Mag-log inAlingga Adiva dibayar mahal oleh Zoerendra Ishaq untuk dinikahi di kotanya. Lelaki itu menikah demi legalisir status dan harga diri di mata para rekan bisnis. Sedang Alingga, menikah memang semata demi uang. Setelahnya, mereka sepakat tidak lagi bertemu sebab Alingga sudah punya calon suami seorang dokter. Setelah banyak uang, Alingga pergi ke kota B. Mencari sang ibu yang menghilang tanpa kabar sejak setahun lalu dibawa suami baru. Dia menumpang tinggal di rumah keluarga suami baru ibunya, alias ayah tirinya. Namun, siapa sangka, pemilik rumah megah itu adalah Zoerendra Ishaq, pria milyuner yang masih berstatus sah suaminya! Mereka pun sama-sama terkejut. Ternyata, Zoerendra adalah adik tiri dari ayah tiri, alias paman tirinya! Bagaimana akhir pernikahan mereka saat calon suami Alingga datang menagih janji? dan di mana ibu Alingga sebenarnya?
view more“Pernikahan kita memang hanya di atas kertas, tapi kuharap kamu tidak main-main.”
Ucapan pria di depannya membuat Alingga mendongak untuk menatap wajah suami yang baru ia nikahi. Ekspresi Zoerendra tampak datar, sulit dibaca seperti sebelumnya. “Saya sudah menyanggupi di awal. Jadi saya tidak mungkin main-main, Pak Zoe,” sahut Alingga pelan tetapi meyakinkan. Zoerendra mengangguk dan mengulurkan sebuah buku kecil bersampul hijau pada Alingga. “Ini milikmu," ucapnya. Alingga menunduk, menatap buku nikah di tangannya. Masih sulit percaya bahwa dirinya sudah menikah saat ini. Dua jam yang lalu, mereka resmi menikah di Kantor Urusan Agama dalam kota. Tidak ada resepsi, sound system, kondangan, tanggapan elekton, prasmanan, atau amplop hajatan. Tetapi berlanjut dengan sesi foto dari segala pose dan ekspresi terbaik di studio foto paling mahal dalam kota. Pengantin hanya berdua ditemani tiga juru foto. Asisten dari mempelai lelaki yang bernama Huki, masih sibuk menangani orang-orang yang terlibat dalam pernikahan. Termasuk keluarga Alingga sendiri dan para pria bayaran sebagai pendukung pengantin lelaki. Alingga hanyalah pengantin bayaran di sini. Ia menjual nama dan kesanggupannya menjadi “istri” dari Zoerenda Ishaq, seorang pengusaha kaya yang memerlukan istri untuk urusan legal dan bisnis, serta desakan dari orang tuanya. Hubungan mereka kedua murni terjalin atas dasar kepentingan masing-masing dan keuntungan semata. “Kamu menyesali keputusanmu?” Tiba-tiba Zoerendra bertanya saat Alingga tidak mengatakan apa pun, hanya menunduk menatap buku nikah. Alingga menggeleng. Ia kembali menatap suami barunya. “Saya tidak akan menyesal asal Anda tidak lupa transfer bayaran saya, Pak,” kata gadis yang baru lulus kuliah tersebut. “Sesuai kesepakatan kita,” ucapnya lagi. “Jangan khawatir,” balas Zoerendra. Mata elang itu kembali menatap Alingga sangat tajam. Seperti akan mematuk mata Alingga yang bening. Meski begitu, ada senyum tipis di wajahnya yang tampan. “Asalkan kamu taat pada perjanjian kita, kupastikan uang dalam rekeningmu tidak akan kurang untuk foya-foya.” "Terima kasih, Pak Zoe," sahut Alingga. Meskipun dalam hati menyangkal, uang hasil menikah bukanlah untuk tujuan foya-foya. Tetapi.... “Kamu bisa kerja di tempatku sebagai pegawai magang jika mau. Apa asistenku tidak menawarkan?” tanya lelaki itu di sela sesi foto. Rasanya tetap asing meski mereka sudah jadi pasangan suami istri. “Terima kasih, Pak Zoe. Saya memang ingin bekerja sebab sudah selesai belajar. Tetapi untuk sementara, saya tidak mau, ada hal penting yang harus kuurusi. Andai bekerja pun, bukan dengan