Rose tambah pusing saat sepagi tadi Laura mengatakan akan mengambil alih untuk acara penjemputan Jeffry. Alhasil, Rose yang memang hari ini sedang libur, terpaksa berdiam diri dirumah yang masih teramat asing baginya. Baru saja sehari, tapi hati Rose meronta-ronta dengan keras akan ketidak sukaannya dengan suasan ini. Ia belum terbiasa, atau mungkin memang perasaannya menolak untuk tinggal dibawah atap yang sama bersama mantan kekasihnya.
Mengenai Vee, pria itu baru saja pulang dari kantor. Rose tahu, karena mulut imut putrinya begitu histeris dibawah sana melihat tubuh jangkung ayahnya yang sudah tenggelam masuk ke dalam rumah. Rose menengok lewat celah pintu kamarnya, ia bahagia melihat Lily yang saat ini cekikikan dengan berbagai cerocosan bersama Vee di atas sofa.
"Ah, ada apa dengan jantungku." Rose bergeming sembari meremat baju yang tepat melapisi dadanya.
Setelah mengatakan itu, Rose kembali lagi ke kamarnya. Berdiam diri, masih sangat malu terhadap L
Gimana nih. Pengen nggak punya sahabat seperti Lala?
"Daddy." Lily semakin melebarkan langkahnya lagi, jarak dari pintu samping menuju sofa tidaklah teramat jauh namun, pekikan yang ia keluarkan begitu memekkakan telinga hingga Rose yang tengah mencocol pipi tirus penuh lebam milik Vee dengan kapas yang dibasahi alkohol lantas tak sengaja tertekan lebih dalam dan pria itu meringis, sakit, sudah pasti. "Ups, sorry, beneran nggak sengaja, ulah anakmu itu," ucap Rose lirih, ia sedikit melunak dari sebelumnya. Mungkin karena keadaan Vee. Vee tidak marah, malahan ia tersenyum tipis dengan menimpali, "Anak kita, bukan aku doang, kita buatnya barengan kok." "Aw, sakit sayang." Rose menghela napas berat, total mengabaikan sampai menulikan telinga setelah menekan sengaja kapas lebih dalam sampai Vee memekik dengan panggilan sayang. Hello. Pria itu terlalu gamblang dengan ucapannya, pun saat mulut sexynya spontan menyebut kata sayang, ada gelenyar aneh yang mendadak menyerbu hati Rose. "Eh mommy,
Langit mulai menggelap dengan taburan bintang yang begitu meriah. Mungkin jika rumah Vee ditengah perkotaan, hiasan langit itu tidak akan terlihat sempurna. Pria itu sedang berdiri di balkon, menyesap rokok dengan nikmat. "Daddy," teriak Lily yang terdengar setelah suara keras hasil bantingan pintu. Vee sontak kelimpungan, membuang asal putung rokok yang masih menyala ke tanah, lalu tangannya mengibas udara hasil asap yang bengitu menyengat di kerongkongan hidung. Takut jika ketahuan Lily nya, Vee segera berlari ke dalam kamar. Matanya menemukan Lily yang sedang kebingungan mencarinya dengan membawa boneka Tata. "Oh, daddy habis dari balkon?" tanya Lily setelah membalik badan dan menemukan keberadaan ayahnya. Vee tersenyum, "Ada apa sweety? Mau tidur bareng daddy?" tanyanya mengalihkan. Lily mendaratkan bokongnya ke pinggir ranjang, raut mukanya menunjukkan kefrustasian. "Daddy, sepertinya mommy masih marah sama Lily?" adunya. Vee meng
Terkadang dunia nampak begitu adil bagi beberapa orang dengan kehidupan beruntung, nampak jahat untuk orang yang selalu tertindas, oleh sebab materi, permasalahan yang membelenggu ataupun urusan yang tak kunjung menemukan jalan keluar. Begitupun dengan Vee Kanesh Bellamy yang saat ini tengah dikerubung dua orang pria dengan tatapan menyeramkan. Pikir Vee dengan wajah yang awalnya seperti tahapan sempurna dari sang ahli yang sedang beralih mejadi zombie babak belur akibat kekuatan super dari Lala tempo hari akan mengurangi sedikit efek kebencian, namun nyatanya nol besar, Jeffry pun Candra tak menurunkan dadanya yang dibusungkan secara sengaja tepat di hadapannya. "Aku nggak mau ada acara kelahi-kelahian ya, aku udah cukup pusing." Suara Rose yang berasal dari arah dapur pun menyeruak memperingati. Candra nampak memutar bola matanya, sedangkan Jeffry kesal setengah mati. Hal ini sangat ditunggu; terbongkarnya kebenaran sekaligus acara adu jotosan-cukup adil me
