MasukRumah tangga utuh adalah impian semua orang. Berumah tangga bahagia juga menjadi impian banyak orang. Tapi, bagaimana jika rumah tangga masih dibayang-bayangi orang tua yang selalu ikut campur rumah tangga anaknya? Ya, itu yang dirasakan Nayra. Wanita cantik yang sudah berumur 26 tahun. Menikah dengan Albi, laki-laki yang sangat dia cintai. Awal mula kehancuran rumah tangga ketika Nayra belum juga hamil. Ibu mertua yang tak lain adalah ibu Albi justru meminta Albi untuk menikah lagi. Albi yang masih sangat patuh pada ibunya membuat Nayra tidak nyaman. Apakah Albi akan menuruti apa yang diminta ibunya untuk menikah lagi? Yuk ikuti cerita selengkapnya.
Lihat lebih banyak"Mas, kenapa sampai saat ini aku belum hamil juga, ya?” pertanyaan itu selalu dilontarkan Nayra pada Albian, suaminya.
“Mungkin kita masih kurang dalam usahanya, sayang.”
“Ish, bagaimana kamu bisa bilang kurang dalam usaha, sedangkan setiap malam kita selalu melakukannya. Apa yang salah?” tanya Nayra kembali sambil memeluk Albian yang memang mereka sedang berbaring setelah melakukan hubungan suami istri.
“Tenanglah Sayang, mungkin belum waktunya. Atau … Tuhan masih menginginkan kita untuk berdua terus seperti ini. Sekarang yang pasti kita tidak boleh menyerah dan harus terus berusaha, kalau perlu kita lakukan tiga kali sehari.” Albian tertawa saat mengatakan itu.
“Memangnya minum obat tiga kali sehari,” sahut Nayra sambil mempererat pelukannya.
“Oh ya, besok di rumah ibu ada acara. Entah acara apa Mas tidak tahu, tapi yang jelas ibu minta kita untuk datang.” Albian menyampaikan pesan dari ibunya yang sempat dia terima tadi. Nayra menghela nafas panjang.
“Kenapa?” tanya Albian.
“Akhir-akhir ini aku merasa jika sikap ibu itu berubah sama aku, tidak seperti dulu. Kenapa ya, Mas?” Nayra mendongakan kepalanya menatap wajah tampan suaminya.
“Masa sih? Mungkin hanya perasaanmu saja, Yang. Aku yakin ibu biasa saja sama kamu,” bantah Albian.
“Tidak mungkin hanya perasaanku saja, Mas. Bahkan sekarang ibu jarang ada menghubungiku.” terlihat jika raut wajah kecewa.
“Jangan berpikir yang aneh-aneh, semua yang kamu rasakan sudah pasti hanya perasaan kamu saja. Ibu sayang sama kamu.” Albian mengusap punggung istrinya yang saat itu masih polos.
“Semoga saja, Mas. Aku merasakan itu semua saat kita semua mendapatkan kabar kalau Aninda hamil. Ibu saat itu langsung memberikan perhatiannya dengan penuh pada Aninda, apa gara-gara itu ibu menjadi berbeda?” tanya Nayra kembali.
“Sayang, sudah aku katakan jangan pernah berpikir seperti itu. Ibu menyayangi kita semua, tidak mungkin ibu langsung membedakan antara kamu dan Aninda. Kalian berdua sama-sama menantu perempuan di keluarga kami. Jika memang perhatian lebih besar pada Aninda, sudah pasti ibu mempunyai alasan.”
Nayra hanya mengangguk, dia tidak ingin membahas ibu mertuanya lagi di hadapan suaminya. Seharusnya dia tahu jika membicarakan keluarga suami, sudah pasti Albian akan membela keluarganya. Nayra sekarang hanya bisa pura-pura menerima, walaupun dalam hatinya dia sangat kesal.
Nayra Rahayu. Wanita cantik yang baru berumur 25 tahun mempunyai kepribadian yang baik, sabar dan penyayang. Nayra sudah diperistri oleh Albian selama dua tahun. Namun selama itu juga mereka belum dikaruniai anak. Albian Hartanto tidak pernah mempermasalahkan itu, walaupun memang hatinya juga selalu mempertanyakan kenapa sampai detik ini istrinya belum hamil juga.
