Villa yang Doni tempati pada saat ini memang tidak terlalu besar, hanya sebuah rumah yang terbuat dari kayu yang berukuran dua ratus meter persegi, yang dikelilingi halaman yang luas dengan berbagai macam bunga dan tumbuhan serta rerumputan yang sengaja ditanam agar vila tersebut agar tampak menarik untuk dilihat.Rumah yang berwarna coklat dengan sebuah pintu besar dan kaca-kaca besar, agar sinar matahari masuk ketika pagi tiba, membuatnya tampak terlihat sangat asri, apalagi di lantai dua ada sebuah balkon yang langsung berhadapan dengan pemandangan yang luas di atas sana, sebuah pemandangan di atas gunung yang membuat siapapun betah untuk tinggal lama disana.Villa tersebut berada di salah satu jalan kecil, Doni sengaja tidak membeli villa di dekat jalan besar dan jauh dari keramaian karena dia tidak mau apa yang dia lakukan sekarang mengundang para masyarakat untuk datang dan membubarkan apa yang sedang dia lakukan.Dia rela mengeluarkan uang yang begitu banyaknya selama bertahun-
Teriakan dan sorak sorai dari para makhluk yang tinggal di Gunung Sepuh terlihat dengan jelas bagi semua manusia yang bisa melihat mereka dari kejauhan. Mata-mata yang merah yang muncul dari sela-sela pepohonan hutan dengan gigi-gigi tajamnya yang terbuka dengan sangat lebar, membuat suasana Gunung Sepuh kini kembali riuh setelah sekian lama terbangun dari tidurnya.Para makhluk wanita yang memakai baju putih panjang dengan rambutnya yang panjang kini terlihat duduk di dahan-dahan pohon sambil tertawa cekikikan melihatku dan Sima yang sekuat tenaga menahan para makhluk kiriman itu di depan rumah.Sedangkan para makhluk-makhluk kecil terlihat melompat kesana kemari mencari dahan yang kosong agar dirinya bisa melihat dengan jelas atas apa yang aku lakukan.WussshhhSebuah angin yang besar kembali muncul setelah aku kibaskan tanganku ke arah mereka, mereka yang terbang dan merangsak masuk ke dalam rumah kembali terpental. Bahkan Sima tampak sangat marah di atas sana, karena beberapa kali
Di tempat ini, aku menjadi semakin leluasa. Aku membiarkan tubuhku bergerak sesuka hatinya, seperti saat aku berada di Gunung Sepuh untuk alasan tertentu, menyelamatkan manusia yang seharusnya di selamatkan dari para makhluk yang mendatanginya sekarang.Aku memang benar-benar tidak peduli dengan mereka, dengan semua para makhluk yang berusaha menyakiti ataupun menghasut manusia dengan tipu dayanya. Mereka adalah sesuatu yang harus dibasmi.Karena, aku yang seperti sekarang ini pun adalah hasil dari tipu daya mereka. Yang mengikat semua leluhurku dan keturunannya hingga saat ini.Aku hanya bisa tersenyum di depan mereka ketika aku sedang berada di warung, yang kini masih berdiri kokoh dengan lampu lima watt nya yang masih menyala terang di tengah-tengah warung. Namun ketika aku sedang berada diluar, aku menjadi orang yang sangat berbeda, orang yang sangat ditakuti oleh para makhluk di Gunung Sepuh. Tentu saja, mereka menganggapku adalah hama, seekor hama yang sering mengganggu ritual-
Tiga sosok makhluk yang tiba-tiba muncul di depan portal yang mereka kirimkan untuk keluargaku rupanya membuat aku bergidik ketakutan.Bagaimana tidak, aura mereka lebih kuat, bahkan dari para makhluk Gunung Sepuh yang pernah aku temui di depan warung. Mereka mungkin saja setara dengan Nyi Laras, atau bahkan lebih tinggi dari itu untuk hal kekuatan.Mereka tidak bisa melukai manusia biasa layaknya santet atau teluh yang seringkali dikirimkan untuk menyiksa manusia yang menjadi targetnya.Namun mereka sengaja di pakai di saat-saat seperti ini, ketika ada dua orang dengan keilmuan yang berbeda bertarung satu sama lain. Mereka sengaja di pakai untuk membuat orang tersebut bertekuk lutut bahkan mungkin kehilangan nyawanya.Mereka tidak mudah untuk dipanggil sehingga tidak semudah itu para dukun memanggil mereka, diperlukan ritual khusus dan tumbal khusus yang harus disiapkan. Beberapa puluh darah ayam cemani yang harganya jutaan setiap satu ekornya di tahun tersebut. Juga beberapa sesajen
