Raven Lucien Maheswara, lelaki dingin dan berkarisma itu tak hanya menjadikan Sera sebagai pembantu, tetapi juga sebagai pemuas hasratnya di malam hari. Seharusnya, Sera tidak melibatkan perasaan dalam hubungan terlarang mereka. Namun Sera lupa, hatinya tak pernah sejalan dengan rencananya. Sikap dingin Raven selalu berubah hangat dan lembut setiap kali mereka menghabiskan malam panas bersama. Ketika cinta mengakar semakin kuat, realita menamparnya, menyadarkan Sera bahwa status dan kasta yang berbeda membuat mereka tak pernah bisa bersama. Haruskah Sera bertahan dalam hubungan terlarang itu dan menanggung segala rasa sakitnya? Atau pergi dari kehidupan Raven membawa cinta dan sesuatu yang bertumbuh di dalam rahimnya?
View MoreSera benci bagaimana tubuhnya berkhianat. Tubuhnya menikmati setiap hentakan pria yang seharusnya dia jauhi. Namun di balik desahan yang lolos, hatinya terasa hancur. Karena Sera tahu, setelah semuanya usai, hanya amplop berisi uang yang akan menunggu di meja.
Di luar, hujan turun dengan deras. Suara gemericiknya mampu meredam desahan dan geraman rendah yang saling bersahutan di dalam kamar mewah itu.
Kamar yang telah menjadi saksi bisu bagaimana luka dan gairah bertemu dalam tubuh seorang wanita yang dipaksa tunduk pada takdir.
“Kenapa melamun?”
Suara berat itu terdengar di sela-sela napas yang memburu, seiringan dengan gerakan Raven yang tiba-tiba terhenti, yang mampu mengeluarkan Sera dari lamunan singkatnya.
Satu tangan lebar Raven bergerak menyentuh dagu Sera hingga mata mereka saling bersitatap. Sementara satu tangannya yang lain masih mengunci kedua pergelangan tangan Sera di atas kepala.
“Saat saya menyentuhmu, kamu hanya boleh memikirkan saya. Mengerti?”
Suara Raven terdengar berat dan serak, tapi juga lembut dalam waktu bersamaan.
Sera hanya mengangguk singkat sebagai tanggapan darinya.
Ada getir yang menyesakkan dada ketika Sera merasakan dirinya didesak kembali begitu kuat dan liar. Batinnya berteriak, ingin memberontak. Namun lagi-lagi tubuhnya berkata lain, dia merespons setiap sentuhan liar pria itu yang seolah tak ingin berhenti mencari-cari kenikmatan untuk mereka berdua.
Ketika Raven membebaskan kedua pergelangan tangan Sera dari genggamannya, Sera mencengkeram bahu kekar Raven sebagai pelampiasan emosinya yang campur aduk. Gairah, rasa bersalah dan jijik pada diri sendiri bergumul di dalam dada.
Napas Sera tertahan saat Raven menunduk dan mempertemukan bibir mereka. Sera merasakan sesuatu yang lembab dan dingin kini melumat bibirnya dengan rakus.
Semakin hari, Sera semakin terbiasa dengan aroma mint dan aftershave yang menguar dari pria itu ketika wajah mereka tak berjarak seperti ini. Bahkan, aroma ini menjadi candu baginya.
Raven baru melepas tautan bibir mereka ketika napas keduanya nyaris habis. Kamar yang luas itu terasa seakan menyempit dan panas. Peluh membanjiri tubuh mereka. Sekuat apapun Sera menahan diri untuk tidak mendesah, tapi pada akhirnya dia gagal menahannya ketika Raven menggerakkan dirinya semakin liar.
Netra keduanya bertemu di tengah napas yang memburu. Ada getar di dalam dada ketika Raven menatap Sera dengan tatapan lembut dan dalam.
Tatapan itu… hanya akan Raven berikan padanya ketika mereka berada di atas ranjang. Sera tahu, setelah semuanya selesai, Raven akan kembali menatapnya dengan dingin dan tajam, seolah-olah Sera adalah makhluk paling menjijikkan di muka bumi.
