Home / Romansa / Kamu Akan Miskin, Mas! / Misi Satu Selesai

Share

Misi Satu Selesai

Author: Rahma La
last update Last Updated: 2021-09-03 13:37:42

"Nina, aku minta uang."

Pandanganku teralih ke Mas Reno. Dia menatapku berharap. Namun terlihat juga tidak peduli. Seolah tidak ingat dia yang harusnya memberikanku uang.

Untuk semua pendapatan, aku yang memegang. Yang menguasai aku. Mas Reno tidak ada apa-apanya kalau itu. 

Aku diam sejenak. Kemudian mengangguk-anggukkan kepala. Ini akan menjadi ide yang menarik sekali. Mas Reno pasti tidak akan percaya melihatnya.

Dengan cepat, aku mengeluarkan dompet. Mengambil uang pecahan koin. Kemudian memberikannya pada manusia tidak tau diri itu. 

"Eh? Kamu bercanda, ya? Kenapa dikasih uang kayak gini? Aduh Nina, aku serius. Lagi butuh banget. Mama sama Rini lagi pengen makan pizza." Mas Reno terlihat kesal sekali melihat uang yang aku berikan. 

Memangnya aku peduli? Aku mengabaikan Mas Reno. Memilih untuk sibuk dengan mengurus Raja. Biarkan dia berkoar sendiri. 

"Kamu dengar gak, sih? Dari kemarin kayak gini. Sekarang juga kayak gini? Kemasukan apa?" 

Mas Reno memaksaku menatapnya. Oke, sepertinya dia menantang. Aku menatap matanya dalam-dalam. 

"Bilang kalau aku ada salah. Jangan diam aja. Ini koin, permen aja gak dapat, Nina."

Lalu kalau aku bilang, apakah semuanya akan baik-baik saja? Apakah aku akan didengar? Ah, itu sangat percuma. Aku hanya diam, masih menatapnya, tapi tidak mengatakan apa pun. 

Suamiku itu menimang uang di tangan. Terdengar dia menghela napas, melepaskan tangannya dari lengan, kemudian pergi dari hadapanku.

"Memangnya, kamu saja yang bisa seperti itu? Aku bisa, Mas. Lebih dari itu."

***

"Nina, apa maksud kamu ngasih uang recehan, hah?! Nganggap kami ini sebagai anak kecil di jalanan? Menantu gak benar ini." 

Mama Mas Reno terlihat marah, dia berkaca pinggang di hadapanku. Wajahnya terlihat memerah, sepertinya dia tersinggung sekali.

Ah, aku tidak peduli sama sekali. Mama Mas Reno sampai menghampiriku dengan wajah marahnya. 

Aku menatap Raja. Mencubit pipinya, seolah tidak menganggap Mama di sebelahku. 

"Aduh, mendingan kamu gak punya anak kalau begini. Cuma bisa diam kayak patung. Capek ngomong sama kamu. Sini dompet kamu."

"Mau ngapain?" tanyaku pelan. 

"Mau ambil uang. Kenapa? Gak boleh? Uang dari suami aja belagu banget."

Sungguh, itu fakta yang diputarbalikkan. Aku memalingkan wajah. Sangat tidak peduli. 

Tanpa peduli, aku keluar kamar. Mas Reno sampai menoleh. Adiknya yang juga tidak tahu diri itu ikut menoleh. 

"Ayolah, Nina. Berikan dompet kamu. Jadi menantu pelit banget sama mertua sendiri."

"Udahlah, Ma. Kita makan apa aja yang ada di rumah ini. Mungkin si Nina lagi gak mau ngomong."

Ah, mereka sepertinya akan tersiksa kalau aku begini terus. Diam-diam, aku tersenyum. Kemudian duduk di sofa, cukup jauh dari Mas Reno. 

Mama mertuaku berdecak. Dia masih menatap ke Mas Reno yang tidak peduli. Dia menikmati keripik singkong beberapa waktu laku. Sepertinya sudah melempam. 

"Duh, jadi menantu gak bisa diandalkan sama sekali. Capek."

Cukup lama terdiam. Aku menyalakan televisi. 

"Sini bayinya aku yang gendong. Kamu buatin teh untuk Mama sama Rini. Kalau aku yang buatin, bisa dibuang."

Aku terdiam. Beberapa detik, aku baru beranjak. Memberikan bayiku pada Mas Reno. Itu pertama kalinya dia menggendong bayi kami. 

Tanpa bicara apa pun, aku masuk ke dalam dapur. Setelah memasak air, aku menyeduh teh. Sebelum kembali ke ruang keluarga, aku tersenyum. 

"Itu udah." 

