Virna menarik napas dalam-dalam ketika suara Sofi terus saja terdengar oleh telinganya. Kawannya itu memang tak pernah berubah. Cerewet dan memang suka memandang rendah dirinya karena dianggap tidak sekelas. Terlebih, Virna adalah yatim piatu yang hanya mengandalkan otaknya agar bisa kuliah dan mendapatkan beasiswa.
"Vir, makan, dong. Udah gue ambilin, nih! Gue inget banget waktu kuliah dulu, Lo jarang ke kantin," kata Sofi menyodorkan kimbab yang baru saja diambilnya dengan nada setengah memaksa.
"Makasih, Fi. Aku masih kenyang." Virna menjawab enggan dan sesekali melambaikan tangan pada kawan-kawan yang menyapa dirinya dari kejauhan.
"Sarapan apa, Lo? Nasi bungkus sama seperti waktu kuliah dulu? Kerja di mana sekarang? Eh, itu tas KW kan? Emang, sih. Kalau barang tiruan memang murah dan cocok sama Lo! Ya gak, Hans?"
Tara yang baru saja keluar dari kamar mandi berdiri dengan tegak di depan cermin dan memandangi setiap lekuk tubuhnya yang memiliki banyak bekas kemerahan. Seketika itu, sebuah aliran gairah mengalir di setiap sendi tubuhnya. Percintaan tadi siang dengan Raymond begitu sempurna. Begitu liar. Bigitu panas dan sangat memuaskan. Enam tahun lamanya tubuh wanita itu tak terjamah dan malam ini, ia sungguh ingin merasakannya lagi. Seandainya saat ini dia berada di Jakarta, barangkali Tara susah menyusul lelaki itu dan menuntaskan hasrat birahinya.Tara cepat-cepat mengeringkan rambut dan mengenakan baju tidur seksi yang Raymond belikan untuknya saat mereka baru menikah dulu. Dengan cepat, ia mengambil ponsel yang ada di atas meja lalu menghubungi Raymond."Apakah dia sudah tidur?" Tara berbicara pada dirinya sendiri ketika telepon tak juga tersambung.Karena panggilannya tak kunjung diangkat, Tara memutuskan untuk mengakhiri panggilan itu dan rasa kecewa pun meny
"Aku kenyang sekali!" desah Cleo yang sudah menghabiskan lima potong ayam goreng dan segelas soft drink. Hermes geleng-geleng kepala. Kalau habis menangis, adiknya itu akan memakan apapun yang ada di hadapannya.Cleo tak sanggup lagi bergerak dan menyenderkan punggungnya di sofa dengan nyaman."Kau makan seperti anak kecil saja," protes Ares sambil membersihkan remahan ayam yang jatuh di atas rok adiknya."Aku memang anak kecil. Umurku baru enam tahun!""Anak umur enam tahun harus tahu bagaimana cara makan yang baik," sahut Hades mengelap tangan adiknya menggunakan tisu basah."Itu karena kalian memanjakannya. Menganggapnya seperti anak kecil!" timpal Hermes tak mau kalah."Itu karena dia yang paling kecil diantara kita berempat," balas Hades."Betul betul betul! Justru kamu yang selalu mengabaikanku," balas Cleo gemas."Bukan mengabaikan. Itu karena aku tak mau memanjakanmu!"Ehem! Tara berdehem dan keempat
"Turunkan aku! Aku bukan karung beras!" protes Tara yang tak henti-hentinya memukul punggung Raymond. "Lihatlah semua karyawan melihatmu!""Aku tidak peduli!" jawab Raymond ketus dan langsung membuka lift khusus untuk direktris."Mau membawaku ke mana?""Bicara. Apa kau ingin melihat anak-anak melihat pertengkaran orangtuanya?""Kamu yang mulai! Terlalu sibuk bersama gadis-gadis muda dan melupakan anak-anakmu. Ingatlah, kamu sudah tua! Sudah tak pantas bersama gadis usia dua puluhan!"Raymond tak menyahut. Lift terbuka di lantai empat puluh. Segera dia berjalan menuju ruangannya dan melempar tubuh Tara ke atas sofa."Awww. Sudah kubilang aku bukan karus beras!"Raymond melepaskan dasi dan mulai membuka kancing kemejanya. "Aku tidak peduli kau karung beras atau bukan.""Apa yang kamu lakukan?" tanya Tara yang tak bisa lepas dari memandangi dada suaminya yang terlihat kokoh. Otot-otot di perutnya juga menggoda dan dia kerap merindukan tubuh itu mend