Sera memejamkan mata, berusaha menghindari tatapan pria itu. Dia tidak ingin jatuh lebih dalam kepada pesonanya. Tidak. Sera tidak boleh memiliki perasaan terkutuk itu pada majikannya sendiri. Dia tidak pantas. Sera sadar diri, bagi Raven dirinya hanyalah seorang pembantu di rumah ini sekaligus pemuas hasratnya.
Ya, hanya itu. Tidak lebih.
Hubungan mereka di atas ranjang ini hanya sekadar transaksi. Sera membutuhkan uang. Dan Raven butuh pelampiasan hasratnya. Seharusnya Sera tidak terbawa perasaan.
Meski sejak awal Sera sudah berusaha membentengi diri, tapi pertahanannya perlahan runtuh setiap kali Raven memperlakukannya dengan lembut.
“Buka matamu,” bisik Raven seraya mengelus pipi halus Sera yang seputih susu. “Jangan mengabaikan saya seperti ini. Saya tidak suka.”
Lembut, tapi penuh intimidasi. Suara Raven berhasil membuat mata Sera kembali terbuka hingga tatapan mereka bertemu. Ada gairah yang membara dalam sorot mata keduanya.
Tak ingin terlalu lama menatap mata Raven yang membius dan memabukkan itu, Sera lantas menarik wajah pria itu dan mempertemukan bibir mereka kembali. Hingga keduanya larut dalam ciuman panas dan gerakan tubuh yang semakin liar dan membakar gairah.
Sera sadar, apa yang mereka lakukan ini adalah sebuah kesalahan dan dosa. Namun terkadang hidup ini tidak adil bagi manusia seperti dirinya. Sera membenci jalan hidup yang dia jalani ini. Namun Sera tidak punya pilihan lain.
Sera teringat kejadian tiga bulan lalu. Saat itu ayah kandungnya dengan tega menjual dirinya kepada seorang mucikari. Ayahnya yang seorang penjudi dengan hutang di mana-mana itu menjual Sera seharga 20 juta. Sera yang polos tidak sadar bahwa dirinya sudah dijual saat itu.
Hingga malam itu Sera berakhir di kamar hotel bersama Raven yang menyewanya dari mucikari itu.
Akibat pengaruh obat yang dicampurkan ke dalam minuman Sera, Sera terjebak di bawah kuasa Raven. Perlawanan yang Sera layangkan terasa sia-sia saat tubuhnya yang panas merespons berlebihan pada setiap sentuhan Raven. Dengan tak berdaya, kesuciannya akhirnya direnggut oleh pria penuh kuasa itu. Hati Sera hancur setelah tahu ayahnya menjualnya.
Satu minggu setelah malam menyakitkan itu, Sera ikut Bu Ratna–tetangganya, bekerja menjadi Asisten Rumah Tangga di rumah keluarga konglomerat. Namun siapa sangka, pemilik rumah itu ternyata Raven Lucien Maheswara. Pria yang menghabiskan malam dengannya kala itu.
Awalnya Sera berniat mengundurkan diri hari itu juga, tapi Raven menahannya. Entah karena alasan apa, Raven malah mengancam bahwa Sera tidak akan diterima kerja dimanapun jika mengundurkan diri dari rumah ini.
Karena membutuhkan uang untuk biaya hidup, membayar hutang-hutang ayahnya dan pengobatan adiknya yang sakit gagal ginjal, Sera pun terpaksa melanjutkan kerjanya di rumah Raven meski dia enggan berhadapan dengan pria yang telah merenggut kesuciannya.
Lalu suatu hari, Raven menawarkan sebuah kesepakatan kepada Sera. Dia meminta Sera menjadi pemuas hawa nafsunya. Sebagai imbalan, Raven akan melunasi seluruh hutang ayahnya dan menjamin biaya pengobatan adiknya.
Sera yang masih memiliki harga diri menolak mentah-mentah permintaan gila itu. Apalagi Raven telah beristri. Namun lagi-lagi Sera harus tunduk pada takdir yang mempermainkannya. Hingga akhirnya dia terpaksa menerima tawaran Raven karena terdesak keadaan. Dia tidak punya pilihan lain.
Dan tiga bulan telah berlalu. Selama itu Sera menjalankan ke dua perannya di rumah ini, menjadi pembantu yang “bersih” di siang hari, dan menjadi pemuas hawa nafsu sang majikan di malam hari. Setiap hari, dia selalu dirundung perasaan bersalah setiap kali berhadapan dengan istri Raven.