Mas Reno mengangguk. Dia melangkah ke dapur dengan senang hati. Aku membuatkan tiga teh tadi. 

Ini sudah malam sekali. Aku melangkah ke kamar, sementara Mas Reno, Mama, juga si Rini menikmati teh buatanku. 

Ponselku berdering. Tanpa melihat namanya, aku langsung mengangkat. 

"Misi satu selesai. Kamu harus lihat apa yang bakalan terjadi besok."

"Kerja bagus. Makasih."

Aku mematikan telepon. Hampir setengah jam, aku keluar dari kamar. Mas Reno belum kembali. Sejak kemarin, kami tidur dengan punggung berhadapan. 

"Aduh, Ma! Gantian, dong!"

"Sabar! Perut Mama masih sakit."

Sementara kamar mandi yang lain dipakai oleh Mas Reno. Pandanganku terhenti ke tiga gelas yang sudah habis di atas meja. 

"Bagaimana tehnya?" gumamku dengan senyum miring. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Mantap nin itu baru permulaan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kamu Akan Miskin, Mas!   Memusnahkan Wanita Licik Itu!

    "Eh?! Bantu untuk memusnahkan wanita itu? Menyingkirkan nya?" Jujur saja, aku kaget sekali mendnegar permintaan wanita itu, aku kira dia akan minta sesuatu yang besar, harta misal nya. Nah ini kenapa malah aneh dan berbeda? Dia malah meminta bantuan aku untuk memusnahkan wanita itu. "Ya, kamu gak salah dengar. Aku minta bantuan kamu untuk memusnahkan wanita itu. Ada yang salah dari permintaan aku?" Memang gak ada yang salah, tapi benar-benar aneh. Kenapa dia tiba-tiba mendadak minta memusnahkan wanita itu? Memang nya dia ada hubungan apa dengan si Ayunda itu?"Ada apa memang nya? Pasti ada yang terjadi dengan wanita itu berhubungan dengan kamu, kan?"Dia akhir nya menganggukkan kepala. "Wanita itu yang membunuh suamiku."Kali ini, aku benar-benar terdiam. Membunuh suami nya? Wanita bernama Ayunda itu? Sungguh, aku tidak menyangka sih. Aku kira dia tidak akan bilang begini, eh malah meminta yang lain. Aku mengembuksan napas pelan, ternyata dia malah ingin memintaku membantu nya un

  • Kamu Akan Miskin, Mas!   Terbongkarnya Rahasia

    "Ada apa?" tanya nya sambil tertawa. "Kamu pasti kaget ketika melihat aku."Kayak nya aku salah orang deh. Gak mungkin kalau dia kan? Masa iya wanita yang mengajakku untuk bertemu adalah wanita ini sih?"Kayak nya aku salah orang deh, permisi ya." Aku tidak ingin menanggapi perkataan nya. "Iya ini aku, wanita yang mengajak kamu untuk bertemu. Kamu lagi gak salah orang kok."Aku terdiam, berusaha untuk mencerna semua ini Wanita itu adalah sepupu nya Mas Fajar yang tidak menyukai aku. Ya, sejak dulu bahkan dia tidak menyukai hubungan aku dan juga Mas Fajar. "Kamu mau bermain-main apa lagi denganku? Gak puas dengan kejadian dulu?" Aku jadi tambah kesal dengan wanita ini. "Ah oh ya? Kejadian masa lalu ya? Kamu masih ingat rupa nya." Dia tertawa pelan. Tentu saja aku masih ingat, kapan aku tidak ingat dengan ini semua? Apa lagi dia memang menyebalkan di masa lalu kami. Aku mengembuksan napas pelan, rasa nya enggan untuk mengingat nya kembali. "Sudah lah, lupakan saja dulu tentang masa

  • Kamu Akan Miskin, Mas!   Wanita itu adalah—

    Oh ya? Apa kah aku bisa mempercayai pesan ini? Apa kah aku harus menemui wanita ini nanti malam? Hmm, mungkin menarik sih, nanti saja lah aku pikir kan. Mungkin saja aku akan datang ke sana nanti, tetapi aku juga tidak bisa gegabah mengambil keputusan. "Kamu kenapa bengong sayang? Itu pesan dari siapa?" tanya Mama nya Mas Fajar membuatku menoleh. "Eh?! Ini? Enggak, bukan dari pesan siapa pun kok, Ma. Mama tadi ditelepon sama Mas Fajar?" tanyaku pelan. Mama nya Mas Fajar menggelengkan kepala. Dia seperti nya tidak tau dari anak nya langsung. "Mama kamu tadi menghubungi Mama. Mama sama sekali gak tau tentang penyakit anak itu. Padahal harus nya Mama juga ikutan tau loh." "Sama Ma, mereka menyembunyikan semua nya dari Nina. Jadi nya, Nina juga gak tau. Mau menghubungi Mama juga kayak mana, gak ada informasi yang aku dapatkan." "Emm kayak gitu ya? Nanti Mama paksa saja dia bicara yang sejujur nya, atau sekalian kita temui dokter nya. Enak aja sakit tapi gak bilang ke Mama." Mama Ma

