintai, tanpa di ketahui oleh siapapun ia mengikuti kemanapun Lawen pergi. Yang membuat  Lawen tersesat di hutan adalah olah anak buah Manaf, mereka berencana mengirim Lawen ke Saranjana untuk di tangkap oleh raja Muhammad Janna.  Agar  pemimpin mereka Manaf terbebas dari kesalahannya dan bisa hidup tenang di dunia nyata.

Kedua orang tua Kecek datang selesai menanam ubi di ladang, mereka sedikit kaget melihat Lawen yang mengobrol dengan Kecek. Kedua orang tua Kecek saling pandang di mata mereka menyimpan sebuah pertanya’an, kenapa Lawen berada di rumah ini?  bukankah tadi ia sudah pamit pulang ketika berpapasan di depan pekaranagan rumah.

“Ada apa Uma, kenapa seperti takut melihat Lawen.l” Ucap Kecek menyadari gerak-gerik Umanya.

“Bukan begitu Cek, tadi Uma sama Abah bertemu di depan pekarangan dengan Lawen, tapi sekarang Lawennya di sini.”

Uma Kecek bingung harus seperti apa menjelaskan kejadian yang ia dan suaminya lihat tadi.

“Bue melihat Lawen di pekarangan.?”

Sebutan Bue adalah Tante.

“Tidak salah lagi itu pasti Manaf, bantu aku mengejarnya.”

Lawen berlari keluar menarik tangan Kecek yang masih tidak tau apa yang sebenarnya terjadi.

Sesampainya di pekarangan yang di maksud oleh orang tua Kecek mereka memincingkan mata, melihat ke segala arah dari balik semak-semak sampai melihat di atas pohon. Seorang laki-laki langsung berlari mengetahui dirinya sudah mulai ketahuan, dengan tangkas laki-laki ini tidak menghiraukan Lawen dan Kecek yang mengejar di belakang.

“Heii.... Jangan lari kamu, berhenti.”

Teriak Lawen yang terbirit-birit mengejar.

Kecek yang sedikit kewalahan mengimbangi kecepan Lawen berlari dan bertanya.?

“Siapa  orang yang kita kejar ini.?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status