Tidak seperti firasat Vee, justru sejak hari dimana pria itu merelakan lututnya tertumpu dengan paping akibat bentuk tanda syukur atas kesempatan yang, ya, sebenarnya belum tentu ia berikan, dari hari ke hari keadaan selalu nyaman, tentram dan damai sejahtera. Hal baiknnya lagi adalah; sejak dua hari belakang, Rose tidak dibuntuti oleh Vee lagi. Bahkan. Rose sendiri merasakan bagaimana tidak ada hambatan yang berlalu lalang seperti lakon di sinetron yang menjelaskan keretakan rumah tangga akibat terbongkarnya rahasia dan kembalinya sang mantan, yang sudah pasti bakalan banyak drama yang menghantui. Seperti contoh, ini yang dipikirkan Rose tentang Zara, mantan istri pria yang tengah satu minggu penuh tinggal bersamanya. Pernah sekali Rose tidak sengaja berpapasan dengan wanita itu di supermarket, hal lain yang membuat Rose lega adalah; Zara terlihat baik-baik saja, namun ada hal tak terduga yang mampu membuat Rose sampai melongo seperti orang bloon. Sa
Akhir-akhir ini Vee selalu disibukkan dengan urusan kantor. Setelah merasa lega selama semingguan penuh, pria itu mampu menyerahkan keselamatan Rose beserta putrinya kepada orang-orang kepercayaan, bahkan James teman sekaligus kaki tangannya terjun langsung untuk mengawal Rose kemanapun wanita itu pergi, seperti yang ia katakan pagi ini. Setelah teruangkapnya segala kebenaran namun sama sekali belum menemukan dalangnya, Vee selalu bersikap waspada. Apalagi tentang Mafia bernama Robert yang sama sekali belum menunjukkan gerak-geriknya. Jujur Vee penasaran dengan apa yang akan dilakukan pria bule itu hingga sampai membuatnya datang ke Indonesia. Nyaris pukul sebelas siang saat Vee melirik ke arah meja yang di kelilingi sofa di dalam ruangannya. Terdapat majalah Forbes edisi terbaru yang baru saja diserahkan oleh sekertarisnya. Vee beranjak untuk mengambil dan membaca sederetan wajah-wajah yang terpampang sebagai businessmen dengan urutan terkaya di dunia. Vee m
Vee masih sangat sibuk dengan urusan kantor, namun tidak akan bisa mengabaikan keluarga kecilnya, ah, ralat, Rose belum bisa ia miliki seutuhnya sampai wanita itu benar-benar yakin bisa menerimanya menjadi suami sah. Membayangkan itu Vee menjadi sangat malu. Vee kembali berkutat dengan berkas-berkas di dalam ruangan kantornya, ia terlihat sangat serius dengan setok tanda tangan yang menumpuk. Vee mengakui jika memang lebih sering meliburlan diri dari pekerjaan, hingga akhirnya inilah yang terjadi. Tanggungan yang menggunung dan memang harus ditanda tangani dengan cepat. "Aku sibuk, Jam!!!!" Vee mengatakan itu setelah mengangkat telepon yang dialihkan dalam mode loud speaker, tangannya masih sibuk mengoreksi berkas sebelum dibubuhi tanda tangan. 'Cepat baca email dariku, kusiapkan penerbangan ke Singapura, nanti malam!!' "Tidak usah bertele-tele, Jam, lama-lama kau seperti sekertarisku saja, katakan sekarang, aku tidak sempat membuka email." 'T
"Uncle, ayo sini coba, nanti Lily ajarin, beneran nggak akan jatoh. Katanya uncle jago dalam segala hal!!!"James ingin mengumpat. Boleh tidak mengirim Lily ke planet luar angkasa agar dijadikan bahan percobaan Hades untuk penelitian gadis langka.Bagaimana tidak.James merutuk seharian penuh menghadapai putri dari temannya yang punya segudang keberanian menantang adrenaline. Bukan itu saja, otak bahkan diperas habis-habisan untuk meladeni ocehan kelewat berat yang praktis membuat James pening tujuh keliling."Lily, bagaimana kalau kita istirahat dulu. Bermain basket cukup melelahkan. Uncle sudah tua."Lily memincing. "Diih," cibirnya, "Uncle masih sangat muda tau. Nggak usah bohong. Uncle takut 'kan." tuduhnya diakhir.James meradang dengan muka merah matang. Untuk urusan bermain basket, pria lajang itu lulus seratus persen melawan Lily. Tapi, ayolah, skateboard bukanlah keahlianya James. Bahkan seujung kukunya saja tidak pernah menyentuh b
Games adalah peruntungan sempurna untuk Vee hingga mampu membuat perusahaan raksasa yang ia naungi terlihat sampai manca Negara. Pria itu tidak bisa diremehkan. Jika James dan keluarganya sekalipun sering menghinanya bodoh, tolol atau hal jelek lainnya, Vee hanya akan diam, karena memang benar dengan ranah yang berbeda. Tapi untuk urusan pekerjaan. Mulut orang-orang sudah pasti akan terkunci rapat, yang mereka mampu hanyalah menganga bangga. Vee pernah mengatakan jika tidak pernah sekalipun bermain kotor. Sekali lagi benar. Tapi saat ini tubuhnya duduk di salah satu kursi judi di Negara Singapura yang lebih tepatnya Marina Bay Sand. Setelah menaruh chip. Vee menunggu roulette untuk berputar. Tapi tenang saja, hasil taruhan akan ia buang ke tempat semestinya. Tidak akan masuk sepeserpun untuk mengenyangkan perutnya. Beralih dari bandar satu ke bandar lainnya agar tidak begitu terlihat, Vee menang untuk setiap kali putaran membuat lawan menurunkan tangan. Sampai pada a