Home / Romansa / Karena Utang, Dinikahi Sultan / Undangan Acara Sosialita

Share

Undangan Acara Sosialita

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-04-29 21:26:52
Mobil melaju pelan membelah jalanan Jakarta yang mulai padat.

Amara diam di kursinya, sesekali mencuri pandang ke arah Arga yang fokus menyetir.

Dalam diam, jantung Amara berdetak tidak karuan.

Perjalanan mereka terasa seperti perjalanan ke sesuatu yang besar, tapi Arga belum memberi penjelasan apa pun.

Mobil berhenti di depan sebuah butik mewah berlabel internasional.

Amara menoleh cepat, matanya membulat.

“Ga … ini bukannya butik yang dulu kita datangin?” gumamnya pelan sembari celingukan ke luar jendela.

Arga turun tanpa menjawab, lalu membukakan pintu untuknya.

“Jawab kenapa sih,” kata Amara mengerucutkan bibir tapi Arga hanya memberikan tatapan datar.

Arga meraih tangan Amara, menggenggamnya hingga melewati pintu butik yang dibuka oleh seorang sekuriti.

Begitu masuk, aroma parfum mahal dan musik klasik lembut langsung menyergap mereka.

Seorang pramuniaga muda segera menyambut dengan senyum ramah—yang langsung berubah gugup begitu melihat siapa yang
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Good Job Amara...
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Sepemikiran sama Saya kak...
goodnovel comment avatar
Adfazha
Amara dsrh Bertahan smpe kapan Arga.. klo ngmg yg jelas donk biar Amara gk slh phm hm Gotcha kalah telak kan Cassandra, Goodjob Amara tunjukkan pesonamu jgn mw terlihat lemah ddpn siluman rubah ehh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Nyaman

    Arga selalu menepati janji, jam sembilan—mobil datang menjemputnya untuk mengantar ke rumah Ibu.Matahari masih malu-malu bersembunyi di balik awan ketika Amara keluar dari mobil di depan gang.Langkahnya gontai menjejak di sepanjang lorong, lalu ketika sampai pintu depan rumah sederhana yang sudah ia kenal seumur hidupnya perlahan benda tersebut terbuka. Ima melambai kecil dari balik daun pintu.“Pagi, Bu Amara,” sapa Ima ramah.Amara membalas dengan senyum kecil, menahan perasaan sesak yang masih tersisa di dadanya. “Pagi, Ima.”Di dalam rumah, Sumiati duduk di kursi roda, wajahnya terlihat lebih segar daripada terakhir kali Amara melihatnya.“Bu…” Amara menghampiri, meraih tangan ibunya dan menciumnya dengan lembut.Sumiati menatap putrinya dengan senyum samar. “Kamu kelihatan lebih kurusan, Mar …” suaranya parau namun penuh kasih.“Lagi banyak pikiran, Bu,” jawab Amara, berusaha terdengar ringan.“Berita diinfotainment, jangan terlalu dipikirkan … Arga sudah menemui ibu ke

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Memohon Untuk Menjadi Satu-satunya

    Pagi itu langit tampak kelabu, mendung menutup sinar matahari. Udara dingin masuk lewat celah jendela, tapi bukan itu yang membuat Amara merasa menggigil.Ia duduk di sofa ruang tengah dengan bantal kecil dipeluk erat di perutnya yang mulai membulat. Televisi menyala di hadapannya, volume dikecilkan, tapi gambar-gambar itu berbicara lebih keras dari suara apapun.Gambar Alena — dalam balutan gaun putih saat fitting, berdampingan dengan Arga, keduanya tersenyum ke arah kamera. Lalu cuplikan video: kilasan tentang tempat resepsi mereka, wawancara singkat Alena tentang konsep intimate wedding dan bagaimana ia menginginkan “sesuatu yang personal dan elegan.”Amara memejamkan mata. Mencoba menahan gejolak di dada yang perlahan meletup seperti gelembung sabun pecah satu per satu.Dia sudah tahu ini akan terjadi. Sejak tanda tangannya tergores di surat persetujuan kemarin, dia tahu ini bukan lagi rahasia, bukan lagi wacana. Ini nyata. Ini berjalan di depan matanya.Tapi melihatnya di la

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Memberi Restu

    Amara menatap punggung Arga sambil bersandar di kursi meja makan dengan sweater membalut tubuhnya.Wajahnya masih pucat, tapi tak lagi sesuram semalam. Mungkin karena tubuhnya mulai pulih… atau mungkin karena ada seseorang yang terus menjaganya.Arga.Pria itu kini tengah berdiri di dapur rumah mereka, mengenakan kaus hitam lengan panjang dan celana training.Arga sedang mencetak telur orak-arik dengan brokoli, menu yang disarankan dokter setelah mendapat kabar kalau bi Eti tidak bisa datang hari ini.“Pagi ini kamu makan yang ringan aja dulu, ya?” ujar Arga tanpa menoleh, tangannya cekatan memindahkan makanan ke piring.Amara tidak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan, suaranya terlalu letih untuk menjawab. Beberapa menit kemudian, Arga membawa nampan dan duduk di meja makan depan Amara.“Bisa makan sendiri?” tanyanya lembut.Amara mengangguk lagi sembari menegakan punggung, tapi tubuhnya masih lemah. Refleks, Arga segera bangkit dan pindah duduk di samping Amara.“Aku suapin

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Luka Dan Ketakutan

    Setelah Amara terlelap dalam diam, Arga duduk di kursi sebelah ranjang, menatap wajah perempuan yang kini tampak lebih pucat dari biasanya. Nafas Amara tenang, tapi kelopak matanya masih menyisakan garis bekas tangis.Arga menyandarkan tubuh ke sandaran kursi. Kedua tangannya saling menggenggam di pangkuan, seolah berusaha menahan sesuatu yang berkecamuk dari dalam.Bayu.Nama itu terus menggema di kepalanya. Sosok pria yang tadi mengantarkan Amara dengan ekspresi terlalu tenang, terlalu lembut… terlalu mengenal.Mata Arga melirik ke arah ponselnya yang tergeletak di meja. Ingin rasanya ia mencari tahu lebih banyak tentang Bayu. Siapa dia sekarang, di mana dia tinggal, dan kenapa dia harus muncul sekarang—saat segalanya sudah berantakan.Arga memijat pelipis. Dadanya sesak. Tapi bukan karena marah. Lebih karena takut.Takut kehilangan Amara.Takut jika Bayu datang membawa harapan yang lebih bersih dari luka yang ia berikan.Tangannya terulur, menyentuh tangan Amara yang tergel

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Diam Lebih Aman

    “Kamu enggak harus anter aku sampai ruangan, Bay.” “Enggak apa-apa ….” Bayu tidak meninggalkan Amara meski perawat dari ruang rawat telah menjemput, dia merasa wajib memastikan Amara sampai ke ruangannya.“Apakabar ibu kamu, Ra? Apa dia tahu tentang ini?” “Ibu tahu Arga akan menikah lagi … tapi aku enggak tahu bagaimana perasaan ibu yang sebenarnya.”“Kalau kamu … bagaimana perasaan kamu?” Amara menundukan kepala, dia tidak berani menjawab.“Kalau kamu hancur … maka ibu kamu lebih hancur, Ra.” Bayu bergumam sembari menatap kepala Amara dari belakang.Sungguh, andaikan dia bisa lebih awal bertemu Amara—Bayu janji tidak akan pernah membuat Amara ada di posisi seperti ini.Kursi roda yang didorong Bayu berhenti tepat di depan pintu kamar rawat inap. Di sana, berdiri seorang pria dengan wajah tegas dan sorot mata tajam yang langsung menusuk ke arah mereka. Arga.Amara menelan ludah. Dadanya sesak.Bayu tak gentar. Ia tetap mendorong kursi roda itu hingga tepat di depan Arga

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Suami Pura-Pura

    Tok … Tok …Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Amara semenjak kepergian Arga.Ceklek.Seorang perawat masuk dengan senyum ramah.“Pagi, Bu …,” sapanya riang.“Pagi ….” Amara bergumam.“Ibu sendiri?” Sang perawat bertanya sambil mengecek infusan.“Iya … suami saya pergi sebentar ….” “Ibu udah sarapan?”“Sudah ….”“Banyak sarapannya?” Perawat melihat bekas makan Amara yang belum diambil bagian catering.“Habiskan ya Bu, memang tidak enak … namanya juga makanan sehat, tapi si bayi sangat membutuhkannya.” Amara hanya tersenyum.Bagaimana bisa dia menelan makanan ketika mengetahui suaminya sedang melakukan fitting dengan calon istri baru.“Sebentar lagi kita akan observasi kandungan ibu ya … Ibu siap-siap dulu, saya akan bawa kursi roda.” Amara mengangguk saja lalu perawat pergi.Mau siap-siap pun tangannya terikat selang infus, jadi Amara tetap diam di atas ranjang.Dan lagi memangnya siapa yang harus dia buat terkesan sedangkan dia sudah memiliki suami dan sedang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status