Share

Bab Gratis

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-17 01:12:22

Alana melayangkan tatapan nyalang ke arah kakeknya. "Apa maksudnya semuanya, Kek! Aku terima saat perjodohan diputuskan dan tidak dilanjutkan, tapi jujur saja ... aku bingung sama ucapannya Darren. Kapan mereka menikah? Kenapa aku nggak tahu?!"

Deru napasnya naik turun, membuat Nadia khawatir akan terjadi kekacauan lagi saat semuanya terbongkar.

"Pernikahan itu seharusnya disaksikan oleh semua anggota keluarga, kecuali memang orangnya hidup sebatang kara." Alana memicingkan mata, menatap penuh amarah ke arah Nadia. "Nadia memang sebatang kara, aku paham itu. Tapi 'kan Darren masih punya keluarga, Kek. Nggak sopan banget main nikah-nikah kayak gitu!"

Alana kecewa, sakit hati dan hancur menjadi satu saat kesempatan merebut cintanya Darren sudah tertutup. Pria idamannya sudah menikah, tidak akan ada lagi celah untuk meraih perhatian.

Alana sudah terlanjur mencintai Darren, dia berambisi memiliki Darren. Namun, dengan lancangnya Nadia merebut Darren menggunakan cara ini. Dia tidak terima, dia masih ingin merebut perhatian Daren dengan apapun caranya.

"Belum tentu keluarga yang lain menyetujui pernikahan ini, Kek. Bagaimana kalau banyak yang nggak setuju? Apa mereka akan dipaksa bercerai?!"

"Kamu ngomong apa, sih, Alana! Pernikahan itu sah di mata agama, dan hanya tinggal mengesahkan secara negara. Kamu jangan ngomong macam-macam, kamu nggak paham apapun pasal pernikahan!" sanggah Brata.

Nadia menundukkan kepala mendengar ucapan Alana, takut hal itu benar-benar terjadi.

Bisa saja ada anggota keluarga yang tidak menyukainya untuk menjadi istri Darren. Meskipun dia yakin Darren dan Brata akan melindunginya, tetapi tidak dapat dibohongi kalau ketakutan-ketakutan itu selalu ada.

"Mereka menikah di rumah sakit, saat itu ayahnya Nadia kritis. Ayahnya berpesan agar putrinya menikah hari itu juga, jadi Darren memutuskan untuk melakukan akad nikah di dalam ICU. Kakek sendiri yang menjadi saksi, pernikahan mereka saat itu sah," tutur Brata.

Alana tertawa sumbang, menatap remeh ke arah pasangan pengantin baru itu. "Oh ... nikah dadakan? Apa menurut kalian pernikahan yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat itu, bisa bertahan lama? Biasanya, sih, apa yang terjadi secepat kilat, juga akan cepat berakhir."

"Alana! Jangan memancing." Brata mengangkat tangan ke udara, meminta Darren untuk tidak memarahi Alana. "Kakek nggak mau kamu diusir lagi, mulutmu dijaga biar nggak ngomong sembarangan!"

Gadis dalam balutan dress biru selutut itu hanya mengangguk, tangannya mengambil piring dan lantas menyendokkan beberapa menu ke atas piringnya.

"Baiklah, aku akan diam dan menuruti semua ucapan Kakek. Anggap saja ... aku ikut makan siang ini karena merayakan pernikahan kalian. Semoga langgeng dan nggak hanya untuk gimmick, kasihan sekali penghulunya sudah susah-susah menikahkan, tapi Darren hanya melakukan itu demi menuruti keinginan terakhir orang yang akan meninggal," sindir Alana.

Darren hendak menjawab, tetapi Nadia mencengkram lembut lengannya yang membuatnya urung mengeluarkan suara.

Pria itu menatap ke arah istrinya, hanya didapati senyuman tipis. Seolah Nadia memintanya untuk tidak terpancing, meskipun kekesalan sudah meminta untuk segera dilampiaskan.

"Ayo ikut Kakek!" Brata menarik tangan Alana untuk mengikutinya, perawat langsung sigap mengekor di belakang pria senja itu guna memastikan keadaannya.

Khawatir tidak bisa mengendalikan amarah, itu tidak akan baik untuk tekanan darah.

Alana sempat menolak, tetapi Brata mengancam akan membocorkan tentang kejahatannya saat berniat mencelakai Nadia yang menumpang di mobil Ara.

Alana takut kedua orang tuanya kecewa, akhirnya menuruti langkah pria senja itu yang menuju ke arah dapur.

"Mereka mau ke mana, Kak?" tanya Nadia.

"Biarkan saja, Alana sedang dimarahi Kakek. Itu lebih baik daripada dia ngoceh terus di sini. Bikin telingaku panas, makan juga nggak selera kalau dengerin suaranya Alana," ucap Darren.

Nadia menatap kosong ke depan, jujur saja ucapan Alana tadi menyentil perasaannya.