Albian selalu melihat teman-teman kuliahnya yang sudah memiliki anak. Bahkan mereka yang berumur 29 tahun sudah ada yang memiliki tiga anak, sedangkan dirinya satu orang anak pun belum ada. Tidak ingin menyakiti hati istrinya, Albian berusaha bersikap tidak apa-apa. Seringkali Laila, ibu dari Albian menyarankan supaya keduanya diperiksa. Namun Albian yang sangat sibuk tidak bisa memenuhi keinginan ibunya, saat seperti itu yang akan jadi sasaran adalah Nayra, menantunya.
Keesokan harinya, seperti yang Albian katakan pada Nayra, mereka datang kerumah utama. Ternyata kakak perempuan Albian baru saja datang dari luar negri bersama dengan anak-anaknya. Albian tidak tahu bahwa kakaknya akan datang dan sekarang semua berkumpul dan terlihat raut wajah bahagia, apalagi melihat wajah Laila yang begitu senang sedang tertawa bersama dengan Aninda, istri dari adik Albian.
“Kalian baru sampai?” tanya Laila.
“Iya, Bu. Tadi Albi masih ada pekerjaan, jadi sedikit terlambat untuk datang.”
Laila mengangguk. “Kakakmu baru datang tadi sore, makanya ibu minta kalian berkumpul. Sudah sangat lama sekali kita tidak berkumpul dengan formasi lengkap seperti ini. Apalagi sekarang ada Aninda dan calon cucu baru ibu, lengkap sudah.”
Nayra menunduk dan tidak berbicara sepatah katapun. Mengerti dengan apa yang dirasakan Nayra, Albian langsung menggenggam tangan istrinya.
“Iya, semoga saja kami segera menyusul,” jawab Albian dengan tersenyum sambil menatap istrinya yang masih menunduk.
“Iya, seharusnya memang kalian yang lebih dulu mempunyai anak. Tapi sekarang malah keduluan sama Rafael dan Aninda,” sindir Laila sambil melirik Nayra yang masih menunduk.
“Bu, mungkin belum saatnya mereka mempunyai anak. Jangan samakan Aninda dan Nayra, tentu saja mereka berbeda. Siapa tahu kelak Nayra hamil dan langsung mempunyai anak dua, bahkan kembar tiga. Tidak ada yang tahu,” bela Kartika yang kasihan pada adik iparnya. Laila memang sering membicarakan Nayra pada Kartika, Laila kerap kali membeda-bedakan keduanya.
“Iya ini juga tahu, hanya saja ibu bicara apa adanya. Semua fakta, Nayra dan Albi menikah lebih dulu dari Rafael dan Aninda. Tapi Rafael dan Aninda justru lebih dulu mendapatkan momongan.” ketus Laila.
Kartika menggelengkan kepalanya tidak percaya, sekarang ibunya malah bersikap pilih kasih.
“Nenek, apakah Clarisa boleh menginap lama-lama dirumah nenek?” tanya bocah yang batu berusia tujuh tahun itu bertanya pada Laila.
“Tentu saja boleh, selama liburan sekolah Clarisa dan kakak Cleo boleh tinggal dirumah nenek sepuasnya,” jawab Laila sambil tersenyum.
Selama acara makan malam, Nayra mencoba bersikap biasa saja. Namun Laila terus bersikap tidak baik, Nayra yang sudah kesal langsung pamit dan beralasan sudah mengantuk. Albi langsung ikut pamit dan menyusul istrinya ke kamar.
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Albi.
“Apa aku terlihat baik-baik saja setelah mendapatkan banyak sekali perlakuan yang tidak baik ibu padaku, Mas?”
“Aku yakin ibu tidak bermaksud seperti itu. Lagian ibu mungkin menginginkan anak dari kita,” balas Albian sambil menghampiri istrinya.
“Lalu aku harus apa, Mas? Jika Tuhan belum memberikannya untukku, aku harus apa?” tanya Nayra dengan penuh penekanan.
