Ketika tersadar Sumini sudah berada dirumah dengan banyak orang yang mengelilingi nya.Dia pingsan dalam waktu yang cukup lama.Dia masih bingung dengan apa yang terjadi.Yang dia ingat adalah waktu itu dia dan Mak nya ingin makan diseberang jalan, lalu semuanya gelap dan dingin dengan suara-suara berisik disekitarnya. Dan ketika bangun, dia merasakan sakit luar biasa pada sekujur tubuhnya."Ada apa ini?""Alhamdulilah mbak sampean sudah sadar""Aduhhhh, kenapa badanku sakit semua, kenapa kakiku susah digerakin?""Mbak, sampean diem dulu, kata dokter nggak boleh banyak bergerak""Apa yang terjadi denganku?""Sampean tadi kecelakaan mbak, tertabrak mobik ketika dipasar""Lalu bagaimana dengan Mak ku? Dimana Mak ku? Dia baik-baik saja kan?""Yang sabar ya mbak, sampean pulihkan diri sampean dulu""Yang sabar? Ada apa memangnya? Kenapa?""Mbak, tenang! Kakimu masih sakit, kalau kamu paksakan, nanti akan berdampak buruk untuk kesehatanmu dimasa mendatang""Tidak, aku mau mencari Mak ku!"
Astutik tak menyangka, bahwa Mursiyem pergi begitu cepat dengan cara setragis itu. Semuanya terjadu begitu cepat, hari itu setelah pulang sekolah untuk pertama kalinya dia tidak langsung pulang. Astutik memilih jalan kaki, sebelumnya Astutik sudah berpesan kepada pak Kusno untuk tidak menjemputnya.Meski matahari cukup terik, namun pohon-pohon besar dipinggir jalan ini cukup membuatnya merasa teduh, Astutik begitu menikmati perjalanan ini. Dalam hati Astutik menyesal, kenapa dia tidak melakukannya dari dulu-dulu. Tidak puas dengan menikmati perjalanannya, Astutik berhenti disungai yang begitu jernih. Astutik sengaja melepas sepatunya dan melangkah, naik diatas sebuah batu besar ditengah sungai tersebut. Sungai besar namun dangkal, airnya jernih, sehingga ikan-ikan kecil terlihat begitu jelas. Astutik merasa seluruh bebannya terangkat. Hingga tanpa terasa, waktu begitu cepat berlalu, hari sudah semakin sore. Astutik yakin sebentar lagi bapaknya pulang, kalau tahu dia belum dirumah,
Astutik tak menyangka, bahwa Mursiyem pergi begitu cepat dengan cara setragis itu. Semuanya terjadu begitu cepat, hari itu setelah pulang sekolah untuk pertama kalinya dia tidak langsung pulang. Astutik memilih jalan kaki, sebelumnya Astutik sudah berpesan kepada pak Kusno untuk tidak menjemputnya.Meski matahari cukup terik, namun pohon-pohon besar dipinggir jalan ini cukup membuatnya merasa teduh, Astutik begitu menikmati perjalanan ini. Dalam hati Astutik menyesal, kenapa dia tidak melakukannya dari dulu-dulu. Tidak puas dengan menikmati perjalanannya, Astutik berhenti disungai yang begitu jernih. Astutik sengaja melepas sepatunya dan melangkah, naik diatas sebuah batu besar ditengah sungai tersebut. Sungai besar namun dangkal, airnya jernih, sehingga ikan-ikan kecil terlihat begitu jelas. Astutik merasa seluruh bebannya terangkat. Hingga tanpa terasa, waktu begitu cepat berlalu, hari sudah semakin sore. Astutik yakin sebentar lagi bapaknya pulang, kalau tahu dia belum dirumah,
Astutik tak menyangka, bahwa Mursiyem pergi begitu cepat dengan cara setragis itu. Semuanya terjadu begitu cepat, hari itu setelah pulang sekolah untuk pertama kalinya dia tidak langsung pulang. Astutik memilih jalan kaki, sebelumnya Astutik sudah berpesan kepada pak Kusno untuk tidak menjemputnya.Meski matahari cukup terik, namun pohon-pohon besar dipinggir jalan ini cukup membuatnya merasa teduh, Astutik begitu menikmati perjalanan ini. Dalam hati Astutik menyesal, kenapa dia tidak melakukannya dari dulu-dulu. Tidak puas dengan menikmati perjalanannya, Astutik berhenti disungai yang begitu jernih. Astutik sengaja melepas sepatunya dan melangkah, naik diatas sebuah batu besar ditengah sungai tersebut. Sungai besar namun dangkal, airnya jernih, sehingga ikan-ikan kecil terlihat begitu jelas. Astutik merasa seluruh bebannya terangkat. Hingga tanpa terasa, waktu begitu cepat berlalu, hari sudah semakin sore. Astutik yakin sebentar lagi bapaknya pulang, kalau tahu dia belum dirumah,
POV MenikKuperhatikan satu persatu karyawan ku yang tengah sibuk dengan pekerjaan mereka.Sungguh, berat rasanya harus meninggalkan semua ini, semua yang ku bangun benar-benar dari 0.Namun bagaimana pun aku harus kembali, bagaimana pun aku harus mengambil apa yang seharusnya milikku.Aku bukan menyerah selama ini, membiarkan mereka menari diatas luka ku.Membiarkan manusia-manusia tak tahu diri itu menikmati apa yang seharusnya menjadi milikku.Aku hanya sedangan berusaha berdiri dan bangkit, sehingga ketika aku kembali, aku bisa berdiri tegak dengan kakiku sendiri.Setelah berunding dengan mas Rudi dan jeng Susi, aku memutuskan untuk tidak menutup usaha ini.Selain karena usaha ini menghidupi banyak kepala, aku juga harus tetap memiliki penghasilan, jika aku kembali nanti, aku harus menjadi seorang Menik yang baru.Aku tak ingin lagi bergantung apapun dengan mas Tukiman, bagaimanapun waktu sudah begitu lama berlalu. Siapa yang tahu dalamnya isi hati? Bisa saja dia kini telah beruba
Setelah kejadian yang menimpa dirinya, Sumini benar-benar terguncang.Dia enggan meninggalkan kamarnya, bahkan hanya untuk sekedar mandi dan mengisi perutnya.Dia sering marah-marah tak jelas, sering berteriak dan menangis sendiri.Sehingga ketika Tukiman ingin mendekat, lebih ke rasa takut dan jijik dari pada rasa iba.Ketika ada kerabat atau tetangga yang ingin menjenguk, sebisa mungkin Astutik akan mengajak mereka berbincang diruang tamu. Dari pada harus melihat langsung kondisi Sumini, lalu terdengar gunjingan yang menyakiti hati terlontar dari mulut mereka."Kasihan ya, lihat dia sudah seperti orang tidak waras, jangan-jangan ini karma dari apa yang sudah diperbuat dulu kepada Menik""Iya yu, mukanya nyeremin dengan luka itu, apalagi borok ditubuhnya, ih bau lagi ya""Kasihan Tukiman dan Astutik yang harus repot mengurusnya, padahal kan dia selalu jahat ya yu"Selalu terdengar bisik-bisik seperti itu setiap kali mereka selesai melihat kondisi Sumini dikamar. Astutik memang tak p
Senja mulai turun, ketika Sumini menunggu Tukiman pulang dengan kerudung yang menutupi sebelah pipi kirinya. Sumini mencoba untuk menerima takdirnya. Sumini mencoba untuk ihklas meski tak mudah. Entah kenapa, hari ini perasaannya begitu gelisah. Atau hanya tentang rasa rindu, karena sudah begitu lama Tukiman selalu menghindarinya? Baru saja hubungan mereka harmonis, Tukiman berubah menjadi manis kepadanya, namun kejadian itu harus terjadi dan merusak wajahnya, sehingga kini hubungannya dengan Tukiman kembali renggang. Sumini sering kali bertanya, kenapa tuhan begitu tidak adil? Kenapa tuhan seolah-olah mempermainkan hidupnya? Sumini sudah menyiapkan makan malam untuk Tukiman, dia sudah mematut diri, menggunakan bedak yang tebal untuk menutupi bekas luka yang mengerikan dipipinya, walau dia tahu, hasilnya percuma. Lukanya masih terlihat nyata, lukanya terlihat mengerikan. Astutik sedang membantu Wijaya mengobati luka dikakinya. Anak itu, kalau tidak main perempuan, pasti berkelahi
Aroma masakan ini sudah begitu lama tidak tercium didapur ini, ada rasa rindu juga haru yang menyesap didada setiap anggota keluarga, kecuali sepotong hati yang telah tertutup oleh benci dan juga luka.Semua wajah menyiratkan kebahagiaan, kecuali satu wajah yang sejak datangnya Menik kembali kerumah ini selalu dilanda kegelisahan.Tukiman segera bersiap dengan kepala yang dipenuhi dengan berbagai angan-angan.Masih kuat diingatan Tukiman, dulu setiap pagi, ketika dia sudah selesai bersiap untuk berangkat bekerja. Tukiman akan segera bergegas menuju dapur untuk memperhatikan istri tercintanya menyiapkan sarapan untuk mereka, lalu sesekali dia akan menggoda dengan merayu istrinya.Tertawa dan bercanda membicarakan hal-hal ringan sambil menunggu masakan itu selesai disiapkan.Tak jarang dulu Tukiman menggoda Menik yang tengah sibuk dengan masakanya dengan memeluk dan mencium tubuh yang selalu harum setiap waktu itu dengan gemas. Lalu Menik akan terlihat marah, namun dengan pipi memera