Dia tidak pernah tahu seperti apa perasaan Darren yang sebenarnya, apakah cinta itu memang tulus? Atau hanya sekadar mengikuti permintaan terakhir orang yang akan meninggal?

Nadia melirik suaminya yang makan dengan lahap, seolah tidak peduli dengan ucapan Alana.

"Apa semuanya tulus, Kak? Kalau melihat perhatianmu, aku memang merasa dimanjakan. Tapi kamu move on begitu cepat. Aku nggak tahu apakah namaku benar-benar ada di dalam hatimu?" batin Nadia.

Hatinya sangat perasa, apa yang orang ucapkan langsung membekas dan membuat pikirannya terbelah.

Terlalu banyak melamun, tidak terasa makanan di piring Darren sudah habis. Pria itu menatap istrinya, detik berikutnya keningnya mengerut melihat makanan Nadia masih utuh.

"Kamu nggak makan?" tanya Darren yang membuat Nadia gelagapan.

Nadia bingung harus menjawab apa, takut membuat Darren kepikiran kalau mengatakan yang sebenarnya.

"Kenapa? Apa makanannya nggak cocok?" Nadia langsung mengangguk saat Darren mempertanyakan hal itu, meskipun sejujurnya semua makanan yang tersaji siang ini enak-enak.

Darren mengulum senyum sambil mengelus lembut pucuk kepala Nadia. "Ya sudah, nanti kita beli makanan saja saat perjalanan pulang ke rumah. Makanan Kakek memang seperti ini, kebanyakan rasanya kayak makanan rumah sakit. Lebih banyak rempah, dan menghindari garam."

"Iya, Kak," jawab gadis itu, singkat.

Nadia masih menahan agar Darren tidak tahu kegalauannya. Dia tidak mau membebani, karena beban yang harus dipikul suamimu sudah banyak.

Tidak lama kemudian, Brata datang dari arah dapur. Nadia melihat dari kejauhan wajah senja itu tampak memberengut, tetapi secepat mungkin dua sudut bibir keriput itu menyunggingkan senyum hangat saat sudah sampai di meja makan.

"Maaf, ya. Tadi Kakek minta Alana makan di dapur, sekalian nyicipin asinan buatan maid. Mamanya suka sekali asinan, dan hanya mau asinan dari rumah ini. Seperti Kakek yang hanya mau bebek peking masakan mamanya Alana," jelas Brata.

Darren langsung mengiyakan. Sementara Nadia yang tahu ini semua hanya skenario Kakeknya, turut mengangguk saja agar semuanya cepat selesai.

Nadia ingin segera pulang dari kediaman megah ini, tubuhnya mendadak lemas memikirkan ucapan Alana tadi. Meskipun sudah berusaha diusir, tetapi nyatanya masih terus terngiang-ngiang.

"Ya Tuhan ... Alana benar-benar mau menghancurkan mentalku. Aku jadi kepikiran terus. Tolong lindungi pernikahanku, Tuhan ...," batin Nadia.

Kepalanya melongok ke arah dapur, khawatir tiba-tiba Alana kembali muncul dan merusak suasana hatinya.

Perasaannya masih sangat sensitif setelah ditinggalkan ayahnya, terkadang hal kecil saja bisa membuatnya tidak nyaman. Apalagi sekarang? Jantungnya langsung berdebar kencang, bahkan dia merasakan tangannya dingin.

"Kakek minta maaf atas ucapan Alana tadi, Sayang. Nggak usah dipikirkan, anaknya memang ngawur. Dia nggak pernah ditegur sama orang tuanya, dan selalu dididik berani mengutarakan pendapat. Nggak semuanya berdampak positif, kadang argumennya memang menyakitkan," tutur Brata yang merasa tidak enak kepada Nadia.

Nadia hanya menjawab dengan menganggukkan kepala. Dia tahu, kakeknya juga tidak bisa menahan kedatangan Alana ke rumah ini.

Dia paham, semua orang bebas berargumen dan dia tidak bisa menahan mulut orang untuk berkomentar apa tentangnya.

"Nggak papa, aku pasti kuat! Lama-lama juga akan lupa, meskipun ... sekarang masih sakit hati banget," batinnya lagi, berusaha menguatkan diri.

****

[Bab ini sebagai permintaan maaf karena bab sebelumnya sangat mengecewakan. Saya tidak sempat mengedit, waktu mengetik saya sangat mepet. Jujur, saya menghindari libur, Dear, jadi langsung saya up begitu saja. Mohon maaf yang sebesar-besarnya sudah mengecewakan kalian semua.

Sabtu dan minggu hari libur, kemungkinan revisi akan disetujui hari senin. Kalau teman-teman sudah terlanjur membukanya, sekali lagi saya menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya karena koin kalian terbuang untuk membuka bab penuh typo.

Saya sadar kesalahan saya, dan saya harap bab ini bisa sedikit menebus kesalahan saya. Terima kasih banyak atas pengertiannya. 🙏🙏]

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status