  • Kamu Akan Miskin, Mas!   Keributan

    "Ya ampun, aku gak bermaksud kayak gitu, Sayang. Aku gak maksud." Mas Fajar tampak memohon. "Sudah lah, wanita keras kepala kayak gitu gak usah diurusin. Kasihan sama kesehatan kamu." Wanita itu akhir nya kembali lagi ikut dalam pembicaraan kami. Aku meremas pakaianku sendiri, berusaha untuk meredam emosi, jangan sampai aku menjambak wanita itu di sini. Sudah seperti pelakor dia, mana gak punya malu lagi. "Aku pergi ya, Mas. Mau pulang, lelah sekali kayak nya." Aku akhirnya mengalah. Ya sudah lah, biarkan saja apa yang mas Fajar lakukan di sini. Wajah Mas Fajar tampak sekali merasa bersalah. Sudah lah, aku sudah tidak mau lagi membahas apa pun pada Mas Fajar. Entah lah, aku sudah muak melihat nya. Banyak sekali janji Mas Fajar, tetapi tidak pernah dia tepati. Sudah lah, aku sudah paham dengan apa yang dia lakukan, dia juga tidak pernah memikirkan aku lagi sekarang. "Semoga cepat sembuh, Mas. Kalau ada apa-apa langsung telepon aku aja, tadi ponsel kamu mati, aku gak bisa hubungi

  • Kamu Akan Miskin, Mas!   Terbongkar?!

    "Iya, mereka sedang ke rumah sakit, Bu. Sebentar saja kata nya tadi, tapi sampai sekarang belum kembali juga."Astaga, apa yang keluargaku lakukan sih? Kenapa mereka tidak menghubungi aku sama sekali soal ini? Aku jadi tambah kesal. Aku tau sekali kalau mereka tidak menghubungi aku sama sekali. Kalau sudah, ponselku pasti berdering sejak tadi, tetapi ini tidak ada. Haduh, aku tidak paham dengan apa yang mereka pikir kan. "Bibi tau di mana rumah sakit nya? Atau rumah sakit keluarga kita biasa? Atau bibi tau sesuatu gitu?" tanyaku panik. "Enggak, Nyonya. Saya gak tau sama sekali rumah sakit nya dimana. Soal nya gak ngasih tau ke saya."Haduh, sudah lah. Aku buru-buru mengambil ponsel, berusaha untuk menghubungi Mas Fajar, nomor telepon nya tidak aktif. Aku mengembuskan napas kesal, menghubungi Mama. Terdengar nada sambung, aku harap-harap cemas. Berharap Mama mau mengangkat telepon dari aku. "Ya ampun, pada kemana sih gak ada yang mau ngangkat telepon aku." Aku bergumam kesal. Di s

  • Kamu Akan Miskin, Mas!   Wanita yang Berhubungan dengan Mas Fajar

    "Wah, Mas Fajar gak beres lagi ini mah." Aku menggelengkan kepala, kesal sekali dengan perkataan Mas Fajar tadi. Apa kah dia tidak bisa berpikir kalau aku tidak suka dia menyembunyikan sesuatu dari aku, hah?! Kenapa sih selalu saja menganggap enteng semua nya?Memang nya Mas Fajar tidak lagi menganggap aku sebagai istrinya? Atau bagaimana ini? Aku gak paham sama sekali dengan apa yang dia lakukan. "Mama udah gak tau lagi harus kayak mana. Istri kamu semakin hari semakin curiga sama kamu. Mama mungkin bisa halangin dia sekarang, tapi kalau nanti? Mama gak tau bisa atau enggak." Terdengar suara Mamaku yang frustasi. "Sama, Mbak pasti curiga sama aku terus. Aku udah capek buat bohong, Mas gak bisa jujur saja sama Mbak? Lagi pula, Mbak gak akan marah kok."Apa sih yang mereka pikir kan? Apa kah mereka tidak kasihan padaku karena terus saja menebak-nebak apa yang mereka sembunyikan, hah?! "Maka nya itu, Mas gak mau nambahin beban Mbak kamu, meskipun Mas tau kalau dia gak akan marah. Ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status