Share

4. Debt Collector

Sinar matahari siang tampak begitu terik.

“Surabaya oh Surabaya.. panas banget.” keluh Ode dan makin cepat berjalan karena gerah dan haus. Jarak rumah kosnya hanya tinggal beberapa meter lagi dan letaknya tidak jauh dari kampus.

Ketika sampai, Ode bergegas buka kunci pintu kamar dan masuk ke dalam. Tidak begitu luas, hanya berukuran tiga setengah kali tiga meter.

Ode langsung mengambil minum.

“Segaarr..” ucapnya lega dan kembali meneguk beberapa kali.

Setelah itu Ode merebahkan badan di kasur. Perlahan rasa kantuk mulai menghampiri. Mata Ode terasa berat dan tidak ingin lagi dibuka meskipun hanya untuk sejenak melirik jam yang ada di meja belajar kecil, tidak jauh dari tempat tidur. Lima menit lagi waktu menunjukkan pukul dua siang.

Ode lebih memilih tidur saja daripada harus keluar kamar dan berjalan kaki di bawah terik matahari untuk kembali ke kampus. Ia sudah tidak berminat untuk balik kembali ke kampus hanya karena ingin lanjut menyaksikan kegiatan OSPEK calon adik-adik kelasnya, walaupun jarak kampus cuma sekitar seratus meter dari kosnya. Sedangkan Dido, sejak pagi tadi masih tetap betah dan bersemangat untuk mengikuti kegiatan OSPEK. Ode menganggap ada untungnya juga kesibukan Dido, minimal cukup dapat membantu Dido untuk melupakan mimpinya dikejar waria semalam.

Greekkkkkk..!

Bunyi baling-baling kipas angin tua berukuran kecil yang tidak lama lagi akan tamat riwayatnya, sesekali terdengar agak berisik di telinga Ode. Suaranya seperti bunyi kumbang yang melintasi telinga.

Ode balik badan ke kanan dan mata tetap terpejam. Beberapa saat berlalu suara berisik kipas tidak berhenti walau sejenak.

Perlahan Ode mulai tertidur. Namun tiba-tiba ia sempat tersadar kembali akibat suara motor yang datang dan berhenti seketika di halaman rumah kosnya. Kebetulan kamar Ode cukup dekat dengan halaman depan yang biasa dijadikan tempat parkir, sehingga ketika membuka pintu pun bisa langsung berada di teras, dekat halaman parkir.

“De..! Odeee….!! Cepat buka pintunya De..!”

Ode sangat terkejut waktu mendengar suara pintu yang diketuk dengan cepat. Namanya dipanggil-panggil dengan cukup keras, nama yang lebih senang diucapkan oleh beberapa temannya daripada nama asli. Ia jadi merasa agak risih karena rencana tidur siangnya terganggu, dan rasa lelah yang ingin ia pulihkan ternyata tidak bisa terwujud akibat panggilan tersebut.

Untuk sesaat, suara panggilan itu belum langsung dijawab Ode. Ia masih tetap rebahan di kasur dengan mata terpejam dan juga telinga yang seperti tidak peduli lagi pada suara-suara di sekitarnya.

Tapi lama-kelamaan Ode mulai terganggu karena diulang terus tanpa henti. Tidak biasanya ada orang yang datang dan mengetuk pintu sekeras itu, apalagi di siang hari. Suasana kos saat ini juga sepi karena sedang keluar semua. Bahkan teman-teman yang satu kos dengannya belum pernah mengetuk pintu sekeras itu.

Ode sempat bimbang, apakah mungkin itu adalah pak Tomo, bapak kosnya? pikir Ode. Apa ia lupa membayar biaya kos bulanan? Tapi mana mungkin, karena biasanya yang menagih sewa adalah bu Narti, isterinya. Kalau memang itu pak Tomo, lalu untuk apa ia datang dengan naik motor? Padahal ia dan isterinya masih tinggal satu rumah dengan kos Ode, hanya saja mereka berada di bangunan sisi sebelah kanan. Bangunan rumah kosnya membentuk huruf U.