Sekolah Internasional Joseph ....Seorang anak perempuan yang tadinya berpamitan pergi ke kamar mandi, dia justru mengendap-ngendap berjalan di koridor sekolah dan berniat ingin pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan guru dan juga saudara-saudaranya.Cleopatra sudah merancanakan pelarian ini dengan matang sejak beberapa hari lalu setelahkakak-kakaknya tidak mau bekerjasama daalam membujuk Tara agar mereka diijinkan bertemu Papanya. Cleo sudah kangen karena sudah lebih dari tiga bulan sejak terakhir kali Raymond menemui mereka tanpa sepengetahuan Tara di luar gerbang sekolah. Dan saat pulang ke rumah, saat itu juga mereka kena semprot karena Hermes yang tak bisa jaga mulut setelah mendapatkan game terbaru yang dibelikan oleh Raymond.Cleo sudah tak tahan lagi dengan dengan Mamanya yang selalu melarangnya makan ini itu. Cleo juga kesal karena Mamanya sama sekali tidak mengijinkan mereka memiliki ponsel. Mama yang kolot! Begitu Cleo memanggilnya kalau s
"Sekarang, diamlah di sini. Biarkan aku memeriksa tubuhmu," ucap Raymond begitu mereka sampai di kamar. Pria itu meletakkan tubuh istrinya di tepi ranjang lalu ia berlutut. Memeriksa apakah Tara terluka atau terkena pecahan kata."Aku tidak apa-apa! Singkirkan tanganmu!" balas Tara jengkel menggoyangkan kakinya yang sedang disentuh oleh Raymond. Pria itu tak peduli, dia masih saja memeriksa setiap inci bagian tubuh istrinya. Tak ada yang terluka baik di tubuh maupun tangannya."Aku akan tahu kau tidak apa-apa setelah aku memeriksany," tegas Raymond mengamati wajah istrinya yang masih terlihat kesal."Kenapa tidak sekalian kamu membunuhku? Kenapa hanya menembak ban mobilku? Biar kamu puas kalau mati!"Secepat kilat Raymond memeluk istrinya. Mengusap rambutnya dengan lembut dengan dada yang terasa sakit. Bagaimana Tara bisa berkata berkata seperti itu? Kalau istrinya mati, bagaimana lelaki itu akan menjalani kehidupannya?""Lepaskan
"Berpisah?" Raymond mengulangi perkataan istrinya. "Apa maksudku, Sayang? Aku sudah menyelamatkan Virna dan sekarang dia sedang dalam perjalanan pulang."Kamu masih bisa berpikir, kan Tn. Raymond? Ber pi sah. Artinya, tidak lagi bersama.""Ayolah, Sayang." Raymond mendekati Tara dan berusaha meraih tangannya. "Jangan bercanda lagi. Oke? Aku merindukanmu dan anak-anak.""Stop! Aku sedang tidak ingin bicaradenganmu dan aku tidak ingin kamu menyentuhku."Raymond menutup matanya untuk beberapa detik dan menarik napas dalam-dalam. Sekarang, dia tidak tahu apalagi yang ada di pikiran istrinya. Dia hanya mendapatkan laporan bahwa Tara keluar rumah dengan buru-buru dan pulang dengan buru-buru."Setidaknya, katakan padaku ada apa ini sebenarnya. Kita bisa bicara baik-baik, kan?"Tara menyunggingkan senyum kecut. "Bicara baik-baik?" Tara menjawab dengan kedua tangan yang terlipat di dada. Dagunya mendongak ke atas agar ma