Share

PART 6

Author: HellyPotter_
last update Huling Na-update: 2025-08-04 09:13:00

Malam harinya, Dara duduk didepan cermin besar sibuk membersihkan sisa-sisa makeup diwajahnya. Sedangkan Artha? Laki-laki itu duduk di tepian ranjang seraya menghirup beberapa kali inhaler sebelum tidur.

Dara beberapa kali melirik Artha dari balik cerminnya. Kemudian, terlihat Artha mengambil satu bantal dari atas ranjang dan dia letakkan diatas karpet bulu tepatnya dibawah kasur.

"Artha?" Dara menoleh kearahnya.

"Ada apa Bu?"

"Kenapa kamu tidur di bawah?" Tegur Dara.

"Terus saya tidur dimana Bu? Di sofa lagi? Oke..." Artha bergegas bangkit membawa bantalnya tapi buru-buru Dara mencegahnya.

"Kamu gak perlu tidur di sofa, kamu bisa tidur satu ranjang bersama saya."

Artha terdiam beberapa saat, dia melirik kearah ranjang seolah-olah membayangkan jika dia tidur berdampingan dengan Dara.

"Gak perlu, Bu. Saya lebih baik tidur dibawah. Soalnya saya kalo tidur ngorok, suka nendang, jadi takut Bu Dara terganggu karena saya."

Dara tau jika Artha sedang menolak ajakan Dara dengan berpura-pura beralasan seperti itu.

Dara menghela nafasnya sedikit kasar. "Artha, kamu tidak perlu menunda-nunda waktu lagi. Kamu pasti tersiksa karena pernikahan ini kan? Jadi mari kita selesaikan dengan secepatnya. Beri saya anak, habis itu kamu bebas pergi kemanapun yang kamu mau."

Artha awalnya terdiam. Tapi beberapa menit kemudian dia memiliki ide yang begitu aneh. Ia memijit pelipisnya beberapa kali dihadapan Dara.

"Kepala saya pusing, Bu. Kemarin malam saya kedinginan tidur di sofa. Badan saya juga hangat, mungkin sebentar lagi mau demam. Jadi lain kali aja ya, Bu. Lebih baik kita tidur, ini udah malam, besok kita harus bekerja."

Artha menolak itu semua dengan akting yang dia tunjukan kepada Dara. Bahkan laki-laki itu kembali meletakkan bantalnya diatas karpet dan mulai merebahkan dirinya dengan nyaman untuk memejamkan matanya.

Tidak ada yang bisa Dara lakukan lagi selain sabar. Perempuan itu akhirnya menyerah untuk membujuk Artha. Ia menaiki ranjangnya dan mulai merebahkan dirinya untuk tidur.

Mata Artha kembali terbuka, dia mematikan lampu kamarnya sejenak. "Selamat tidur, Bu. Semoga nyenyak."

Akhirnya mereka memutuskan untuk tidur terpisah. Dara diatas ranjang dan Artha tidur dibawah ranjang. Jika kalian kira mereka tidur dengan nyenyak itu salah, mereka berdua sama-sama masih menatap atap yang sama dengan pikirannya masing-masing.

"Artha?"

Artha hanya berdeham membuat Dara yakin jika laki-laki itu belum tidur.

"Kamu punya pacar?" Tanya Dara membuat suasana hening seketika dalam beberapa saat.

"Nggak," jawabnya singkat.

"Syukurlah, jadi saya tidak merasa bersalah dengan pacarmu."

"Bu Dara kenapa memilih saya untuk menjadi suami ibu? Bukankah masih banyak laki-laki yang lebih cocok daripada saya?" Tanya Artha.

Dara menghela nafasnya sedikit panjang. "Pertama kali saya melihat kamu, saya langsung yakin jika kamu laki-laki yang polos, Artha. Saya yakin kamu bisa mewujudkan keinginan saya."

"Maksud ibu, saya laki-laki murahan yang mau dengan bayaran Bu Dara?"

"Bukankah emang seperti itu? Kamu sangat butuh uang kan? Jadi menurut saya ini adalah keberuntungan untuk kamu."

Artha terdiam sejenak sehingga suasana menjadi hening seketika. Beberapa saat akhirnya Artha kembali bersuara.