cara nepotisme denganmu. Maaf,” ucap Alingga kukuh menolak. Zoe tersenyum masam mendengar ucapannya . Menyadari Alingga yang baru tamat belajar sehingga berpikir naif tentang kerasnya dunia kerja. Jika sudah makan asin garam di luaran, dengan sendirinya gadis itu akan paham. Sesi foto penuh debar pun akhirnya selesai. Tentu saja penuh debar bagi Alingga, lelaki kaya itu terlalu tampan dan gagah. Sedang pose foto mereka dituntut mesra dan intim. Dari dipeluk, memeluk, dan saling peluk. Dari dicium, mencium, dan saling cium. Bahkan Alingga juga digendong dalam banyak pose. Dia yang tidak pernah seperti itu dengan lelaki, bahkan pada kekasihnya pun, paling banter cium tangan-genggam tangan, merasa gemetar. Perasaannya tidak seperti sedang bersama suami, melainkan bersama pria asing! Meski Zoerendra menyadari respon Alingga yang sangat gugup, asal gaya dan hasil foto tidak mengecewakan, dirinya enggan berkomentar. Berpikir jika wanita dalam pelukan sedang mengingat kekasihnya. "Kenapa tidak langsung mengurus cerai saja, Pak Zoe?" tanya Alingga saat mereka akan berpisah. "Jangan sembarangan bicara, Alingga. Sudah kubilang, nanti jika calon suami kamu datang. Lagipula, biaya menikahimu tidak murah. Aku perlu waktu." Zoe berkata serius dengan tatapan yang kali ini terlihat dingin. Seperti tidak suka jika membahas perceraian. Alingga membungkam. Meski kurang paham dengan yang Zoe katakan, rasanya jadi segan. Menganggap obrolan selesai, Zoerendra pamit dan menghampiri mobil mewahnya. Sopir pun segera membawanya berlalu. Alingga menghela napas. Terasa sesak di dada. Ia tidak tahu apa tanggapan calon suami andai tahu bahwa dirinya saat ini adalah istri dari seorang pria asing yang sama sekali tidak kenal sebelumnya. Alingga menikah dengan Zoerendra Ishaq dari rekomendasi seorang dosen di kampusnya saat Alingga butuh uang. Ia baru saja lulus, belum sempat bekerja, sementara utang ibunya makin hari makin menggunung. Toh, meski bisa dikatakan bahwa ia menjual diri dan status, Zoe tidak menyentuhnya. Belum...? Entahlah, bagi Alingga, hal ini menakutkan. Tapi dalam kesepakatan tidak menyebutkan urusan ranjang. Hanya harus saling menghargai dan mendukung urusan masing-masing jika diperlukan. ____* Tiga bulan kemudian.... “Kamu sudah berkemas, Ling?” Budhenya yang kini sedang menyuapi sang paman bertanya saat Alingga keluar ke ruang tamu sembari membawa ransel besar. “Iya, Budhe,” jawab Alingga. Ia meletakkan tasnya di atas meja sebelum mencium tangan budhe dan pakdhenya. “Pamit ya. Semoga Pakdhe cepat pulih. Maaf nggak bisa nemenin merawat lagi.” Budhe memeluk Alingga dengan erat. “Benar-benar pergi, Ling?” tanya Budhe dengan isakan tangis. Ditatapnya Alingga yang sedang mengganguk dengan iba. “Pak Zoerendra tahu?” Alingga menggeleng. “Toh beliau tidak akan kembali ke sini, Budhe. Kan aku cuma dipake buat kebutuhan status dia saja.” Budhe menghela napas. Wanita pengganti ibu itu sempat menyarankan agar Alingga serius dengan pernikahannya. Toh mereka sudah terikat dan Zoerendra adalah lelaki yang punya segalanya. Tampan, mapan, dan belum pernah menikah sebelumnya. Namun, selain Alingga sendiri sudah punya lelaki pujaan hati, seorang dokter lajang yang sedang izin tugas di pedalaman Kalimantan, Zoe tidak akan mau dengannya. Jika benar-benar cari istri, Zoerendra jelas tidak akan memilihnya. Sudah berbulan-bulan pernikahan, tapi Zoerendra tidak pernah menemui lagi meski uang bayaran tetap masuk ke akunnya. “Aku berangkat dulu