Beberapa saat berlalu, suara ketukan pintu belum juga berhenti. Mirip bunyi pintu yang diketuk seorang debt collector. Keras sekali dan sangat mengganggu pendengaran Ode.

Ode mulai risau, merasa dongkol karena tidur siangnya terganggu. Antara sadar dan tidak, ia masih coba mengingat kembali tentang sewa kosnya beberapa bulan sebelumnya, jangan sampai ia memang lupa dan ada yang belum terbayar. Tapi hatinya merasa yakin, ia tidak punya utang sewa kos atau utang lainnya. Uang kiriman yang ia terima dua bulan lalu juga telah digunakan dengan sebaik-baiknya untuk keperluan kuliah, kos, dan biaya hidup seadanya selama dua bulan ke depan.

Persoalan telat membayar kos memang bukan menjadi hal yang baru bagi Ode sebagai anak kos. Berdasarkan cerita dari beberapa teman kampusnya yang kos di tempat lain, kadang mereka harus telat bayar kos akibat belum mendapat kiriman. Untungnya sang tuan kos memberi keringanan dengan bersedia menunggu sampai anak kosnya mendapat kiriman uang atau menunggu gajian dari hasil kerja sampingan seadanya. Mereka maklum bahwa itulah masalah klasik dari anak perantau.

Tapi ada juga yang telat bayar kos bukan karena belum mendapat kiriman uang. Mereka telat karena uang kirimannya telah dihabiskan untuk hal-hal yang tidak begitu penting, bahkan kadang uang itu habis hanya untuk biaya beli rokok. Singkat katanya adalah suka berfoya-foya. Kebanyakan anak perantau dengan karakter seperti ini memang pada awalnya dapat hidup gembira dan senang. Tapi kebanyakan dari mereka setelah itu justru mendapat susah, termasuk juga menyusahkan orang lain, yaitu bapak ibunya. Anak kos seperti ini pasti akan sibuk gali lubang tutup lubang, alias utang sana utang sini.

Adapun tipe terakhir adalah karakter anak kos yang suka kucing-kucingan dengan tuan kosnya. Sudah telat bayar uang kos, masih juga tidak mau jujur bercerita apa adanya dan berlagak seperti orang berada. Untuk karakter anak perantau yang seperti ini memang terlalu gengsi dihadapan orang lain. Tidak bisa dibayangkan bagaimana nanti jika ia pulang ke kampung halamannya. Mungkin ia akan tampil dengan lebih gengsi dibanding artis top ibu kota. Dan semua ceritanya akan setinggi langit, lebih banyak tidak benarnya.

”Dookk.. dookk... doookkk...!!!”

Bunyi pintu digedor membuat Ode benar-benar sangat terkejut dan mendadak langsung bangun dari tidurnya. Ternyata bunyi ketukan pintu tidak berhenti, diketuk lebih keras dari sebelumnya. Lamunan Ode buyar dan kesadarannya seakan kembali.

“Iyaa.. sebentar..” jawab Ode pelan.

Akhirnya Ode berdiri juga. Langkahnya gontai seperti orang malas, lemas, lapar dan tidak punya tenaga. Perlahan ia memutar gagang kunci yang menempel di pintu sambil menguap panjang dan menahan kantuk.

Begitu pintu kamar terbuka, tampaklah seseorang yang langsung menyerobot masuk ke dalam kamar Ode dengan ekspresi wajah penuh emosi bagaikan orang kesurupan mahluk halus. Tanpa basa-basi, pemuda itu duduk di kursi belajar Ode, bergegas melepas jaket hitamnya, dan menaruhnya di kursi belajar bersamaan dengan helm yang dikenakannya untuk mengendari sepeda motor ninja kesayangannya.

Mata Ode yang tadinya ngantuk, seketika terbuka lebar seperti melihat hantu di siang bolong. Ia tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya.

”Aryo..???!”

Ternyata orang yang mengetuk pintu seperti tanpa sopan santun itu adalah sahabat akrab yang sangat dekat dengannya. Ode penasaran, apa yang sudah terjadi dengan Aryo.?

                                                     ۞        ۞       ۞

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status