Albian terdiam, dia tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan istrinya.
“Setidaknya ibu tidak harus terus menerus mengatakan jika seharusnya kita yang lebih dulu mempunyai anak. Mungkin jika tidak ada kata-kata seperti itu setiap kita bertemu, pasti aku akan baik-baik saja dan menyingkirkan pikiran buruk pada ibumu. Sekarang kamu melihat dan mendengarnya sendiri, apa yang aku katakan padamu tidak hanya perasaanku saja!” cecar Nayra sambil menghapus air matanya dengan kasar.
“Mas!” panggil Nayra ketika suaminya baru saja keluar dari kamar mandi. “Kenapa? Apa masih kurang?” goda Albi sambil mengerling genit. “Apa sih, kamu ini kalau ngomong pasti ke situ-situ aja.” Albi tersenyum, dia berjalan menuju nakas dan mengambil air minum. “Lalu apa?” “Suami Kharisma itu siapa, sih? Bukannya kemarin kata Anin suami Kharisma itu dari keluarga Hartanto juga?” Mendengar pertanyaan Nayra membuat Albi langsung tersedak karena Albi memang sedang minum. Nayra mendekat dan mengusap punggung suaminya dengan lembut. Albi masih kaget dengan apa yang ditanyakan Nayra. “Kenapa sampai tersedak kek gitu, sih? Kaget banget aku tanya suami dari Kharisma?” “Bukan gitu, aku kaget aja tiba-tiba kamu tanya suami Kharisma. Ada apa?” tanya Albi mencoba bersikap biasa. “Aku bingung aja, Kharisma hamil tapi ibu bilang Kharisma ngidam mangga muda sama kamu. Apa hubungannya, coba?” “Masa sih?” Nayra mengangguk. “Baru saja aku liat ponsel kamu dan ada pesan dari ibu. Kharisma katany
“Mas, lagi liat apa, sih?” tanya Nayra yang berdiri di hadapan Albi. Albi yang sedang terus menatap ponselnya langsung mematikan ponsel itu dan menyimpannya. “Tidak, Mas kebetulan lagi periksa beberapa email yang masuk. Kamu udah darimana?” “Tadi habis dari tetangga sebelah, anaknya baru pulang dari luar negri. Aku yang sedang ada di halaman depan dipanggil dan berkunjung mencicipi beberapa oleh-oleh yang anaknya bawa,” jawab Nayra seraya duduk di samping suaminya. “Selama ini aku selalu diam dirumah, tanpa mengenal para tetangga. Rasanya sangat rugi sekali, ternyata tetangga kita baik-baik, Mas. Katanya mereka sebenarnya ingin mengajak aku untuk gabung ketika sedang berkumpul, tapi mereka agak segan sama kamu, Mas. Ada-ada aja,” imbuh Nayra. “Padahal mereka selalu menyapa Mas kalau Mas pulang atau pergi kerja,” jawab Albi sambil tersenyum. “Kalau sekali-sekali aku undang mereka ke rumah, boleh?” “Tentu saja boleh, kamu juga butuh teman ngobrol dan supaya tidak bosan juga di ruma
“Mas, aku hamil.” Albi terdiam, dia terkejut dengan apa yang dikatakan Kharisma, istri keduanya itu. “Mas, apakah kamu tidak bahagia mendengar kabar ini?” kata Kharisma kembali yang sontak membuat Albi tersadar. Albi menghela nafas panjang. “Apa yang kamu katakan itu benar?” “Apa Mas tidak percaya dengan apa yang aku katakan?” Kharisma berjalan menuju meja rias, dia mengambil alat yang tadi digunakan untuk mengecek kehamilan. Kharisma lalu memberikan alat itu pada Albi. Albi kembali diam, dia menatap benda yang kecil yang terlihat ada garis dua. Entah apa yang harus dia rasakan sekarang, apakah dia harus bahagia karena akan mempunyai anak? Atau dia harus bersedih karena anak yang akan lahir itu bukan dari rahim Nayra. “Kamu yakin ini adalah anakku?” “Apa maksud pertanyaan kamu itu, Mas? Apakah kamu pikir aku melakukan itu dengan pria lain?” Kharisma menatap tajam suaminya. “Apa kamu tidak sadar jika yang pertama kali melakukan itu adalah kamu? Aku tidak pernah tidak menyangka k
