Mata Rusdi yang tadinya terpejam karena tidak sadarkan diri, secara tiba-tiba terbuka secara perlahan. Dengan rasa sakit yang masih terasa akibat kakinya yang terkilir, membuat dia merenyit kesakitan ketika dia membuka mata.
Cahaya obor dan lampu minyak adalah hal yang dia lihat pertama kali, bersamaan dengan suara-suara gaduh dan suara tertawa yang terdengar jelas oleh kedua telinganya.
Tangannya seperti memegang sesuatu yang bergerak ke sana kemari, kesadarannya masih belum pulih sepenuhnya, namun matanya mencoba melihat ke sekeliling tempat dia tersadar pada malam itu.
Meskipun, sesaat ketika kepalanya melihat ke segala arah, apa yang dia lihat kini tampaknya membuat dia shock kembali.
Rusdi melihat aku, Parman, Darman dan dirinya. Kini duduk bersila di tengah-tengah saung, dan semua tangan kita memegang jelangkung yang menjadi penyebab dari apa yang dia alami sekarang,
Juga, ada satu tangan lagi yang ikut memegang jelangkung tersebut, sebu
Pagi ini satu bab dulu ya Bab 26 nya nanti aga siangan Soalnya masih proses pengecekan vote dan support terus ya, gems dan komentar kalian semua adalah penyemangat bagi saya terima kasih
Sebuah persawahan yang sangat luas, yang seharusnya sangat terlihat sunyi dan gelap ketika malam tiba. Kini mendadak berubah, karena di salah satu sudut persawahan itu, ada satu titik cahaya yang terang di salah satu saung. Salah satu cahaya yang terlihat dari kejauhan, yang menerangi saung dengan orang-orang yang berada di dalamnya. Namun, Seperti ada suatu magnet yang menarik para penghuni malam di persawahan tersebut, mereka terlihat berbondong-bondong datang ke saung tersebut dari segala penjuru. Ada yang terbang dengan tertawanya yang sangat memekakan telinga, bajunya berwarna putih, rambutnya berantakan, bahkan banyak sekali daun-daun kering yang menempel di sela-sela rambutnya. Makhluk itu terbang dan mengelilingi saung tersebut sambil tertawa, dia seperti terpanggil oleh sesuatu. Sesuatu yang membuatnya datang karena penasaran dengan apa yang sedang dilakukan oleh beberapa manusia yang ada di dalam sana. Ada juga makhluk yang m
Banyak yang belum tahu, atau mungkin tidak ingin tahu. Ada peraturan tidak tertulis yang harus ditaati ketika memainkan jelangkung, sebuah permainan yang sakral namun menakutkan. Bahkan bisa membahayakan. Jelangkung tidak boleh dimainkan dengan angka yang ganjil, satu, tiga, lima, tujuh dan kelipatanya. Karena akan mengundang salah satu makhluk yang akan mengikuti permainan tersebut. Dan akan menampakan dirinya kepada semua manusia yang memainkannya. Apabila sudah terlanjur, jelangkung akan dikontrol sepenuhnya oleh makhluk tersebut. Hingga permainan usai. Dan selama permainan berlangsung, akan banyak mengundang para makhluk yang lainnya datang dan menampakan dirinya kepada manusia yang ada di sana. Hanya ada satu cara untuk menyelesaikan permainan itu, yaitu. Mengungkapkan sebuah keinginan kepada makhluk yang ikut bermain jelangkung kepada kita. Dan membiarkan makhluk itu untuk pulang tanpa diantar. Cukup mudah sebenarnya. Namun, apakah berani mengun
Bapak, atau yang sering di panggil Pak Darsa oleh semua warga kampung. dia adalah orang yang sangat pendiam, tidak banyak berbicara ketika beraktifitas. Namun Bapak sangatlah tegas, dan apa yang dia ucapkan harus segera dituruti oleh seluruh anggota keluarga. Bapak jarang sekali tersenyum dalam hidupnya. Seperti ada suatu beban yang dia tanggung dan belum bisa dia lepaskan, hidupnya seakan-akan memikul beban yang sangat berat sehingga dia tidak sanggup untuk tersenyum sama sekali. Namun, dibalik itu. Bapak adalah sesosok orang yang sangat disegani oleh warga Kampung Sepuh, bahkan dipercaya bisa membantu semua permasalahan yang ada sangkut pautnya dengan para makhluk Gunung Sepuh yang menyeramkan itu. Banyak sekali orang yang mencari Bapak, banyak sekali orang yang meminta bantuan Bapak. meskipun, tidak semua dibantu oleh Bapak, ada beberapa orang yang menurutnya layak untuk dia bantu. Hanya dua kali dalam hidupku melihat Bapak kini tersenyum, ketika d