ya, Budhe. Pakdhe.” Pamitnya dengan sedih. Mereka saling melepas meski hati rasa berat. __ Alingga benar-benar meninggalkan kampung halaman di Kota M menuju Kota B di luar pulau yang jauh. Sejak beberapa tahun lalu, Alingga tinggal bersama keluarga kakak perempuan ibunya sebagai pengganti orang tua. Ayahnya sendiri sudah meninggal dan ibunya menghilang entah ke mana setelah menikah dengan cinta pertama, alias CLBK. Masih mending jika sang ibu hanya meninggalkan Alingga saja. Wanita itu rupanya juga meninggalkan segunung utang yang kemudian dibebankan pada Alingga dan keluarga, membuatnya pontang-panting mencicil bunga utang dan biaya pengobatan sang paman yang sedang stroke cukup lama. Pekerjaan Alingga sebagai model endorse dan usaha produk afiliasi tidak cukup. Bahkan rumah peninggalan mendiang ayahnya pun terancam disita. Ini Alingga benar-benar tidak rela! Belakangan Alingga baru tahu bahwa suami baru ibunya adalah salah satu tersangka penggelapan dana proyek besar saat merapikan barang-barang yang ditinggalkan. Dari situ pula, Alingga mendapatkan sebuah alamat atas nama Julin yang tertulis sebagai adik suami baru ibunya. Sekarang, setelah mendapat uang untuk melunasi semua hutang, Alingga berniat menggunakan sisa bayaran pernikahan untuk mendatangi alamat rumah Paman Julin. Perjalanan panjangnya pun berakhir selamat. Telah sampailah di sebuah pintu gerbang yang dibaliknya adalah rumah besar dan megah. Alingga perlu memeriksa beberapa kali agar yakin bahwa rumah itulah yang dicari. Rumah milik Julin, sesuai alamat yang tertulis di buku milik suami baru ibunya - ayah tiri bermasalah. Namun, Alingga masih merasa janggal. Kalau adiknya sekaya ini, kenapa ayah tiri Alingga harus meminjam banyak uang di beberap tempat atas nama ibunya, lalu kabur? “Cari siapa, Kak?!” Tiba-tiba, satpam di depan rumah megah itu muncul dan berseru pada Alingga. “Maaf, Pak. Apakah benar alamat rumah ini di sini?” tanya Alingga kemudian. Ia menyodorkan kertas alamat yang cukup lama disimpan selama ini. “Oh, benar. Anda siapa?” Sekuriti sempat menelisik Alingga dengan tatapan terheran. Penampilan Alingga memang sedikit lusuh–akibat menempuh perjalanan panjang yang jauh. Meskipun tidak bisa menyembunyikan wajah cantiknya, serta badan ideal dan rampingnya. “Saya datang dari Kota M,” balas Alingga. “Ingin bertemu Pak Julin!” tegasnya lagi. Sekuriti muda itu tampak berkerut dahi, tidak bergelagat untuk mengusir Alingga ataupun menyuruh masuk. Tidak sabar, Alingga kembali berkata, “Pak, saya ....” “Siapa, Pak?” tanya sebuah suara lelaki yang tiba-tiba terdengar. “Ada gadis datang dari Kota M ingin menemui Pak Zoerendra, Mas!” Sekuriti berbicara pada seseorang yang datang tersebut. Kening Alingga seketika mengernyit. “Zoerendra ...?” ucapnya dalam hati. Dengan perasaan berdebar keras, penasaran, dan tidak mungkin, Alingga menoleh ke arah sumber suara yang terdengar tidak asing. Sempat memicing kan pandangan, Mata beningnya seketika terbelalak! 🍒Tambahan pencerah bibir adalah sapuan lembut terakhir di wajah cantiknya. Pesan di ponsel baru saja berbunyi pertanda kedatangan Hanan di teras dan sudah menunggu dirinya. Segera menyambar tas cantiknya dari atas ranjang dan dibawa menuju pintu. Tidak ingin keduluan sang ibu mengetuk pintu di kamarnya. Wanita itu memang gercep dan terus begitu dari dulu, daya rajinnya luar biasa-tanpa tergerus oleh usia. Tok Tok Tok Ah, kalah cepat juga akhirnya. Itu siapa lagi jika bukan ibunya? “Hanan sudah datang, Ling. Menunggu di teras.” Bu Riana langsung menyambut begitu pintu kamar dibuka lebar-lebar. “Iya, Buk. Aku sudah tahu.” Alingga menyahut cepat sambil berlalu. Membiarkan pintu tetap terbuka lebar. Meninggalkan semerbak wangi yang lembut. Ibunya menatap takjub sembari menghembuskan napas yang sempat tertahan di dadanya. Mengekori gadis itu ke teras. Hanan sempat tertegun, merasa ragu jika gadis yang datang dan kini berdiri di hadapannya adalah Alingga. Tidak habis piki