“Panggil nama saya,” bisik Raven dengan napas tersengal tanpa menghentikan gerakannya. Dia seakan tahu bahwa wanita yang berada di bawahnya akan sampai ke puncaknya.
Sera menggigit bibir bawah, berusaha untuk tidak menuruti permintaan lelaki itu. Sera tak pantas menyebut namanya.
Namun, gelombang kenikmatan yang menghantam dirinya, membuat akal sehat Sera tenggelam begitu saja. Pada akhirnya bibir Sera meloloskan nama Raven, hingga Sera melihat pria itu menyunggingkan senyuman samarnya. Seakan puas dengan apa yang dia dengar.
Tak lama, Raven menyusul. Dia meledakkan gairahnya di dalam diri Sera. Setelah semuanya usai, Raven menarik dirinya dan merebahkan tubuh di samping wanita itu.
“Keluar dari kamar ini secepatnya, sebelum istri saya datang,” tukas Raven dengan suara yang mendadak berubah dingin.
Sera sempat tertegun, lalu menjawab pelan, “Baik.”
Sera turun dari ranjang dan mengenakan pakaiannya kembali dengan tangan gemetar dan dada sesak. Meski tubuhnya terasa lelah dan kakinya tremor, dia tidak punya hak untuk beristirahat barang sebentar saja di atas ranjang milik majikannya itu. Tugasnya sudah selesai malam ini.
Ketika semuanya berakhir, Raven kembali menjadi sosok yang dingin dan tak berperasaan. Pria itu duduk dan menyelimuti setengah tubuhnya dengan selimut.
“Jangan lupa minum obatnya. Saya tidak mau kamu hamil,” tambah Raven lagi. Ekor matanya yang tajam sempat menatap Sera sesaat.
“Bapak jangan khawatir. Saya tidak akan pernah lupa, karena saya juga tidak ingin ada anak hasil dari hubungan ini,” timpal Sera dengan tatapan datar, dia sudah selesai mengenakan seluruh pakaiannya.
Raven tidak memberi tanggapan apapun lagi. Dia menarik salah satu laci nakas di sampingnya, lalu mengeluarkan sebuah amplop tebal dari sana.
Tanpa perasaan, dia setengah melemparkan amplop berisi uang itu ke meja nakas, tepat di hadapan Sera. “Ambil ini. Dan jangan berpikir kamu bisa lebih dari sekadar pemuas hasrat saya.”
Sera tercenung, matanya menatap amplop itu dengan getir. Dia merasa harga dirinya kembali ditukar dengan uang.
***
Ponsel Sera bergetar di dalam saku rok spannya. Dia terpaksa menghentikan aktifitasnya untuk melihat siapa yang menelepon.Saat melihat nama ayahnya terpampang di layar, Sera menghela napas berat dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku.Dia enggan mengangkat panggilan dari pria yang selalu berhasil menghancurkan hatinya itu.Tak ingin mood-nya terganggu, Sera kembali melanjutkan aktifitasnya. Menyirami tanaman daun mint yang tumbuh subur di dalam pot.Setelah disiram, daun mint itu langsung mengeluarkan aroma segar yang tercium di udara. Sera terpaku sejenak. Aroma mint itu hampir sama dengan aroma yang menguar dari Raven saat pria itu menciumnya.Sera mengembuskan napas kasar. Lalu menggeleng, berusaha mengenyahkan bayangan itu dari benaknya.Bagaimanapun juga, kata-kata Raven yang menyakitkan malam itu membuat Sera tak ingin berhadapan dengannya lagi.“Kira-kira hari ini Pak Raven pulang nggak, ya? Kalau pulang, ‘kan, saya bisa nyediain makan malam yang lebih banyak,” ucap M
