Share

5. Pertengkaran Superhero

Ode diam terpaku di dekat pintu memperhatikan Aryo yang justru tidak peduli padanya.

“Ada apa Yo? Kok kelihatan kayak ada masalah gitu?” tanya Ode

Sesaat kemudian Aryo kembali berdiri dan mondar mandir seperti mandor. Mukanya merah bagaikan udang rebus dan ingin meluapkan amarahnya. Tindakannya telah membuat rasa kantuk Ode hilang seketika.

Sejak tadi Aryo belum juga tenang dan sesekali mengosok-gosok rambutnya. Dari cara menggosoknya telah membuat Ode paham jika kepalanya itu tidak gatal. Lebih tepatnya, gosokan itu hanyalah refleksi seketika akibat emosinya. Dasi coklat yang dipakainya langsung dilonggarkan dan kemeja putihnya digulung sampai sebatas siku. Ia mulai merasa kepanasan, bukan hanya sekedar jasmaninya yang panas, tapi hatinya juga ikut panas membara. Keringat tipis mengalir di keningnya.

Ode jadi heran dengan sikap Aryo. Kulitnya yang putih terlihat jadi agak merah sehingga sangat jelas menunjukkan kalau ia sedang marah. Tidak biasanya sahabat dekat Ode bersikap demikian. Apalagi di kampus ia sering dikenal periang meskipun kadang cukup temprament juga bila sedang berdebat dan mempertahankan pendapatnya ketika diskusi.

”Yo, kamu kenapa?” Ode kembali bertanya.

”Dona keterlaluan..!! Masa tadi aku dimarahi di depan mitra kerjaku..! Bikin malu aku saja..!” ucap Aryo emosi. Akhirnya ia bicara dan meluapkan emosi pada wanita yang baru saja disebutnya, yang tak lain adalah tunangannya. Nama lengkap gadis tersebut adalah Dona Almira. Ia merupakan adik kelas selisih satu angkatan dengan Aryo dan Ode. Saat ini, Aryo, Ode dan Dido sudah duduk di bangku semester enam.

”Dan yang bikin jengkel lagi, dia juga berani menyebut Lisa sebagai wanita perusak hubungan orang. Perebut tunangan orang.! Coba, siapa yang nggak emosi..!?” lanjut Aryo, geram.

Mendengar ocehan Aryo, Ode jadi penasaran dengan apa yang terjadi pada sahabat dekatnya. Baru kali ini ia melihat Aryo memendam amarah meletup meskipun orang yang sedang dimarahinya tidak ada di hadapannya. Bahkan sepertinya Ode adalah orang yang menjadi terdakwa baginya. Ode penasaran, apa sebenarnya yang terjadi dan kenapa juga Dona sampai marah pada Aryo di depan mitra kerjanya? Kenapa juga Dona sampai menyebut wanita itu perebut pacar tunangan orang?

Ode masih ingin bertanya lagi, tapi ia mengurungkan niat karena ia tahu Aryo sedang sangat marah. Dan sejak pertama kali mengenalnya, Ode sudah tahu bahwa Aryo sangat tidak suka ditanya dengan berbagai macam pertanyaan jika sedang marah. Lebih baik membiarkannya sebentar sampai mulai diam, baru diajak bicara. Bila tidak, maka hal itu hanya akan membuatnya semakin emosi.

Teman satu kos Ode yang bernama Suyitno alias Dido, dulu pernah terkena damprat amarah Aryo saat awal semester tiga. Ketika itu Dido dengan percaya diri ingin melerai perselisihan adu mulut antara Aryo dan Joko, di saat mereka bertengkar masalah perempuan. Waktu itu Ode sudah berusaha mencegah Dido agar jangan ikut campur, apalagi baru sebatas perselisihan pendapat. Ode menyarankan agar lebih baik menunggu sebentar untuk mencermati apa yang akan terjadi kemudian baru mereka bertindak. Sejak awal mengenal Aryo, Ode memang sudah cukup tahu dan mengerti dengan karakter Aryo sejak yang sifatnya temprament, gampang marah.