Sepakat berangkat selepas Dzuhur, rencana itu mendadak berubah. Hanan mengabarkan keberangkatan diundur menjadi pukul empat sore. Alasannya, ada urusan mendadak yang tak bisa ditinggalkan. Tanda tanya selalu ada, tetapi Alingga mengambil hikmahnya. Daripada panas-panas bepergian di atas lautan, lebih baik sore hari yang pastinya lebih nyaman. Habis dzuhur ini, dirinya justru bisa bersantai dan rebahan. Belum lagi jika berangkat siang ini, waktunya akan jadi kebanyakan. Ibunya kata, acara puncak baru dilaksanakan saat malam, akan ke mana dirinya jika pergi ke seberang awal-awal? Ke rumah Risa, tidak bisa! Si Bestie sedang kerja pagi dan pulangnya pasti petang. Lalu… ke rumah Paman Julin? Memalukan sekali, lebih tepatnya nelangsa amat dirinya. Di acara tunangan dia saja tidak diundang, malah pergi ke rumahnya. Tidak akan lagi ke rumahnya, kecuali untuk urusan hutang piutang. Alingga pantang mundur. Atau… mengekori Hanan ke mana-mana? Bukankah seharusnya senang, bersama pujaa
Hanan telah benar-benar pamit dan pergi. Alingga segera mencuci baju baru di mesin cuci milik ibunya agar lebih cepat diproses dan membuatnya tidak lagi punya tanggungan. Sehingga saat diperlukan besok siang sudah bisa digunakan olehnya. “Kamu beli baju, Ling? Apa membeli baru untuk besok, kamu pakai kerudung?” tanya ibunya saat melihat Alingga menganginkan baju baru di belakang. Angin semilir dari pantai membuat baju barunya yang digantung berkibaran. Bu Riana dengan sigap mengambil jepit baju dan disematkannya. “Iya, Bu. Bukan aku yang beli, tapi Mas Hanan yang belikan. Dia juga ingin aku pakai model baju yang berkerudung sekalian." Alingga menerangkan dengan wajah yang terlihat cerah. “Apa baju-baju adikmu dan bahan-bahan dapur itu Hanan juga yang belikan?” tanya ibunya dengan wajah yang serius. Merasa lega saat Alingga menggeleng. "Aku belikan untuk bayi lelaki kalian, Buk. Semoga suka." Alingga menyahut santai. “Oh. Terima kasih ya, Ling. Sebenarnya tidak perlu mem
Meski penasaran, Alingga enggan bertanya apa sakit Amira. Segan jika justru membuat sedih dan juga perasaan malu. Disimpannya saja sejuta tanya meski merasa sangat ingin tahu lebih detail. Mungkin Hanan nanti akan bercerita sendiri mengenai sakit sepupunya. Meski berurai air mata, habis juga nasi goreng pedasnya. Makannya juga sempat terjeda beberapa kali sebab harus dibantu minum air yang mungkin dia pun tidak kuat dengan pedasnya. Tetapi Amira nekat dan pantang menyerah hingga tampak licin mengkilat piringnya akibat sisa minyak. Aku akan mengantarmu.” Hanan menegur tegas saat Amira berdiri dan berpamitan pulang, bahkan tangannya sempat menarik pergelangan kurus itu agar duduk kembali. Nada suaranya pantang untuk dibantah. “Iya, tunggu,” sahut Alingga tahu diri, mencoba meredam suasana. Seketika, Hanan dan Amira hampir bersamaan menoleh padanya. Tatapan mereka bertemu di wajah Alingga, menyisakan kecanggungan yang sulit dijelaskan. Buru-buru, otak-otak tinggal tiga lonjor i






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
RebyuMore