Sebuah kutukan dari leluhur, hanya itu kata-kata yang keluar dari Bapak. Dan itu adalah salah satu alasan Bapak melakukan hal-hal yang seringkali berhubungan dengan Kampung Sepuh sepanjang hidupnya. Aku masih belum tahu apa yang Bapak bicarakan di depan warung, terlalu banyak sesuatu yang tidak bisa aku cerna sekaligus. Semuanya terjadi begitu saja tanpa penjelasan yang jelas. Dan kini, Bapak juga melarangku untuk bisa kerja di kota, selepas ijazah kelulusan diterima olehku beberapa bulan kemudian. “Tapi kenapa Pak, kenapa aku harus menanggung atas apa yang Bapak tanggung? ” “Apakah aku tidak bisa menghindari apa yang sudah terjadi Pak? ” “Meninggalkan Kampung Sepuh, bekerja di kota seperti anak-anak lainnya. ” “Dan pulang membawa uang yang banyak untuk membangun kampung yang terpencil ini Pak. ” “Aku sudah merencanakan itu Pak, dengan Rusdi dan Darman.” “Tapi kenapa aku malah terseret oleh masalah yang muncul secara mendadak i
Pagi menjelang, bersamaan dengan hawa dingin pegunungan yang menusuk kulit. Sinar matahari pagi tampaknya kini malu-malu untuk menampakan sinarnya yang bisa menghangatkan tubuh. Karena, kabut tebal yang turun dari Gunung Sepuh terlihat menutupi kampung dengan warnanya yang putih, disertai dengan hujan kabut yang sangat tipis yang membuat pagi hari terasa lebih dingin dari hari sebelumnya. Namun, cuaca yang dingin ini tidak menyurutkan aktivitas bagi para warga yang beraktifitas. Sudah menjadi rutinitas bagi mereka untuk selalu bersiap-siap ketika pagi menyambut di setiap harinya. Kabut putih itu kini tercampur dengan asap yang keluar dari tungku pembakaran yang keluar dari sela-sela genting dan rumbia dengan aromanya yang khas. Suasana ramai di dapur dengan suara-suara alat masak yang digunakan oleh para warga memasak bekal ketika di sawah atau di ladang. Terlihat pula, para laki-laki keluar dari dalam rumah. Memakai jaket tebal, topi kupluk, juga sar
Kampung Parigi kini tampak sedang ramai, sebuah kampung yang tepat bersebelahan dengan Kampung Sepuh yang aku tempati. Truk-truk pengangkut peralatan dari kota datang silih berganti, dengan muatan yang menumpuk hingga ke atas. Truk tersebut sengaja di datangkan dari jauh, butuh lima hingga delapan jam perjalanan untuk truk tersebut sampai ke tempat itu. Sebuah tempat yang nantinya akan menjadi pusat keramaian di Kampung Parigi dalam beberapa hari. Tiang-tiang besi mereka turunkan satu-persatu, dan di susun sedemikian rupa sehingga menjadi panggung yang agak luas di dekat Kantor Kepala Desa di Kampung Parigi itu. Belum lagi beberapa genset dengan persediaan solar yang banyak, yang akan dipakai untuk menyalakan listrik dan keperluan acara sepanjang malam. Hari ini, adalah hari yang membahagiakan bagi temanku. Dia adalah salah satu anak dari orang paling terpandang di Kampung Parigi, seorang anak dari kepala desa yang dipegang turun temurun oleh keluarganya.
Sepi, itulah sebuah kata yang aku pikirkan sekarang. Hanya semilir angin yang berhembus kencang ke arah kampung dari Gunung Sepuh yang menemani soreku sekarang. Semua warga di Kampung Sepuh kini menghilang, tua, muda, kakek, nenek, anak kecil, dewasa. Semuanya berangkat ke Kampung Parigi dengan truk yang sengaja mereka sewa secara patungan. Meskipun ada jalan sawah yang membentang hingga ke Kampung Parigi. Namun warga lebih memilih untuk naik truk sebagai alat transportasi yang mereka gunakan untuk ke Kampung Parigi, tidak ada angkutan lain selain truk tersebut, tidak ada angkutan kota seperti di kota besar yang melewati kampung ini. Hanya ada sebuah mobil elf saja yang melewati jalanan provinsi yang masih berbatu dan terjal. Dan untuk sampai ke jalan provinsi itu, para warga harus menempuh satu jam perjalanan dengan berjalan kaki melewati kebun teh yang membentang luas hingga sampai ke jalanan provinsi. Aku kini hanya duduk di depan warung, melihat ke arah k
Malam semakin larut di Kampung Sepuh yang sangat sunyi dan sepi ini, semuanya gelap gulita. Yang ada hanyalah tiga buah lampu minyak yang di tempel di dalam warung dan di depan warung, sinarnya yang berwarna kuning kemerah-merahan membuat suasana semakin sunyi dan sepi pada malam itu. Tidak ada satu pun warga kampung yang kini tidur di dalam rumah-rumah mereka pada malam ini, karena semuanya berangkat ke kampung sebelah untuk menghadiri acara hajatan dengan berbagai pertunjukan yang digelar sepanjang malam. Samar-samar terdengar sebuah gamelan dan calung untuk pengiring pertunjukan yang terdengar olehku, suara yang terdengar sangat jauh hingga sampai ke Kampung Sepuh. Mencoba menarik semua masyarakat dengan suaranya yang khas, agar datang dan menonton pertunjukan itu sepanjang malam. Aku kini sedang membuka tutup dari termos air panas di ruangan belakang. Sebuah ruangan yang menjadi gudang sekaligus dapur dan kamar mandi kecil untuk mencuci mangkuk dan gelas-