Alyana mengalihkan pandangan, dengan suara lesu menjawab, "Bicarakan nanti saja.Alyana merasa tidak enak ketika terus-menerus dikendalikan orang lain seperti ini.Seolah-olah dia tidak pernah bisa lepas dari genggaman Nathan. Bahkan soal panti jompo, dia pun membaca langkah Alyana lebih dulu.Di matanya, Alyana bagaikan transparan.Namun, dia sendiri?Alyana sampai sekarang masih belum bisa membaca isi hatinya.…Keesokan harinya.Janet mengantar Cecilia ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Cecilia masuk ke ruang pemeriksaan lewat jalur VIP, sementara Janet menunggu di ruang tunggu.Dia sedang bosan memandangi sekeliling, tiba-tiba dia melihat sosok yang dikenalnya keluar dari ruang lain.Melihat orang itu hampir berbalik, Janet buru-buru bersembunyi di sudut sambil menatap sosok itu menjauh. Dia bertanya-tanya, apa yang dilakukan Alina di poli kebidanan?Rasa penasaran membuatnya bergerak.Janet segera berlari masuk ke ruang pemeriksaan itu, "Dokter, tadi Bu Alina lupa menanyakan apa ad
Mendengar suara itu, Alyana menoleh dan melihat Janet berdiri tidak jauh dengan tangan terlipat di dada. Di sampingnya, juga berdiri Cecilia.Wajah Alyana berubah muram seketika. Meskipun dia sudah tahu kalau datang ke Keluarga Gandhi pasti akan bertemu orang yang menyebalkan, tetapi ketika benar-benar bertemu, dia selalu saja merasa sial."Oh, Tuan Nathan juga ada ya?" tanya Janet.Janet melihat Nathan, suaranya langsung berubah manis dan penuh sanjungan. Dia berkata, "Tuan Nathan benar-benar perhatian, seringkali datang mengunjungi Kakek. Kakek memang beruntung punya dia."Nathan tidak peduli, dia malah bertanya pelan ke Alyana, "Mau pulang bersama?""Ya," jawab Alyana.Alyana mengangguk, dia berniat pulang dulu untuk menanyakan soal pengaturan panti jompo.Setelah urusan Rekasa selesai, baru dia akan menjaga jarak dengan Nathan."Tuan Nathan," panggil Janet.Janet sengaja meninggikan suaranya saat berkata, "Dengar-dengar kamu mau menikah dengan putri kecil dari Keluarga Haron, sungg
Alyana menghela napas pelan, entah dari mana datangnya kegelisahan yang mengusik hatinya.…Sore itu, setelah menyelesaikan semua urusan, Alyana mengambil kunci mobil dan bersiap pergi ke rumah Keluarga Gandhi.Ketika mobil melaju memasuki halaman besar Keluarga Gandhi, dia melihat sebuah Maybach yang sangat dikenalnya. Namun sayangnya, dia sudah terlambat untuk memutar balik.Kepala pelayan tua berjalan menghampiri mobil dan membukakan pintu untuk menyambut Alyana. "Hari ini ramai sekali, Tuan Besar Rekasa pasti sangat senang. Tuan Nathan juga sedang ada di dalam kamar," ucap kepala pelayan."Ya," jawab Alyana pelan.Alyana pasrah, seandainya dia tahu Nathan juga akan datang, seharusnya dia tunda sehari.Kepala pelayan melanjutkan, "Selama tiga tahun terakhir, Tuan Nathan cukup sering datang ke rumah Keluarga Gandhi. Tuan Besar Rekasa bahkan bilang dia lebih dekat dengan Tuan Nathan daripada anak-anaknya yang lain." "Bu Alyana, Tuan Besar Rekasa paling suka kalian berdua.""Kalau kal
Alyana melangkah masuk ke kantor, lalu menoleh ke asistennya dan berkata, "Kamu keluar dulu, aku mau istirahat sebentar.""Baik," ujar asisten.Asisten itu berbalik membuka pintu, tetapi dia terkejut saat bertemu Nathan yang berdiri di depan. "Tu ... Tuan Nathan," seru asisten.Mendengar itu, Alyana mengangkat mata dan bertanya, "Kenapa kamu ikut masuk juga?""Aku bilang ada yang mau kubicarakan, kenapa kamu lari begitu saja?" tanya Nathan.Nathan mengitari asisten itu lalu melangkah masuk ke dalam ruangan. Asisten paham maksudnya dan diam-diam keluar, memberi ruang bagi keduanya untuk bicara berdua.Melihat Nathan mendekat, Alyana sedikit mengerutkan kening dan bertanya, "Kamu tinggalkan Bu Firly begitu saja?""Dia akan menunggu di sana," jawab Nathan.Nathan kemudian mengganti topik pembicaraan, "Aku mau bicara soal Keluarga Gandhi.""Hah?" seru Alyana terkejut. Dia bertanya, "Kamu masih ingat?""Ya, ini bukan perkara sepele," ujar Nathan.Nada Nathan terlalu serius, membuat dada Aly
Alyana menatap balik ke mata Firly dan tersenyum manis, dia menjawab, "Aku ini cuma punya studio kecil, mana pantas kalau bisa bekerja sama dengan Grup Moran."Firly masih mempertahankan senyum profesionalnya, lalu berkata, "Bu Alyana terlalu rendah hati. Dengan kemampuanmu, pasti masa depan studiomu bakal sangat maju. Kami sangat menantikan perkembangan studiomu.""Aku nggak ingin berandai-andai terlalu jauh. Melangkah sedikit demi sedikit, itulah yang ingin aku lakukan sekarang," ujar Alyana.Melihat ekspresi Alyana yang tenang dan lugas, hati Firly sedikit tertekan. Wanita ini ternyata jauh lebih cerdas dari yang dia duga."Baiklah, terima kasih sudah bersedia diwawancara, Bu Alyana," ucap Firly.Firly berdiri, mengulurkan tangan ke arah Alyana, lalu berkata, "Semoga kita punya kesempatan bekerja sama di lain waktu." Alyana menundukkan pandangan, matanya sempat melihat tangan putih bersih itu, lalu muncul pertanyaan di benaknya, 'Mana cincin di jari Firly?'Nathan sudah memakai cin
Keesokan paginya, Alyana terbangun di ranjang dengan kepala masih sedikit pusing.Dia mengusap pelipisnya dan duduk, potongan-potongan ingatan dari malam sebelumnya langsung menyeruak masuk ke dalam benaknya. Seketika rasa kantuknya lenyap tanpa sisaTunggu dulu!Malam tadi dia berdiri dekat di telinga Nathan dan membicarakan soal Harison?Dengan posisi sedekat itu, dia membocorkan gosip yang begitu ambigu?Alyana mengangkat tangan dan menepuk-nepuk pipinya sendiri. 'Minum alkohol memang bikin masalah. Kenapa harus bilang di saat seperti itu?' pikir Alyana'Alyana, habislah kamu,' gumam Alyana.Setelah menghela napas panjang ke langit-langit kamar, Alyana menarik napas dalam-dalam. Setelah menenangkan diri, dia putuskan kalau sudah begini, dia cuma bisa pura-pura lupa semuanya.Setelah membangun keberanian di hati, Alyana menyingkap selimut dan turun dari tempat tidur.Dia melangkah ke ruang tamu. Sisa makanan dan bir dari semalam sudah dibersihkan rapi, bahkan bantal-bantal sofa terta