Di kontrakan yang berjejer panjang, hiduplah beberapa orang yang menjadi suatu karyawan di beberapa pabrik yang ada di komplek pabrik yang ada di dekat kontrakan tersebut berdiri.Memang wajar, pabrik-pabrik yang berdiri dengan begitu kokohnya, biasanya terdapat banyak sekali kontrakan yang berjejer dibelakang pabrik untuk hidup sementara para karyawan yang tinggal disana.Mereka menjadikan kontrakan itu adalah tempat sementara sebelum nantinya mereka akan pulang ke rumah-rumah mereka ketika libur di akhir pekan. Apalagi, kerja shift yang menuntut mereka mendapatkan jadwal kerja yang tidak menentu, bahkan bisa mendapatkan jadwal kerja malam hingga pagi tiba.Membuat hidup dikontrakan adalah solusi yang pas bagi mereka semua.Kini, salah satu dari karyawan tersebut tampak sedang berjalan ke arah kontrakan dengan kondisi yang lelah dan capek karena shift keduanya yang berlangsung dari jam dua siang hingga jam sepuluh malam. Dia berjalan dengan setengah mengantuk sambil membawa satu buah
Apa yang terjadi denganku, tampaknya membuat Gunung Sepuh semakin riuh. Terutama bagi para makhluk yang seringkali bersinggungan denganku pada saat itu. Semakin lama, semakin banyak makhluk yang berkumpul untuk melihatku di dalam gunung. Mata-mata merah yang menyala dalam kegelapan malam semakin terlihat dengan sangat jelas meskipun dari kejauhan. Mereka menyeringai, tertawa, bahkan mencoba mencemoohku atas apa yang aku lakukan disana. Mereka terlihat sangat heboh seperti sedang melihat pertarungan judi ayam yang sering dilakukan oleh para manusia pada saat itu. Apalagi aku yang kini melawan Buta Langkir tampak sangat kesusahan, dan berusaha sekuat tenaga agar aku bisa menumbangkannya pada saat itu. “Gusti!” Nyi Laras yang masih berdiri di belakang Kala terlihat lebih khawatir dari sebelumnya, dia tahu betul perjanjian antara tuannya dengan Ki Wisesa yang sudah terjadi beberapa puluh tahun yang lalu. Sesuatu yang sangat dijaga oleh tuannya, sebuah perjanjian yang membuat para makhl
Aku yang bisa leluasa bertarung dengan ketiga makhluk yang tadi, rupanya berbanding terbalik dengan Sima. Dia merasa kewalahan ketika menghalau benda-benda pusaka dan asap hitam yang berisi banaspati yang berusaha menyantet orang-orang yang ada di dalam rumah. Menjaga para manusia rupanya lebih sulit dari yang diperkirakan, Sima yang harus menjaga tuannya, dia rela mengorbankan tubuhnya agar para makhluk itu tidak mendekati manusia yang dipercayakan untuk dia jaga. Baju hitamnya yang panjang kini terlihat terbakar, sisa-sisa api berwarna merah yang membekas di bajunya terlihat dengan jelas dari kejauhan. Setengah wajahnya terlihat terbakar hebat, bahkan rambutnya yang putih pun kini menghitam karena luka bakar yang dia derita. Belum lagi luka sayatan dari benda-benda pusaka yang dengan gampangnya bisa menggores tubuhnya karena benda pusaka itu di khususkan untuk bisa melukai para makhluk atas perintah dari manusia yang memerintahnya. Namun, Sima tidak gentar, meskipun dia sudah be
Kembali beberapa waktu yang lalu, dimana matahari sedang terbenam dengan indah melewati cakrawala yang luas di ujung lautan sana.Terlihat, dua orang sedang berhadap-hadapan. Mereka sedang berdebat akan sesuatu yang menyangkut tentang salah satu anaknya yang sudah mereka anggap sebagai anak mereka berdua.“A Uki, sudah hampir sepuluh tahun A Uki tinggal disini, setiap sore menjelang malam A Uki seringkali duduk dan bertapa menghadap laut.”“Apakah A Uki ingin mempelajari lagi keilmuan dari keluarga kita?” Kata Mang Ba'a yang kini menemani sang kakak yang hampir sepuluh tahun menghilang dan menyepi di rumah sang adik yang ada di selatan.“Aku tahu A Uki masih marah, karena aku juga yang mengizinkan Esih untuk menikah dengan Amat.”“Namun, Esih terlihat bahagia sekarang, apalagi malam ini dia akan melahirkan seorang anak, yang secara otomatis akan membuat A Uki menjadi kakek.”“Kali ini aku datang ke A Uki, karena mungkin ada sesuatu yang diluar kendali mereka pada malam ini.”“Dan aku