Harison merasa muak, lalu melangkah lebar-lebar menghindari Alina. Saat gadis itu menarik ujung bajunya, dia mengentakkan tangan dengan keras, tanpa ragu sedikit pun."Kak Harison!"Mengabaikan tangisan Alina dari belakang, Harison berjalan menuju vila tanpa menoleh.Begitu masuk, dia melihat Cecilia baru saja memilih sebotol anggur merah dari rak. Saat pandangan mereka bertemu, sorot dingin di mata Harison membuat Cecilia tertegun sesaat."Cepat sekali selesainya?" tanya Cecilia."Ya, nggak ada yang perlu dibicarakan. Aku sudah janji padamu akan menjaga jarak dengannya, dan aku akan berusaha menepatinya."Di dalam ruangan yang sudah dihangatkan, Harison melepas mantel dan melonggarkan dasinya sambil berkata santai, "Aku nggak minum. Nanti aku antar kamu pulang.""Sudah malam, aku nggak usah pulang, ya."Cecilia membawa anggur merah dan gelas ke sisi Harison. "Kelihatannya suasana hatimu kurang baik. Aku temani kamu minum dua gelas."Harison melirik anggur merah itu, lalu ragu-ragu ber
Di rumah?Wajah Alina makin pucat. Ternyata rumor itu memang benar. Keluarga Gandhi memang berniat menjalin pernikahan politik dengan Keluarga Remona."Kak Harison, apa kamu benar-benar ingin bersamanya?" Mata Alina berkaca-kaca saat menatap Harison. "Kamu sendiri yang bilang padaku, kamu nggak akan menerima pengaturan dari Bibi Janet.""Urusanku bukan urusanmu." Mata Harison berubah muram. "Mulai sekarang jangan muncul lagi di hadapanku. Aku nggak mau melihatmu.""Kak Harison, kamu nggak boleh begitu padaku!"Alina menahan sakit di lututnya, bangkit dan berjalan ke arah Harison, berusaha meraih tangannya. Namun, dia hanya meraih angin, dan hampir terjatuh lagi.Harison menatapnya dingin. "Kamu belum cukup menyakitiku? Alina, menjauhlah dariku.""Nggak! Aku nggak pernah ingin menyakitimu! Aku juga dijebak! Itu semua ulah Nathan. Dia ingin membantu Alyana membalas dendam padaku, aku ... kita berdua dijerat oleh rencananya!"Alina menangis sambil mendekat, tetapi Harison mundur tanpa bel
Malam pun tiba. Di pantai menyala api unggun kecil yang hangat dan terang.Alyana langsung duduk di atas pasir, mengangkat kamera dan memotret beberapa gambar, lalu membolak-balik hasilnya saat sebuah sosis bakar muncul di depan matanya."Kak, jangan motret terus, makan dulu nih."Andreas duduk di samping Alyana, penasaran melihat kamera di tangannya. "Beberapa hari lalu aku lihat satu set foto viral di internet, itu kamu yang motret 'kan?""Aku juga bantu repost lho, kamu tahu nggak?""Ya?" Alyana tersenyum, "Yang repost banyak banget, aku sampai nggak tahu kalau kamu juga termasuk."" ... "Andreas terdiam, agak sakit hati, tetapi masih bisa dimaklumi."Kak, aku sudah bilang kamu tuh memang berbakat fotografi. Asal kamu mau mulai motret lagi, cepat atau lambat kamu pasti jadi fotografer besar. Nanti orang-orang sampai antre minta kamu motretin!""Nanti kalau kamu sembuh, aku yang pertama jadi model kamu. Aku juga bakal bantu promosikan kamu di internet!"Alyana tidak menanggapi langs
"Paman, aku ini keponakan kandungmu lho, masa segitu pun nggak dikasih sambutan khusus?""Kalau aku yang jemput di bandara, pasti aku sudah..."Sebuah puding kelapa didorong ke depan wajah Andreas.Alyana menahan tawa. "Nggak ada papan bunga, tapi ada makanan, boleh nggak?"Andreas menerima puding kelapa itu, pura-pura serius. "Kalian masih punya hati juga rupanya, ingat untuk bawa makanan buat aku. Walau agak seadanya, tapi mending daripada nggak ada.""Kalau nggak suka, kembalikan saja."Alyana berpura-pura akan mengambil kembali, Andreas buru-buru menghindar. "Sudah dikasih, masa bisa diambil lagi? Aku cuma ngomong, nggak boleh?"Selesai bicara, dia langsung membuka tutupnya, menyendok satu sendok besar dan menyuapkannya ke mulut. "Aku makan, nih!"Alyana tertawa geli. "Makan saja, nggak ada yang rebut kok."Setelah makan beberapa sendok, Andreas tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata sambil mengunyah, "Kak, kamu tahu nggak? Kayaknya Harison sekarang jadian sama Cecilia.""Aku denga
"Aku bersedia."Cecilia mengangguk, matanya penuh dengan kegembiraan yang tidak bisa disembunyikan. "Harison, selama kamu mau kembali, aku akan selalu menunggumu."Mata Harison sekilas memancarkan rasa puas. Dia tahu pesonanya masih ada, membujuk Cecilia masih mudah baginya."Lia, terima kasih karena masih mau percaya padaku.""Nggak perlu berterima kasih."Cecilia langsung memeluk Harison tanpa menyadari bahwa tubuh pria itu agak menegang."Nanti setelah aku pulang, aku akan bilang ke ibuku, biar dia ikut aku menemui Kakek Rekasa untuk membujuknya. Di sini begitu dingin, mana mungkin aku biarkan kamu merayakan tahun baru sendirian di sini?""Walau Kakek Rekasa marah, dia pasti tetap akan memberi wajah pada Keluarga Remona. Dia pasti akan mengizinkan kamu turun gunung."Mendengar itu, Harison dengan enggan mengangkat tangan dan memeluk Cecilia. "Kamu sudah melakukan begitu banyak untukku, bagaimana aku bisa membalasnya?""Aku sudah bilang, nggak perlu berterima kasih."Cecilia menatap
...Di sisi lain, Cecilia tidak kunjung mendapat balasan dari Alyana. Akhirnya, dia meletakkan ponsel dan menoleh ke luar jendela.Saat mengirim pesan ke Alyana tadi, dia sudah berada di depan aula leluhur Keluarga Gandhi.Begitu sampai di gerbang, dia mulai ragu apakah harus masuk. Karena tidak bisa memutuskan, dia pun mencoba menghubungi Alyana.Namun, Alyana tidak memberi saran apa pun.Dia tahu pertanyaannya membuat Alyana kehabisan kata, dan sadar bahwa tindakannya memang memalukan.Namun, dia sudah sampai di sini, apa dia harus pulang begitu saja?Cecilia enggan menyerah.Dia mengepalkan tangan diam-diam, seperti menguatkan tekad besar, lalu melepas sabuk pengaman dan turun dari mobil, lalu berjalan menuju aula leluhur Keluarga Gandhi.Mendengar suara langkah kaki, Harison mengira Janet datang lagi. Tanpa menoleh, dia berkata dengan kesal, "Bu, bukannya sudah kubilang jangan terus datang ke sini? Jalan basah itu licin, berbahaya.""Ini aku."Nada suara Cecilia sangat pelan, terde