"Bu Dara punya pacar?" Tanya Artha mencoba menghiraukan pembicaraan yang tadi.

"Mantan," jawabnya singkat dan Artha hanya berdeham.

"Kamu ingin tahu alasan saya putus dengan mantan saya?" Tanya Dara seraya memiringkan tubuhnya melihat kearah Artha yang tidur terbaring di karpet lantai.

"Dia selingkuh dengan sahabat saya sendiri. Padahal saya sudah memberikan segalanya untuk dia. Saya sudah berani menjadi perempuan bodoh, nakal, dan durhaka kepada orang tua saya sendiri demi dia. Tapi dia dengan mudahnya mengkhianati saya."

"Pasti ada alasan kenapa mantan ibu selingkuh sama sahabat ibu kan?" Tanya Artha penasaran.

Dara mengangguk. "Dia berkata jika saya perempuan manja, dia berkata jika hidup saya terlalu banyak kekangan, bahkan yang membuat saya sakit hati dia berkata jika saya boneka ayah saya sendiri. Tapi saya tau jika dia seperti itu karena hidup saya berbeda dengan perempuan lain."

Artha tidak tahu harus meresponnya gimana lagi sehingga dia hanya diam.

"Jika dia masih bersama saya, mungkin saya tidak akan menyuruh kamu menikahi saya, Artha. Saya pasti akan menikah dengannya," ujar Dara.

"Bu Dara masih mencintai dia?"

Dara berdeham kecil. "Dia laki-laki pertama yang membuat hidup saya berwarna. Saya sangat mencintai dia.... Itu alasan saya tidak bisa memilih laki-laki manapun karena yang saya cintai cuma dia."

"Saat pernikahan, apakah dia tau?" Tanya Artha masih penasaran.

"Tidak. Dia ada di melbourn setelah putus dengan sahabat saya."

"Kalo dia kembali, apakah ibu akan kembali bersamanya?" Tanya Artha lagi.

"Maybe...karena kita gak akan selamanya menjadi suami istri. Saya cuma ingin menjalin hubungan dengan laki-laki yang sangat saya cintai."

Artha menganggukan kepalanya, sekarang dia tahu alasan mengapa Dara tidak menyuruh laki-laki lain dan malah memilih dirinya. Itu karena masalalu yang belum selesai.

"Saya mau tidur duluan ya, Bu. Selamat malam."

"Selamat malam juga, Arthala..."

*****

Paginya, Artha dan Dara akhirnya berangkat ke kantor dengan kendaraan sendiri-sendiri. Ya, Artha sudah memiliki motor yang dibelikan oleh Dara. Tak masalah itu permintaan pertamanya, lagian Artha juga tidak meminta motor mahal, dia meminta motor matic biasa, yang penting bisa buat bekerja.

Saat di kantor, Artha baru saja memarkirkan motornya, ia sudah melihat Dara turun dari mobil dan disambut dengan baik oleh para karyawan lain. Sungguh ini perbedaan kasta, Artha sebagai seorang suami sedikit malu.

"Laper... sarapan dulu deh," gumam Artha seraya mengusap perutnya.

Laki-laki itu memang tidak ikut sarapan dengan keluarga Jaksara. Dia memilih makan di kantin kantor dengan nasi uduk dan telor ceplok, serta sambalnya. Apalagi Artha meminum teh manis hangat, rasanya sangat begitu nikmat.

"Lebih nikmat daripada sarapan sandwich," gumam Artha berniat menyindir keluarga Jaksara.

Setelah ia rasa telah kenyang, Artha bergegas untuk masuk kerja. Dia berjalan di koridor kantornya dengan santai. Hingga dimana saat dia menunggu lift untuk keruangannya, tiba-tiba ada segerombolan pria menyerobot masuk. Ketiga pria itu nampak terlihat rapih dengan jas hitamnya.

Tangan Artha ditarik begitu saja oleh Karla saat hendak ikut masuk kedalam lift.

"Tunggu lift berikutnya aja," tutur Karla.

"Kenapa? Tadi masih muat kok," heran Artha.

"Iya masih muat, tapi lo juga harus tau mereka siapa."

"Emang siapa?" Tanya Artha penasaran.

"Para petinggi dari perusahaan lain. Hari ini ada rapat penting, serta ada pengalihan kekuasaan oleh Pak Jaksara untuk Dara."

Artha akhirnya hanya mangut-mangut kepala. Dia memencet tombol lift lagi untuk menunggu lift berikutnya. Seraya menunggu Karla mengajaknya berbicara terlebih dahulu.

"Kemarin lo kemana, kok gak berangkat?" Tanya Karla penasaran.

"Kesiangan," ucap Artha seraya terkekeh.

"Hati-hati dapet Surat peringatan. Dara tuh galak, dia gak main-main sama pekerjaan," tutur Karla dan Artha hanya menganggukan kepalanya seolah-olah tidak tahu.

"Lagian lo pernah dihukum karena gue kan? Semoga itu jadi pelajaran buat lo untuk tidak bermain-main sama Dara, walaupun dia cantik," tutur Karla lagi.

"Iya...gak akan," jawab Artha seadanya.

"Eh, lo tau gak? Dua hari yang lalu tersebar rumor kalo Dara sudah menikah sama orang luar negeri tau."

Perkataan Karla mampu membuat Artha menoleh kearahnya, bebarengan dengan pintu lift terbuka. Mereka akhirnya masuk kedalam.

"Menikah?" Tanya Artha seolah-olah tidak tahu.

"Iya... katanya menikah secara private, bahkan anak kantor aja gak ada yang diundang. Gue yang deket sama dia aja, dia gak undang gue, padahal gue penasaran siapa cowonya."

Artha menatap kearah depan sedikit gugup. "Biarin lah, hidup dia ini."

"Jangan-jangan dia menikah sama mantannya yang di melbourn kali ya?" Bingung Karla menebak-nebak itu semua, padahal secara jelas cowo yang menikah dengan Dara adalah Artha.

"Gak usah nebak-nebak, nanti juga tau sendiri," tutur Artha sedikit gugup.

"Aneh aja gitu, kenapa Dara menikah secara private? Gue curiganya dia hamil duluan."

Artha menoleh kearah Karla. "Ngaco kalo ngomong. Jangan menyebarkan aib yang belum jelas ya, kasihan Bu Dara."

Pintu lift terbuka dan mereka berdua bergegas untuk keluar menuju ruangannya. Karla tidak lagi membicarakan rasa penasarannya terhadap Dara, lagi pula dia bukan seorang yang tukang gosip.

"Disuruh kumpul di lobby ada pengumuman baru dari Pak Jaksara!"

Baru saja Artha ingin duduk di kursinya, dia sudah harus keluar ruangan lagi. Akhirnya dia mengikuti karyawan lain untuk keluar bahkan Karla juga ikut berjalan disamping Artha.

Saat di lobby banyak karyawan yang sudah berkumpul melihat kearah para pemimpin yang berdiri di depan meja resepsionis. Artha melihat ada Dara diantara para petinggi disana.

"Halo semuanya, mohon maaf mengganggu waktunya," ucap Pak Jaksara dihadapan para karyawannya.

"Saya Jaksara Bima selaku Direktur Utama perusahaan Jaksara Company ingin memberitahukan jika Jaksara Company akan berganti kepemimpinan pada hari ini juga hingga seterusnya."

Semua karyawan berbisik-bisik seketika, seakan-akan mereka sudah mengetahui itu semua sebelum pak Jaksara mengumumkannya.

"Dara yang akan menggantikannya, soalnya dia udah menikah," bisik Karla kepada Artha.

"Kalo Dara yang menjadi Dirut, jangan harap lo bebas melakukan apapun. Dia beneran galak dan ngeselin banget deh," bisik Karla yang sangat tahu sikap Dara.

Tatapan Artha terus tertuju kearah Dara, dia sama sekali tidak menggubris perkataan Karla. Entahlah pikirin Artha begitu bergemuruh melebihi obrolan para karyawan kantor disana.

"Berikan tepuk tangan untuk Direktur Baru perusahaan kita, DARA VIORA!"

Semua orang seketika berkeprok ria menyambut jabatan baru Dara sebagai pemimpin. Artha memutarkan tubuhnya untuk cepat-cepat kembali keruangannya. Ia tidak ingin ikut merayakan itu bersama para karyawan tersebut. Karla yang melihat itu hanya mengernyit bingung.

Didalam ruangan Artha meremat bolpoinnya seraya terpelongo kearah depan.

"Bego banget sih lo, Artha... lo cuma dimanfaatkan oleh Dara. Lo cuma jadi alat Dara untuk mendapatkan jabatan tinggi! Setelah itu lo di buang!"

Artha memijit pelipisnya beberapa kali merasa pusing jika memikirkan itu semuanya. "Lo harus hancur untuk seorang perempuan yang ingin bahagia."

"Arghhhh!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Karyawanku Suamiku   PART 7

    Saat jam kantor berakhir, Artha bergegas untuk pulang. Di lobby dia tidak sengaja berpapasan dengan Dara yang berjalan untuk sama-sama pulang. Artha hanya berjalan tanpa ingin menoleh kearahnya, mungkin Dara pun sama.Di parkiran Artha bergegas mengendarai motornya terlebih dahulu dari mobil Dara. Sebelum sampai rumah keluarga Jaksara, Artha memilih mampir ke warung pecel lele yang ada di pinggir jalan, berniat untuk makan. Artha juga sadar diri jika dia hanya orang asing yang numpang tidur saja, jadi dia tidak ingin merepotkan keluarga Jaksara.Dara menepikan mobilnya saat melihat Artha turun dari motornya di warung tersebut. Perempuan itu segera menghampiri Artha."Artha?"Artha mengerutkan keningnya tercengang. "Bu Dara? Ngapain ikut kesini?""Kamu ngapain disini?" Tanya Dara penasaran."Saya–saya mau makan," jawab Artha gugup.Dara menghela nafasnya pelan. "Kenapa kamu gak mau makan di rumah saya?""Makan disini lebih enak. Coba deh, Bu... saya pesenin ya?" Tawar Artha dan Dara ha

  • Karyawanku Suamiku   PART 6

    Malam harinya, Dara duduk didepan cermin besar sibuk membersihkan sisa-sisa makeup diwajahnya. Sedangkan Artha? Laki-laki itu duduk di tepian ranjang seraya menghirup beberapa kali inhaler sebelum tidur.Dara beberapa kali melirik Artha dari balik cerminnya. Kemudian, terlihat Artha mengambil satu bantal dari atas ranjang dan dia letakkan diatas karpet bulu tepatnya dibawah kasur."Artha?" Dara menoleh kearahnya."Ada apa Bu?""Kenapa kamu tidur di bawah?" Tegur Dara."Terus saya tidur dimana Bu? Di sofa lagi? Oke..." Artha bergegas bangkit membawa bantalnya tapi buru-buru Dara mencegahnya."Kamu gak perlu tidur di sofa, kamu bisa tidur satu ranjang bersama saya."Artha terdiam beberapa saat, dia melirik kearah ranjang seolah-olah membayangkan jika dia tidur berdampingan dengan Dara. "Gak perlu, Bu. Saya lebih baik tidur dibawah. Soalnya saya kalo tidur ngorok, suka nendang, jadi takut Bu Dara terganggu karena saya."Dara tau jika Artha sedang menolak ajakan Dara dengan berpura-pura

  • Karyawanku Suamiku   PART 5

    "Ekhemm..."Artha membuka matanya berat, raut wajahnya terlihat sangat acak-acakan, bahkan dirinya beberapa kali masih menguap ngantuk. Tapi pandangannya membuat Artha langsung beranjak bangkit karena Pak Jaksara duduk didekatnya seraya membaca koran.Semalam Artha memang kembali lagi kerumah Dara setelah diusir oleh ibunya. Namun, Ia tidak ingin mengganggu Dara yang beristirahat, alhasil Artha tidur di ruang tamu, meskipun sang pembantu menyuruhnya untuk masuk kedalam kamar Dara."Pagi Pak," sapa Artha kepada Pak Jaksara.Pak Jaksara melirik arlojinya, waktu sudah begitu siang, tapi Artha mengira jika itu masih pagi."Ini sudah jam sembilan," ucap Pak Jaksara membuat Artha sedikit terkejut."Saya kesiangan, saya telat masuk kerja," panik Artha."Tidak perlu ke kantor. Dara sudah berangkat kerja dari pagi. Ada pertemuan penting dengan rekan bisnis, jadi dia gak bisa mengambil cuti hari ini. Kamu lebih baik mandi terus jemput Dara nanti siang. Dia mengambil setengah hari kerja. Saya ha

  • Karyawanku Suamiku   PART 4

    Minggu pagi, venue intimate wedding itu nampak terlihat ramai tamu undangan. Bau tanah dan rumput terasa segar seusai gerimis pagi sehingga membasahi altar putih disana. Tapi untung saja gerimis itu sudah berhenti saat pernikahan sakral akan segera di laksanakan.Suara keprokan ria dapat seorang laki-laki itu dengar saat ia sedang duduk menunduk dikursi akad. Wajahnya perlahan mendongak melihat kearah gadis cantik yang menggunakan dres kebaya putih berjalan di altar seraya membawa buket bunga ditangannya.Benar-benar seperti mimpi. Artha sama sekali tidak berfikir jika dia akan menikah secepat ini disaat kebahagiaannya tentang pekerjaan baru tercapai. Apalagi dia menikah dengan Dara yang statusnya lebih tinggi daripada dirinya.Saat Dara sudah berdiri dihadapan Artha laki-laki itu tidak bisa berkutik saat melihat senyum manis yang Dara lontarkan. Artha akui perempuan itu begitu cantik, tak mungkin jika Artha mendapatkan perempuan bak dewi seperti Dara."Tolong dibantu pengantin peremp

  • Karyawanku Suamiku   PART 3

    Hari sial tidak ada di kalender dunia, begitupun hari keberuntungan. Entah mengapa di hari pertama Artha bekerja dia merasa sial, namun juga merasa beruntung. Seorang Dara Viora memilih lelaki biasa seperti Artha untuk menjadi calon pendampingnya. Sungguh itu pernyataan yang terdengar mustahil, tapi sangat nyata Artha rasakan."Staf marketing itu adalah calon suami Dara." Perkataan itu masih berputar dikepala Artha, bahkan dirinya sedaritadi tidak fokus bekerja. Artha mengacak rambutnya begitu frustasi. "Kenapa lo? Berat ya kerja di hari pertama?" Tegur Karla seraya merapihkan mejanya."Berat banget, mau cepet-cepet resign," jawab Artha seenaknya padahal jika boleh jujur dia sangat senang karena bekerja di perusahaan besar. Namun, perkataan Dara membuat semangatnya terputus begitu saja."Pasti habis dimarahin Dara ya? Kan, gue bilang kasih dokumennya, habis itu lo pergi. Pasti lo godain dia kan? Jangan sangka, walaupun Dara cantik, dia itu galak."Artha menghela nafasnya panjang, Ka

  • Karyawanku Suamiku   PART 2

    Pagi ini seperti biasa Dara melakukan aktifitasnya. Ia berangkat ke kantor bersama ayahnya meskipun dengan mobil berbeda. Saat sampai di perusahaan besar itu, mereka berdua disambut baik oleh para karyawan yang sedang berlalu lalang–sekedar menghormat kepada seorang Direktur. Dara berjalan cukup santai di belakang ayahnya. Wajahnya terlihat cantik, rambutnya tergerai dengan rapih, bahkan ia berjalan melenggang bak seorang model. Tak heran mengapa semua orang kantor memandang Dara kagum karena memang Dara begitu menawan. Saat ayah dan anak itu memasuki lift, tak ada perbincangan sedikitpun, Dara hanya berdiri diam di belakang sang ayah. Hingga dimana sang ayah terlebih dahulu mengeluarkan suaranya. "Ayah akan menyiapkan pernikahan kamu minggu depan. Kamu harus siap-siap dari sekarang." Dara mengepalkan kedua tangannya mencoba menahan kesabarannya itu. "Jika kamu sampai minggu depan tidak menemukan lelaki yang akan menjadi suami kamu. Terpaksa ayah akan menikahkan kamu dengan Yugo

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status