Share

Karma untuk Keluarga Suamiku
Karma untuk Keluarga Suamiku
Author: Natasya Kafi

Bab 1

“Sebagai ibu, kamu nggak boleh males ngasih ASI anakmu jayak gini. Jadinya cucuku jadi kurus kering gara-gara ibunya nggak bener ngerawat anak!”

“Iya, anak muda jaman sekarang pada males ngerawat bayinya. Jangan andelin susu formula, dong!”

Kalimat pedas itu terus menyembur dari  mulut Santika dan juga Fairus ibu mertua dan kakak iparku.  Mendengar itu, rasanya ingin sekali menangis sekencang-kencangnya, lelah rasanya sudah bekerja siang malam menjaga bayiku, tetap saja dinilai tidak becus merawat.

Padahal, sudah sekuat tenaga aku menjaga Aghis panggilan anak pertamaku sampai begadang semalaman lantaran bayiku yang masih berusia dua minggu ini terus saja menangis kencang, entah rewel karena apa.

Rumah yang kutinggali dengan mas Marvin, memang lah berdampingan dengan tempat tinggal mertua dan ipar pertamaku. Jadi, memang sudah kebiasaan mereka mengunjungi rumah kami. Apalagi, semenjak aku melahirkan. Pagi, siang, malam ibu mertuaku pasti mengunjungi kami.

Sebenarnya, tidak masalah jika menjenguk. Aku pun senang, rumah jadi tidak sepi mengingat suamiku kerja seharian dan akan pulang saat malam hari. Sayangnya, ibu mertuaku selalu saja memberiku komentar yang kurang mengenakkan hati. Dan itu yang membuatku semakin frustasi.

Rasanya, aku tidak terima saat mereka menilaiku malas memberi ASI ke buah hati.

Akhirnya, aku berusaha membela diri.

“Sebenarnya, sudah saya coba kasih ASI bu, tapi ASIku masih seret jadi terpaksa Aghis dikasih susu formula,” ucapku memelankan suara.

Sayangnya, wajah mereka terlihat tidak mengenakkan memandangku.

“Halah, alasan! Bilang aja males,” sahut Fairus dengan tampang judesnya. Diambilnya paksa bayi yang sedang dalam pangkuanku dan mencoba mengayun-ayunkannya agar bisa tertidur.

“Harga susu formula itu tidak murah! Kamu mau terus-menerus menyusahkan anakku? Kasihan anakku kerja banting tulang dan sekarang kebutuhannya semakin bertambah!” Hardik ibu mertuaku memamerkan tampang tidak suka kepadaku.

Jika sudah begini, aku lebih memilih membisu. Diam seribu Bahasa dan membiarkan mereka berkata sesukanya. Seolah-olah apa yang diucapkan ibu mertua dan juga mbak Fairus adalah perkataan paling benar.

****

Mengertilah, menjadi ibu baru bukanlah hal yang mudah. Apalagi, tinggal satu lingkungan dengan ibu mertua dan ipar yang tidak sebaik di negeri dongeng.

Sebenarnya, aku sudah meminta mas Marvin untuk mengantarku tinggal di rumah orangtuaku saat melahirkan nanti dan meminta orangtuaku untuk membantu merawat sang bayi. Mas Marvin juga mengizinkan, sayangnya adik kandungku juga baru melahirkan tiga minggu yang lalu, lebih cepat satu minggu dariku. Oleh karenanya, aku urung memutuskan tinggal di rumah orangtuaku dan terpaksa menetap di rumah ini.

Jangan salah sangka, rumah yang kutinggali bukan lah rumah warisan dari orangtua suamiku. Bukan, rumah ini adalah tanah yang kubeli dari bonus penjualan yang kudapat dari bos tempatku bekerja. Dan rumah ini berdiri, juga dari gaji yang aku kumpulkan dari kerja kerasku bekerja sebagai seorang marketing produk kosmetik sejak jaman masih perawan.

Setelah kehamilanku menginjak tujuh bulan, Mas Marvin melarangku bekerja dan memilih fokus mengurus anak. Alhasil seluruh kebutuhan rumah semuanya ditanggung oleh suamiku seorang karena aku sudah tidak bergaji lagi.

“Furika, buatkan aku kopi dan mie goreng dong,” pinta suamiku saat tengah asyik berselonjor di depan ruang keluarga.

Aku masih menggendong bayiku yang baru saja tertidur.

“Mas, nanti dulu ya. Biar Aghis pulas dulu nanti aku buatkan,” jawabku mengusap kening anakku dan mengecupnya.

“Sekarang Furika! Aku sudah lapar sekali, sejak pagi kamu tidak melayaniku!” Kata Mas Marvin dengan wajahnya yang mulai cemberut.

Mungkin karena kelelahan kerja seharian, mood suamiku suka berantakan. Apalagi saat ngambek, pasti seperti anak kecil yang tantrum.

“Mas, aku juga belum makan, sebentar ya,” kilahku pelan. Semoga saja ucapanku tidak membuat Mas Marvin semakin marah.

Namun apa yang terjadi? Mas Marvin kerap uring-uringan akhir-akhir ini. Pria itu berdiri dengan wajahnya yang marah.

“Halah! Kelamaan! Aku beli saja di luar,” ucapnya mematikan televisi lalu membuang remotnya di atas sofa dengan asal.

“Kamu memang istri pemalas!” Sungutnya melenggang pergi keluar rumah entah ke mana.

Aku hanya bisa menghela nafas panjang jika begini. Kemarin, suamiku juga marah karena seragam kerjanya belum kusetrika. Sudah berulang kali kujelaskan, tubuhku belum pulih semenjak melahirkan apalagi jahitan secar juga masih terasa nyeri.

Sayangnya, Mas Marvin masih saja tak paham.

***

“Aghis sayang, tidur ya, Nak. Ini sudah malam,” ujarku lemah lembut kepada bayi yang kugendong.

Sekarang, sudah pukul sepuluh malam. Dan Aghis bayi kesayanganku masih saja menangis entah karena apa. Sudah setengah jam lebih aku menggendongnya, mengayun-ayun berharap Aghis bisa tertidur.

Dan tiba-tiba, Mas Marvin baru saja pulang selepas keluar rumah entah ke mana. Mungkin mencari makan malam. Perutku juga lapar, aku berharap sekali mas Marvin juga membawakan aku makanan untuk kusantap sebelum tidur.

“Mas, dari mana?” tanyaku basa-basi.

Mas Marvin melirik pada bayi yang kugendong, kemudian sibuk membuka ponselnya sembari menduduki sofa.

“Dari Mang Ojak, nyari nasi goreng,” jawabnya tenang.

“Di makan di sana?” tanyaku lagi, berharap Mas Marvin lupa membawa sebungkus nasi goreng yang tertinggal di sepeda motor dan mengambilkannya untukku. Karena, mas Marvin memang pelupa.

“Enggak, dibungkus.” Jawabnya singkat.

Hatiku cukup senang, itu artinya mas Marvin lupa tidak membawa bungkusan nasi goreng itu ke dalam. Dan sebentar lagi akan mengambilnya di sepeda motor dan kami akan memakannya Bersama.

Namun, mas Marvin tetap saja tidak mengubah posisi duduknya dan semakin focus dengan gawainya.

“Mas,” panggilku lirih sambil meringis.

Mas Marvin hanya melirikku sekilas.

“Terus, nasi gorengnya di mana mas?” tanyaku akhirnya. Ternyata, suamiku tak peka juga.

“Oh nasi goreng? Udah abis tadi, Cuma beli dua bungkus buat mas sama ibu, dimakan di rumah ibu,” jelas Mas Marvin

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status