Tapi Dido tidak sabar dan tidak mengindahkan kata-kata Ode. Dengan penampilan khasnya yang sering memakai minyak wangi dan rambutnya yang agak kribow brekele, serta celana panjang kain warna cream bermodel cutbray dan baju kemeja panjang bermotif bunga-bunga yang agak press body, Dido langsung datang penuh percaya diri untuk menasihati Aryo dan Joko. Apalagi saat itu ia telah melihat dikejauhan ada Dona, yang berjalan tergesa-gesa ke arah Aryo, dan tampak cemas melihat pertengkaran adu mulut tersebut. Kehadiran Dona semakin membuat Dido merasa menjadi seorang superhero karena wanita pujaannya ternyata nanti dapat menyaksikannya beraksi. Dido menganggap itu merupakan nilai lebih baginya. Pertengkaran Superhero seorang diri melawan musuh.

Ketika itu Dido terlalu percaya diri dan lupa untuk memikirkan risiko yang akan diterimanya, karena ia juga terbuai dengan perasaan cintanya pada Dona meskipun ia tahu wajahnya pas-pasan. Kemudian Dido langsung datang mendekati Aryo dan Joko yang ada di bawah pohon mahoni sekitar taman kampus. Tapi begitu Dido berusaha menenangkan, Aryo yang saat itu mulai emosi dan seketika akan memukul Joko, tiba-tiba Aryo terkejut karena ternyata sikunya langsung mengenai Dido yang baru saja datang dari arah belakangnya. Sundulan siku Aryo yang tidak disengaja itu persis mendarat di bagian mulut Dido dan mengakibatkan kacamatanya pun terpental jatuh ke rumput. Akibatnya, gigi-giginya terasa ngilu, dan untung saja tidak mengenai kaca mata bulat hitam kegemarannya. Saat itu Aryo kaget melihat Dido yang merintih menahan sakit.

”Kamu ngapain toh? Nggak usah ikut-ikutan.!” hardik Aryo dengan logat Surabaya, nada bicaranya tampak emosional, jengkel.

Setelah itu Aryo kembali melihat Joko untuk melanjutkan perseteruan mereka yang sempat terhenti. Sementara itu Dido langsung menjauh sambil menahan rasa sakit di mulutnya. Ia agak meringis kesakitan.   

Tetapi, setelah Dido melihat Dona yang kian dekat dan datang menghampirinya dengan menunjukkan wajah cemasnya, spontan saja Dido langsung melepaskan tangan kanan yang ia gunakan untuk menutup mulutnya. Dido mengambil kacamatanya yang jatuh, lalu kembali menegakkan badannya sambil berusaha tersenyum. Dengan penuh percaya diri, ia memakai lagi kacamatanya secara perlahan. Mendadak ia berlagak seolah-olah pukulan yang mengenai mulutnya tidak terasa apa-apa, padahal sakitnya minta ampun.

Beberapa gadis kampus yang juga melihat kejadian tersebut tidak bisa menahan tawanya, termasuk Ode. Tapi Dido tidak peduli, dan dengan cueknya ia berusaha berjalan tegar seperti seorang lelaki macho, meskipun badannya tampak kurus kerempeng. Ia tidak peduli lagi pada pertengkaran Aryo dan Joko. Dan dari gaya jalan serta pandangannya seakan mengesankan dirinya tidak melihat ada orang lain di sana selain Dona.

Setelah kejadian yang dialaminya, akhirnya saat itu Dido baru menyadari bahwa kawan dekatnya yang bernama Aryo adalah orang yang mudah emosi dan agak keras kepala. Dido baru percaya dengan tebakan yang pernah dikatakan Ode di saat awal mereka mulai menjalin persahabatan.

”Aku tuh nggak bisa diginiin!” Aryo mulai bicara. Sikapnya semakin membuat Ode penasaran dan bertanya-tanya apa yang sudah terjadi.

                                                         ۞        ۞       ۞

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status