Anak cantik udah nyampe, sehat, sayang?” tanya Fitri menyambut kedatangan keponakan tersayang nya. “Aku sehat, tante. Aku mau main di sini, boleh?” “Kenapa tanya seperti itu? Tentu saja rumah ini terbuka lebar untuk kamu, kapan saja kamu bisa datang. Kamu mau tinggal disini juga boleh, jangan pernah bertanya seperti itu lagi. Kamu ini anak Tante, mengerti?” Nayra mengangguk sambil terlihat air matanya sudah akan jatuh, segera Fitri memeluk keponakan yang sudah dianggap sebagai anak nya itu. Albi mengusap punggung istrinya, Albi menatap Fitri seolah meminta supaya Tante dari istrinya itu menghibur istrinya. “Oh iya, sudah lama kamu tidak menginap dirumah Tante. Kamu menginap satu malam aja, boleh?” Nayra melepaskan pelukannya. “Aku gimana mas Albi saja, kalau memang diizinkan untuk tinggal disini, aku tidak masalah. Lagian aku juga kangen sih sama Tante, banyak banget yang ingin aku ceritakan ke Tante.” “Baiklah, kita akan menginap disini malam ini.” Jawaban Albi sontak membuat N
“Bu, tadi ada paket dan saya sudah simpan di ruang tamu.” kata wanita yang baru berusia lima puluh tahunan itu. “Paket apa, bi?” tanya Nayra pada wanita yang baru bekerja di rumah Nayra itu. “Sepertinya dari rumah sakit, Bu. Biar saya ambilkan dulu,” jawab Epi sambil berjalan menuju ruang tamu. Epi bekerja pada Nayra dan Albi baru dua bulan. Albi saat itu meminta Laila untuk mencari seorang art, karena art sebelumnya tidak bisa bekerja lagi. “Bu, ini suratnya.” Nayra mengangguk. Dia tahu surat yang sedang dia pegang itu adalah hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Nayra berjalan menuju kamar, dia lalu duduk di sofa dan membuka amplop coklat dan segera membacanya. Dadanya sakit, sesak dan sepertinya dia kehabisan nafas membaca hasil pemeriksaan. Air mata mengalir begitu saja tanpa diminta, tidak percaya dengan apa yang dia baca barusan. “Apa yang akan Mas Albi katakan nanti ketika tahu hasil pemeriksaan ini? Aku yakin pasti Mas Albi akan kecewa sama aku, aku harus bagaimana?” liri
Aninda, Laila dan Rafael berjalan beriringan. Sementara Albi dan Nayra berjalan dibelakang, Albi menggenggam tangan Nayra, Albi terus melontarkan candaan pada istrinya. Albi tidak ingin Nayra bersedih, apalagi melihat Laila yang sedari tadi menggandeng Aninda dan memperlakukan Aninda sangat spesial. Tak lama Kharisma muncul dengan senyum manis pada Albi dan Nayra. “Mbak, kamu udah disini aja,” ucap Anin sambil menghampiri Kharisma. “Iya, tadi ada teman aku yang kebetulan tugas di rumah sakit ini,” jawab Kharisma. “Udah buat janji, kan?” imbuh Kharisma. “Udah, sepertinya languang masuk ruangannya aja.” Aninda mengusap perutnya yang sekarang sudah terlihat membuncit. “Mau ikut pemeriksaan juga kamu, Bi?” tanya Laila pada putranya. “Aku dan Nayra tunggu disini dulu aja, Bu. Lagian gak enak juga kalau ikut masuk ruangan pemeriksaan semua, kebanyakan,” jawab Albi sambil terkekeh. “Baiklah, sekarang kamu yang nunggu disini. Besok kamu ikut keruangan untuk memeriksa istri ka












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen