Share

BAB. 4 RAJA SARANJANA

Di sebuah negri yang sangat modrn mangandung sistem keraja’an wilayahnya mencakup seluruh pulau Borneo, Inilah Negri gaib Saranjana yang berpusat di desa Oka-Oka. Sebagai raja Saranjana  Muhammad Janna sangat adil dengan seluruh rakyat dari kalangan bunian hingga manusia. Selain keraja’an yang memiliki peradapan maju Saranjana memiliki daya tarik lain yaitu Seorang Putri Lisa, kecantikannya konon melibihi cantiknya seorang bidadari sehingga banyak laki-laki dari dunia nyata dan gaib ingin menjadikannya seorang Istri.

Pada tahun 2000 di bagian Saranjana rakyat dan kalangan bangsawan hidup dengan damai, hingga sampai insiden pertama yang menggemparkan seluruh alam semesta. Insiden pencurian yang menelan korban seorang putra mahkota mebuat raja Muhammad Janna  murka. Sebagai seorang ayah iya sangat mengutuk seorang pelaku, akibat kemarahannya seluruh demensi menjadi kacau. Ia bersumpah jika tidak menemukan pelaku maka perang akan terjadi dengan dunia nyata.

Panglima tertinggi Saranjana Abdullah berperan penting untuk mencari pelaku yang di ketahui bernama Manaf. Di ketahui Manaf  melarikan diri ke dunia nyata.

“Ampun Paduka.  Manaf  belum berhasil kami tangkap, ia sangat licin bagai belut.”

Abdullah menghadap pada raja Muhammad Janna.

“Sudah setahun setelah kejadia’an insiden itu kalian belum bisa juga membawa  seorang pembunuh  di  hadapanku, sungguh tidak berguna.”

Raja sangat murka mengetahui panglimanya selalu gagal dalam tugas.

Wajah panglima Abdullah memerah ia sangat malu di anggap tidak becus dalam bertugas, jabatannya sebagai panglima kini di pertaruhkan dalam waktu satu bulan kalau ia tidak bisa menangkap Manaf maka statusnya sebagai panglima Saranjana akan di hapus. Dalam langkahnya menuju gerbang keluar ruangan raja tidak ada yang berani menegurnya mimik wajah Abdullah sangat tegang, prajurit hanya bisa mengiringi laju mobil terbang yang ia kendarai meninggalkan Istana.

“Sebaiknya Ayah jangan terlalu memikirkan penj4h4t  itu, kondisi  Ayah lebih penting untuk keraja’an kita”

Putri Lisa mencoba meredam amarah raja.

“Ayah tidak akan tenang selagi penj4h4t  itu masih berlenggang di luar sana, akan Ayah balas darah bayar darah untuk  Abangmu Syarif  Janna”

“Putri  Lisa benar Paduka, sebaiknya Paduka sekarang istirahat dalam kamar, seorang  Dokter  istana sudah menunggu Paduka” ucap Penasehat keraja’an.

Panglima  Abdullah sudah sampai di gerbang demensi antara dunia gaib dan dunia nyata, untuk pergi ke dunia nyata ia hanya membawa 5 prajurit terbaik sisanya hanya berjaga-jaga di antara gerbang demensi. Di dunia nyata Panglima Abdullah menyamar menjadi seorang Polisi untuk memudahkan gerak-geriknya mencari Manaf.

Suara perut yang sudah kosong berbunyi dari salah satu prajurit sangat mengganggu Panglima Abdullah, hingga ia putuskan untuk singgah di warung makan.

 Sesampainya di dalam warung mereka ber-enam sangat kebingungan bagaimana caranya? untuk memesan makanan, kalau di Saranjana memesan makanan hanya tinggal pencet di atas meja lalu langsung keluar makanan yang di pesan. Tapi di dunia nyata tidak secanggih di Saranjana.

“Bapak-bapak mau pesan apa.?” Tanya Ibu Siti pemilik warung.

“Pesan cumi 6 porsi dan nasi satu karung.” Panglima Abdullah dengan mantap memesan.

“Bapak jangan bercanda masa pesan nasi satu karung ada-ada saja”

Ibu Siti tertawa ia kira Abdullah sedang bercanda.

“Salah Panglima, bukan satu karung  nasi tapi satu bakul.”

Bisik salah satu Prajurit.

“Maksud saya nasinya satu bakul Buk.”

“Ohhh.... Satu bakul.  Pak Polisi ini suka bercanda saja.”

Ibu Siti langsung menyiapkan pesanan Panglima Abdullah.

Panglima dan 5 Prajuritnya sangat lahap menyantap makanan, memang 1 hari ini mereka belum makan sesuap nasi pun, di tengah mereka asik menyantap makanan Lawen dan Kecek melewati warung  Ibu Siti. Salah satu Prajurit melihat dan bergegas memberi tahu Abdullah, Mereka ber-enam langsung puntang panting berlari ke arah lawen dan Kecek.

“Akhirnya aku menemukanmu Manaf, sekarang kalian tidak bisa lari lagi.”

Panglima Abdullah dan 5 prajurit melingkari  Lawen dan Kecek.

Lawen menyadari Polisi yang mengepung  adalah Panglima yang mengejarnya di alam mimpi, ia memberi kode kepada Kecek untuk jangan melawan dan mencari kesempatan untuk kabur.

“Prajurit tembak kaki Manaf dan kawannya.!”  Lima Prajurit yang sudah siap dengan pistol bersiap menembak  ke arah Lawen dan Kecek.

Dari arah belakang Ibu-ibu yang memakai honda Scopy  membawa tabung gas LPG dan makanan snack, tiba-tiba hilang kendali dan menabrak ke arah Abdullah dan Prajuritnya.

  “Ampun Pak Polisi  rem motor saya blong , saya tidak sengaja.” Ucap Ibu gend0t itu dengan polosnya.

Lawen tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk kabur, dengan bodohnya si Kecek malah mematung hingga terpaksa Lawen kembali untuk membawanya berlari.

“Kenapa Polisi ingin menangkap kamu.? Apa kamu sekarang menjadi penjahat.?”

Kecek dalam keada’an berlari banyak melontarkan pertanya’an.

“Sekarang yang penting kita selamat dulu, nanti aku jelaskan semuanya.”

Mereka berdua tanpa lelah terus melangkah cepat menuju ke arah hutan, di rasa sudah jauh dari para Polisi  Lawen dan Kecek memutuskan ber-istirahat di bawah Pohon kasturi yang sangat besar. Karena sangat kelelahan mereka tidak mampu berbicara hanya saling menatap dan terus waspada takut para Polisi itu mengetahui tempat persembunyian mereka.

“Sekarang kamu jelaskan, kenapa Polisi ingin menangkap kamu Wen.?”

“Mereka itu bukan Polisi Cek, mereka adalah Panglima dan Prajurit dari Saranjana.”

“kenapa mereka ingin menangkapmu.?”

Lawen menceritakan panjang lebar pada Kecek perihal kejadian yang ia alami,

hingga Kecek mengerti dan mencaci perbuatan Manaf. Sebagai orang dayak yang baik Kecek tidak terima dengan kejahatan apalagi sampai membunuh sesama.

“Kalian berdua cepat bangun dan ikut  saya.”

Kakek Jawo yang muncul tiba-tiba mengejutkan Lawen dan Kecek.

“Siapa lagi Kakek tua ini Wen,?  mau di bawa kemana kita.?”

Lawen dan Kecek mengiringi langkah Jawo hingga masuk ke dalam semak-semak secara ajaib mereka lansung berada dalam rumah megah di Saranjana.

“Lawen sekarang kamu harus berhati-hati karena keada’an Saranjana telah genting, dan kamu harus secepatnya menangkap Manaf. Kalau tidak Raja akan menyatakan perang dengan dunia nyata.”

“Baiklah Kek aku akan berusaha sekuat tenaga, tapi kenapa sampai perang apa hungannya dengan dunia nyata.?”

“Raja mendengar bahwa Manaf di sembunyikan oleh orang sakti dari suku dayak, karena itu ia sangat sulit di lacak keberada’anya. Hanya kamu yang bisa menangkapnya.”

Tanpa di sadari kecek dengan tingkah konyolnya, memeluk guci yang terbuat dari emas salah satu perabotan rumah Jawo. Ia dengan wajah polosnya ingin membawa guci itu pulang untuk di jual, agar ia bisa menjadi  orang terkaya di kampung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status