“Pak, apa yang mau Bapak lakukan?”Bodoh. Seharusnya Sera tidak perlu bertanya. Seharusnya dia tahu apa yang akan Raven lakukan ketika pria itu membawanya ke kamar ini. Kamar bernuansa abu-abu yang setiap sudutnya mengingatkan Sera pada sentuhan-sentuhan panas majikannya.Namun, apakah Raven akan melakukannya di saat dia baru saja bertengkar dengan istrinya? Segila itukah pria itu? Sera sama sekali tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Raven saat ini.Raven tidak menjawab. Pria berusia 33 tahun itu menutup pintu dengan kasar dan menguncinya dengan tangan yang terbebas, sementara tangan yang lainnya masih mencengkeram pergelangan tangan Sera.Napas Raven memburu. Matanya berkilat-kilat penuh emosi. Dia memenjarakan Sera di dinding, hingga Sera meringis kesakitan ketika punggungnya membentur dinding itu.“Saya membutuhkanmu sekarang.”Sera sudah bisa menebak kalimat itu akan terlontar dari mulut Raven, tapi tetap saja Sera terhenyak mendengarnya.“Ta-tapi saya–”Suara Sera tertelan b
Suasana di meja makan mendadak terasa hening dan dingin. Raven hanya diam, menatap Celine tanpa ekspresi. Celine balas menatap Raven seakan menuntut jawaban.Sementara itu, tangan Sera semakin bergetar. Bagaimana kalau nyonya rumah ini mengetahui hubungan terlarang Sera dengan Raven? Apa yang akan Celine lakukan? Celine pasti marah dan kecewa padanya.Gugup dan takut kini menguasai diri Sera, tangannya seolah kehilangan tenaga. Hingga….Prang!Piring dalam genggamannya tiba-tiba terjatuh ke lantai, menghasilkan suara yang memekakkan telinga. Pecah. Buah-buahannya berhamburan.Celine berjengit kaget dan sontak menatap Sera dengan mata sedikit membulat. Suaranya terdengar halus saat berkata, “Ah… rupanya selain lemah, kamu juga ceroboh. Menarik sekali. Pelayan macam apa yang suamiku pekerjakan ini?” Celine sempat melirik Raven sejenak.Lembut dan halus, tapi kalimat itu terdengar menohok.“Ma-Maaf, Bu. Lain kali saya akan berhati-hati,” ucap Sera, lalu dia berjongkok dan mengumpulkan se
Sera keluar dari rumah Raven dengan perasaan campur aduk dan tubuh lelah. Amplop berisi uang pemberian Raven dia sembunyikan di dalam saku cardigan. Ya, dia mengesampingkan harga dirinya, karena kenyataannya dia memang membutuhkan uang itu.Hujan masih turun dengan deras. Sera merapatkan cardigannya dan berdiri cukup lama di beranda samping.Kamar ART ada di bagian belakang, terpisah dari rumah mewah ini. Setidaknya tubuh Sera akan basah kuyup ketika menyeberangi taman menuju kamarnya.Sebenarnya di dalam ada payung, tapi Sera terlalu enggan kembali ke dalam rumah majikannya. Yang ingin dia lakukan saat ini hanya membaringkan tubuhnya di atas kasur.Sera sempat berjongkok, karena lututnya terlalu lemas untuk menopang berat tubuhnya. Pada saat yang sama dia mendengar deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah.Sera tertegun. Dia hapal betul siapa pemilik mobil tersebut. Celine Adisty, istri Raven Lucien Maheswara yang baru saja pulang.Sesaat kemudian Sera mendengar suara pintu ruma
Sera benci bagaimana tubuhnya berkhianat. Tubuhnya menikmati setiap hentakan pria yang seharusnya dia jauhi. Namun di balik desahan yang lolos, hatinya terasa hancur. Karena Sera tahu, setelah semuanya usai, hanya amplop berisi uang yang akan menunggu di meja.Di luar, hujan turun dengan deras. Suara gemericiknya mampu meredam desahan dan geraman rendah yang saling bersahutan di dalam kamar mewah itu.Kamar yang telah menjadi saksi bisu bagaimana luka dan gairah bertemu dalam tubuh seorang wanita yang dipaksa tunduk pada takdir.“Kenapa melamun?”Suara berat itu terdengar di sela-sela napas yang memburu, seiringan dengan gerakan Raven yang tiba-tiba terhenti, yang mampu mengeluarkan Sera dari lamunan singkatnya.Satu tangan lebar Raven bergerak menyentuh dagu Sera hingga mata mereka saling bersitatap. Sementara satu tangannya yang lain masih mengunci kedua pergelangan tangan Sera di atas kepala.“Saat saya menyentuhmu, kamu hanya boleh memikirkan saya. Mengerti?”Suara Raven terdengar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments