Share

PART 5

Penulis: HellyPotter_
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-03 08:28:33

"Ekhemm..."

Artha membuka matanya berat, raut wajahnya terlihat sangat acak-acakan, bahkan dirinya beberapa kali masih menguap ngantuk. Tapi pandangannya membuat Artha langsung beranjak bangkit karena Pak Jaksara duduk didekatnya seraya membaca koran.

Semalam Artha memang kembali lagi kerumah Dara setelah diusir oleh ibunya. Namun, Ia tidak ingin mengganggu Dara yang beristirahat, alhasil Artha tidur di ruang tamu, meskipun sang pembantu menyuruhnya untuk masuk kedalam kamar Dara.

"Pagi Pak," sapa Artha kepada Pak Jaksara.

Pak Jaksara melirik arlojinya, waktu sudah begitu siang, tapi Artha mengira jika itu masih pagi.

"Ini sudah jam sembilan," ucap Pak Jaksara membuat Artha sedikit terkejut.

"Saya kesiangan, saya telat masuk kerja," panik Artha.

"Tidak perlu ke kantor. Dara sudah berangkat kerja dari pagi. Ada pertemuan penting dengan rekan bisnis, jadi dia gak bisa mengambil cuti hari ini. Kamu lebih baik mandi terus jemput Dara nanti siang. Dia mengambil setengah hari kerja. Saya harus mengantar istri saya ke kantornyanya."

Artha terdiam beberapa saat seraya mengumpulkan nyawanya yang belum menyatu sempurna.

"Artha?" Panggil Pak Jaksara membuat Artha menoleh kearahnya.

"Apakah Dara benar-benar memilih kamu untuk menjadi suaminya?"

Artha terdiam bungkam dengan pertanyaan itu.

"Saya memang sengaja memaksa Dara untuk menikahi Yugo karena saya yakin Yugo bisa melanjutkan pekerjaan saya bahkan membahagiakan Dara. Saya memberikan Dara waktu satu minggu untuk mencari pasangannya itu cuma main-main. Saya tahu Dara gak akan bisa dan berakhir dia akan menikah dengan Yugo. Tapi saya salah, ternyata dia memilih kamu bahkan menikah dengan kamu."

"Kenapa anda memaksa Dara untuk menikah dengan Yugo? Padahal anda tau sendiri kan, Dara menolak keras menikah dengan laki-laki itu?"

Pak Jaksara melihat kearah Artha, dia sekarang tau sikap Artha yang pintar bertanya tanpa malu.

"Apakah karena Harta?"

"Tidak, ini bukan karena harta. Maksud saya jika Dara menikah dengan laki-laki yang tau bisnis, pasti laki-laki itu akan melanjutkan pekerjaan Dara. Sedangkan Dara? Dia harus dirumah melahirkan dan mengurus cucu saya. Tapi anak saya itu terlalu keras kepala dan percaya semuanya bisa diurus sendiri."

"Kenapa anda tidak bertanya mengenai pekerjaan kepada saya? Apakah cuma Yugo yang bisa menggantikan pekerjaan Dara?" Tanya Artha dengan berani.

Pak Jaksara meletakkan korannya lalu menatap Artha sedikit mendekat seraya melepaskan kacamatanya. "Kamu sangat ingin memegang perusahan saya?"

Artha hanya terdiam, dia sama sekali tidak yakin bahkan dia saja masih karyawan bawah yang beberapa hari bekerja.

"Sebenarnya saya gak percaya sama kamu, Artha. Tapi Jikapun Dara hamil anak kamu suatu saat nanti, oke....pekerjaan Dara akan jatuh ke tangan kamu. Tapi hanya ketika Dara hamil saja. Saya tidak akan sepenuhnya mengangkat kamu menjadi direktur utama perusahaan sebelum saya mempercayai kamu penuh."

Artha menghela nafas panjang, lagi pula hubungan dia dan Dara tidak selama itu. Dara pasti akan minta cerai setelah berhasil melahirkan sang anak.

"Jadi Jawab pertanyaan saya sebelumnya. Apakah Dara benar-benar memilih kamu menjadi suaminya? Jawab dengan jujur Artha. Jikapun pernikahan ini hanya paksaan Dara, saya bisa membantu membebaskan kamu. Kamu gak harus mengikuti perkataan Dara, anak itu selalu mengekang perkataan saya. Menikah dengan Yugo adalah solusi terbaik, tapi dia selalu menolak."

Artha terdiam beberapa saat, sedangkan Pak Jaksara menunggu jawaban dari Artha.

"Apakah anda masih memiliki niatan menikahi Dara dengan Yugo?" Tanya Artha lagi.

"Itu tujuan utama saya. Tapi Dara memilih kamu cepat dan mengajak kamu menikah. Jadi saya curiga jika Dara memaksa kamu."

Artha menghela nafasnya sedikit kasar. Perkataan Dara mengenai Yugo yang buruk terlintas dipikirkannya. Jika Artha berkata jujur jika itu adalah paksaan Dara, berarti Artha membiarkan Dara menikahi pria bejat seperti Yugo.

"Tidak, saya tidak dipaksa oleh Dara. Saya menikah atas dasar cinta dengan cinta. Lagi pula saya dengan Dara sudah kenal lama."

Entah bohong atau tidak tapi Pak Jaksara tidak bisa mengelak sedikitpun perkataan Artha.

"Dan pak Jaksara, saya menikahi Dara bukan karena ingin mendapatkan jabatan tinggi diperusahaan bapak, apalagi ingin mengambil warisan istri saya. Tapi saya menikahi dia karena saya ingin menjaga dia dari laki-laki bejat seperti Yugo. Jika anda tidak mempercayai saya dalam pekerjaan, ya sudah, saya juga tidak butuh itu. Saya suami Dara, tugas saya hanya menjaga istri saya bukan menjaga perusahaan bapak."

Artha beranjak bangkit ingin pergi. "Bapak juga gak perlu menganggap saya menantu bapak. Anggap saya karyawan biasa yang bekerja di perusahaan bapak."

Artha bergegas berjalan menuju kamar Dara meninggalkan Pak Jaksara yang terpelongo setelah mendengarkan perkataan Artha. Jika semua orang begitu bahagia memiliki mertua yang akan sangat kaya, berbeda dengan Artha yang menolak itu semua.

Nafas Artha tersengal-sengal saat masuk kedalam kamar Dara. Dia berbicara seperti itu sebenarnya antara sadar dengan tidak sadar. Artha tau jika Pak Jaksara sama sekali tidak menerima kehadirannya apalagi menganggap dirinya sebagai menantu, jadi Artha harus peka dengan dirinya sendiri.

Mata Artha melihat kearah kasur Dara yang begitu sangat acak-acakan. Ia segera merapihkan kasur tersebut, bahkan seluruh kamar itu. Matanya tidak sengaja menangkap album foto milik Dara dimana perempuan itu tersenyum bahagia berbeda dengan saat ini yang begitu jutek dan menakutkan.

"Pasti dulu hidupnya tidak memiliki beban apapun," gumam Artha.

Tidak ingin berlama-lama memandang foto itu, kini Artha kembali merapihkan kamar Dara yang berantakan. Setelah beberapa menit selesai, ia bergegas mandi dan pergi menjemput Dara di kantor.

Berhubung Artha tidak memiliki kendaraan apapun, ia menjemput Dara menggunakan ojek, lagi pula Dara membawa mobil seorang diri ke kantor sehingga Artha bisa mengambil alih akan itu.

Setelah sampai di kantor, Artha tidak langsung masuk melainkan menunggu di pos satpam. Dia hanya tidak ingin karyawan lain melihatnya. Hingga beberapa menit kemudian, dia melihat Dara keluar dari kantor bergegas ingin pulang.

Di pos satpam Artha melambaikan tangannya saat mobil Dara hendak keluar. Dara tentu saja melihatnya dan akhirnya memberhentikan mobilnya dan menyuruh Artha untuk bergegas masuk kedalam.

"Maaf Bu, saya disuruh menjemput Bu Dara oleh Pak Jaksara," ucap Artha dengan fokus memakai sealbelt pengamannya karena mobil Dara sudah melaju meninggalkan kantor.

"Menjemput? Bahkan kamu tidak membawa kendaraan apapun," cibir Dara.

Artha sedikit mengerucutkan bibirnya. "Mau saya yang bawa mobilnya?"

"Emang kamu bisa?" Tanya Dara meremehkan Artha.

"Saat kuliah saya pernah kerja partime Bu, saya pernah menjadi supir trukk pengantar makanan, jadi saya bisa mengemudi," jelas Artha.

Dara segera menepikan mobilnya dan bergegas bertukar posisi dengan Artha. Artha kini duduk di kursi pengemudi, sedangkan Dara di kursi penumpang. Laki-laki itu awalnya terlihat ragu saat melihat mesin kendaraan tersebut, tapi semua itu ia coba lakukan demi statusnya menjadi seorang suami.

"Bisa gak?" Tegur Dara.

"Bisa Bu, tenang aja."

Artha dengan bergegas menaikan gigi mesin mobil tersebut dan menginjak gas, tapi untuk pertama kali masih terasa kaku bahkan beberapa kali Artha menginjak Rem sehingga Dara terlihat kesal dengannya.

"Kalo gak bisa, biar saya saja. Saya gak suka jika kamu merusak mobil saya seperti ini," kesal Dara.

"Bisa Bu Dara..."

Kini akhirnya Dara dapat menghela nafas lega karena Artha dapat melajukan mobilnya dengan stabil. Perempuan itu dapat duduk dengan tenang di kursi penumpang.

"Semalam kenapa kamu kembali lagi kerumah saya?" Tanya Dara tiba-tiba.

"Saya diusir."

Dara sontak menoleh kearah Artha. "Diusir?"

Artha menganggukan kepalanya seraya fokus mengemudi. "Saya diusir ibu saya sendiri karena dia tau saya sudah beristri, jadi saya tidak boleh meninggalkan istri saya."

"Saya kan sudah bilang, tidak perlu berperan aktif menjadi suami saya, Artha..."

"Tapi saya sudah mengucap ijab kabul didepan Tuhan, itu tandanya saya suami sah Bu Dara."

"Ingat perjanjian kita, Arthala!" Kesal Dara.

"Saya akan terus mengingatnya," jawab Artha terdengar santai.

"Kamu butuh uang sekarang? Saya bisa kirim secepatnya. Katakan saja nominalnya."

Artha melirik kearah Dara sejenak lalu akhirnya kembali fokus mengemudi. "Tidak. Saya tidak butuh uang itu sekarang."

"Terus?"

"Saya cuma ingin Bu Dara berperan aktif menjadi istri saya ketika dihadapan ibu saya."

Dara mengernyit. "Kenapa? Bukankah ibumu harus tau yang sebenarnya? Bagaimana jika suatu saat kita bercerai? Apakah ibumu gak kaget, Artha?"

"Begitu sebaliknya, apakah Pak Jaksara tidak kaget jika suatu saat kita bercerai Bu Dara?"

Dara menghela nafasnya kasar. "Jadi maksud kamu, kita berdua harus berakting untuk menjadi suami istri yang romantis dihadapan orang tua kita?"

Artha mengangguk. "Iya... agar semua rencana Bu Dara berjalan dengan baik. Dan ibu saya pasti senang karena memiliki menantu seperti Bu Dara."

Dara terkekeh pelan. "Kamu pasti akan memanfaatkan saya."

"Apa masalahnya? Istri saya punya segalanya. Sedangkan saya? Saya cuma punya harga diri, dan sekarang bahkan harga diri saya bisa dibeli oleh keluarga Jaksara."

Dara menoleh kearah Artha dengan begitu tercengang. Dia sama sekali tidak tahu jika Artha merasa direndahkan oleh keluarga Jaksara.

"Jadi, karena Bu Dara sudah menyeret saya dalam masalah ini. Bu Dara harus menuruti semua kemauan saya. Setuju kan Bu?" Tanya Artha dan Dara hanya terdiam.

"Bu Dara?" Panggil Artha dan akhirnya Dara menganggukan kepalanya menurut.

"Baik... tolong belikan saya motor untuk bekerja."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Karyawanku Suamiku   PART 46

    Dara berjalan tertatih menuju ruang ICU, ia berharap Artha berada disana. Saat dirinya hendak masuk kedalam, tiba-tiba seorang dokter keluar bersama beberapa perawat mendorong brankar sorong yang terdapat seseorang tertutupi kain putih."Stop!" Teriak Dara memberhentikan perawat itu yang membawa seorang tertutup kain putih tersebut.Dara melangkah mendekat meskipun rasanya terasa berat. Nafasnya memburu cepat, air matanya sudah berdesakan keluar, serta perasaan berkecamuk terus ia rasakan.Saat Dara berdiri tepat disamping pasien yang tertutup kain putih itu, ia terdiam cukup lama sebelum akhirnya perlahan membuka kain tersebut. Tak ada larangan dari dokter, mungkin Dara juga ingin melihatnya."Artha–" Mata Dara melotot saat orang yang ia lihat ternyata bukan Artha melainkan pasien lain dengan wajah penuh luka."Maaf Bu, apakah pasien ini keluarga ibu? Dia mengalami kecelakaan tunggal dan tidak ada pihak keluarga yang bisa kami hubungi," Tanya Dokter tersebut kepada Dara.Dara kembal

  • Karyawanku Suamiku   PART 45

    Dara saat ini mencoba bersabar dan memperluas dirinya untuk berdoa kepada sang kuasa. Cuma itu yang bisa Dara lakukan untuk menolong Artha karena dia sudah tidak tahu harus berbuat apalagi.Setiap kali Dara bersujud pasti wajah Artha yang selalu terbayang dipikirkannya, ia cuma ingin laki-laki itu sembuh dan menjadi imam yang sesungguhnya untuk Dara.Setelah melakukan kegiatan rutinnya sholat lima waktu dan berdoa untuk kesembuhan Artha. Sore ini Dara turun dari kamarnya dengan hati-hati karena ia merasa lapar. Lagi pula tak mungkin Dara merepotkan ibunya terus menerus untuk mengantarkan makanan ke kamar Dara."Bunda?" Panggil Dara."Ayah?" Panggilnya gantian karena Dara merasa rumahnya sangat sepi padahal mereka berjanji untuk menemani Dara dirumah sampai Dara melahirkan.Drrtt...drttt...Suara ponsel rumah Dara berdering, Dara yang ingin melangkahkan kakinya ke dapur menjadi mengurungkan niatnya dan memilih mengangkat telfon tersebut."Halo?""Dara ini ibu."Tubuh Dara seketika mene

  • Karyawanku Suamiku   PART 44

    "Seafood pedas manis favorit Dara sudah siap."Dara melihat makanan itu terjejer rapih diatas meja makan. Sungguh, saat ia tau makanan itu menyakiti Artha, Dara menjadi sangat membencinya. Buktinya, saat ini Dara lebih memilih mengambil tempe goreng dan sayur soup saja.Pak Jaksara dan Bu Jessy saling lirik merasa heran dengan anaknya itu."Dara gak suka masakan Bunda ya?" Tegur Bu Jessy.Dara menoleh kearah Bu Jessy. "Mulai sekarang bunda gak usah mengingat makanan favorit Dara ya. Seafood bukan makanan favorit Dara lagi. Dara membencinya karena makanan itu sudah menyakiti Artha."Bu Jessy mengangguk pasrah, sepertinya ia sangat mengerti dengan perasaan Dara sekarang. "Yaudah, makanan ini bunda berikan ke bibi aja ya.""Bibi?" Panggil Bu Jessy dan seorang Art datang menghampirinya."Ada seafood untuk bibi, nanti dibawa pulang aja ya Bi," ujar Bu Jessy dianggukan oleh Art itu dengan senang."Terimakasih ya Bu, pak, non," ucap Art itu kepada mereka.Setelah itu, Bu Jessy duduk disana i

  • Karyawanku Suamiku   PART 43

    Tiga bulan kemudian...Kini kandungan Dara sudah memasuki bulan kelahiran. Tapi dia sama sekali tidak ada semangat sedikitpun untuk menyambut kehadiran sang bayi.Hari-hari Dara rasanya telah berubah setelah Artha dinyatakan kritis pada tiga bulan lalu. Laki-laki itu meskipun masih bisa tertolong, tapi tidak kunjung sadar dari komanya. Dan Dokter malah menambah pengawasan di ruang ICU karena Artha bisa sewaktu-waktu kritis kembali, bahkan dokter berkata jika tidak ada penanganan lagi yang bisa dilakukan jika Artha tidak kunjung sadar.Dara tidak bisa menjaga Artha seperti biasanya pasalnya dokter hanya mengizinkan untuk menjenguknya untuk beberapa menit saja dan itu hanya dilakukan satu orang bergantian.Seperti saat ini, Dara hanya terduduk didepan ruang ICU menunggu gilirannya dengan Bu Hanna seraya memegangi sebuah sarung tangan bayi yang dibelikan Bu Hanna untuk cucunya itu. Dara hanya terdiam, bahkan untuk bersedih saja dia sudah merasa begitu lelah.Tak lama pintu ruangan itu te

  • Karyawanku Suamiku   PART 42

    Hari berganti hari, Dara masih setia menjaga suaminya yang sudah dua minggu ini tidak sadar dari koma. Meskipun sedang hamil, Dara ingin dirinya selalu ada didekat Artha. Hidupnya terasa sepi saat wajah Artha tidak lagi ia lihat dirumahnya.Soal pekerjaan? Dara menghandle semua pekerjaan Artha. Meskipun pak Jaksara telah melarangnya dan dia sendiri yang akan mengerjakannya. Tapi bukan Dara namanya jika tidak keras kepala. Dara juga tidak ingin menyusahkan Pak Jaksara yang sedang sakit. Alhasil dia yang bekerja dalam kondisi hamil.Pagi sampai sore dia berada di kantor. Dan malamnya, Dara pasti akan menghampiri Artha dirumah sakit dan terkadang ia menginap disana."Permisi, mau minta tanda tangan."Dara yang tidak sengaja tertidur dengan tangan sebagai bantalan diatas mejanya seketika terbangun saat mendengar seseorang memasuki ruangannya."Kalo kecapekan lebih baik istirahat dirumah, Dara," ucap Karla karena seseorang itu adalah dirinya.Dara menandatangani dokumen milik Karla seraya

  • Karyawanku Suamiku   PART 41

    Dara membuka matanya perlahan-lahan, ia sudah tersadar di ruang rawat dengan selang infus yang menancap di tangannya. Erick duduk setia menunggu Dara."Dara?" Erick sedikit panik lalu berlari memanggil seorang perawat.Seorang perawat datang untuk segera memeriksa kondisi Dara. Erick sedikit panik karena Dara hendak bergegas bangkit tapi untung saja ia langsung melarangnya."Ra, kamu mau kemana?" Tegur Erick."Aku harus menemani Artha. Dia kasihan sendirian," ucap Dara dengan tubuh yang masih terlihat lemas dan wajah yang pucat."Artha baik-baik aja, dia sudah dipindah keruang perawatan vvip oleh ayah kamu. Gak usah khawatir ya," tutur Erick.Dara menghela nafas lega memandang Erick dengan mata berkaca-kaca masih merasakan sedih. "Aku gak tau kalo dia sakit. Selama ini dia menyembunyikan itu semuanya dari aku."Erick mengangguk pelan merasa kasihan dengan Dara yang sangat mengkhawatirkan Artha. Mungkin perempuan itu sudah nyaman kepada Artha atau bahkan sudah memiliki perasaan kepadan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status