Kanya mengusap perutnya yang terasa penuh, baru kali ini dia merasa kenyang setelah makan. Biasanya baru tiga suap Kanya berhenti saking malasnya mengunyah, itu terjadi kalau sedang tidak nafsu makan!
"Kita kayaknya belum kenalan?" celetuk Fajar membuat Kanya menatapnya dengan senyum canggung.
"Aku Kanya." kata Kanya pelan, dia tidak bisa ramah pada orang baru.
Fajar mengulurkan tangan."Gue Fajar." setelahnya Fajar melempar senyum ramah.
Kanya meraih uluran itu lalu melepaskannya dan beralih pada Qiano.
"Qian.."
Kanya mengangguk dengan senyum canggung, Qiano tidak seramah Fajar.
"Kita dulu sering nginep di tempat Nata tapi semenjak lo ada kita ga ke sana lagi, takut ganggu." jelas Fajar yang membuat Kanya semakin canggung.
Ganggu? Memangnya dia dan Nata sibuk apa? Kesannya Kanya selalu menghabiskan waktunya dengan Nata pikir Kanya kesal.
Apa pemikiran Fajar sama dengan pemikiran orang lain? Menganggap dia selalu menghabiskan waktu bersama Nata? Jika iyah, sungguh sialan!
"Main aja, kita beda kamar, ga akan ganggu." serobot Kanya dengan tidak nyaman, agak kesal juga.
"Beneran?" tanya Qiano seraya melirik Nata.
Nata menyeruput jus jeruk yang di pesannya."Kalian bakalan ganggu waktu gue berduaan sama Kanya, jangan deh." tolaknya dengan begitu santai.
Kanya membolakan matanya lalu menepuk bahu keras milik Nata dengan kesal."Sembarangan! Kalian jangan salah paham, semua ga sesuai dengan yang kalian pikirin." kata Kanya kelabakan, dia mencoba meyakinkan.
Sungguh Nata, sialan!
Fajar dan Qiano melirik keduanya, baru kali ini Nata di pukul tidak marah. Biasanya ke senggol sedikit dia akan langsung marah tidak jelas.
Nata biasanya dalam mode senggol bacok.
Fajar mengulum senyum penuh arti, senang rasanya Nata normal sedangkan Qiano terdiam menatap keduanya, Qiano seperti bukan melihat Nata yang selama ini di kenalnya.
Nata lebih cerah, lebih main ekspresinya walau kecuekan masih melekat pada sosoknya.
Haruskah Qiano senang?
"Santai aja, kita maklum kok." balas Fajar ramah lalu menyeruput jusnya.
Kanya hendak kembali bersuara namun tidak jadi, merasa percuma. Nata mengusap peluh di pelipis Kanya dengan tangannya. Kanya sontak menepis tangan Nata.
Nata melirik Fajar."AC ga nyala Jar?" tanya Nata seraya melirik AC di pojok ruangan.
Fajar menepuk jidatnya."Aduh Lupa gue." ringisnya merasa bodoh, dia bergegas berdiri dan menuju ke arah di mana AC berada.
Kanya mengusap keringat di kening dan lehernya, Pantas saja gerah. Nata ikut mengusap leher Kanya, Kanya mundur dengan menatap Nata tidak suka.
"Jangan pegang - pegang!" ketus Kanya galak.
Fajar terbahak pelan seraya kembali duduk."Dulu banyak banget cewek yang mau di pegang Nata, sekarang baru pertama kali gue liat ada yang nolak sentuhan seorang Nata, padahal dia dulu terkenal gay." terangnya masih di selingi tawa pelan.
Kanya tidak peduli, walau Nata tampan tetap saja di mata Kanya Nata sudah tercoreng jelek! Minusnya sudah terlalu banyak! Nata sungguh tidak lulus baginya!
Nata tersenyum kecil."Maka dari itu gue suka, Kanya. Dia beda, kayak ada manis - manisnya." aku Nata dengan begitu santai.
Fajar melongo dan agak geli mendengarnya. Sungguh horror!
Kanya mencebikkan bibirnya sebal, gombalan Nata tidak akan mempan!
Nata mengusap rambut Kanya yang lagi - lagi Kanya tepis."Please! Jangan banyak kontak fisik! Aku ga suka kamu deket - deket!" teriak Kanya kesal lalu beranjak meninggalkan Nata yang hanya menatap kepergiannya.
Fajar dan Qiano melongo kompak.
"Lo di tolak Nat?" tanya Fajar tak percaya lalu setelahnya terbahak.
Qiano hanya diam, melirik Nata yang biasa saja.
***
Setidaknya stressnya berkurang.
"Saatnya pakai pelembab supaya saat pagi kulit kenyal, lembut dan tidak kusam." monolog Kanya dengan antusias ala model kosmetik. Beberapa jemarinya mengetuk kulit pipi.
"Lucu banget sih."
Kanya menjerit kaget, suara Nata membuatnya mendadak jantungan rasanya.
"Ngapain kamu di kamar aku, Nata!" amuk Kanya dengan nafas terengah menahan kesal dan kagetnya.
Tatapan Kanya terlihat tajam dan penuh rasa waspada.
Nata bangun dari rebahannya."Salah kamu yang ceroboh! Pintu engga di kunci saat kamu mandi! Kalau aku masuk ke kamar mandi gimana?" tanya Nata seraya melangkah mendekati Kanya lalu berhenti dua langkah di depan Kanya
"Cabul!" gumam Kanya dengan kesal.
Kanya merutuki kebodohannya karena tidak bisa menghilangkan kebiasaan buruk itu. Kanya terbiasa tidak mengkunci kamarnya saat di rumah.
Kanya menghela nafas pendek."Em, yaudah keluar! Aku mau tidur." usir Kanya dengan wajah di tekuk muram, dia harus mengontrol emosi. Bisa cepat tua kalau dia terus marah - marah, jangan sampai banyak kerutan di wajahnya.
"Bohong." kata Nata dengan kekehan pelan.
Kanya menautkan alisnya."Apasih! Bohong apa? Emang bener mau tidur juga!" ketus Kanya dengan mendelik judes, bodo amatlah dengan keriput!
Nata menjitak pelan kening Kanya."Katanya mau pake pelembab!" gemasnya.
Kanya meringis pelan, lagi - lagi terlihat bodoh di depan Nata."Itu bukan urusan kamu ya! Kamu keluar sana." paksa Kanya seraya mendorong tubuh yang terasa berat itu.
Dasar batu!
Nata membalik badannya lalu mengusap leher Kanya yang wangi Vanilla itu sekilas."Selamat malam, selamat tidur." ucap Nata lalu berlalu meninggalkan Kanya yang menggeram kesal.
Lagi - lagi dia di sentuh sembarangan!
***
Mata Kanya membola, kaget dengan pemikirannya. Apa jangan - jangan setelah pacaran nanti atau bahkan menikah nanti, Nata akan menggigit lehernya lalu merubahnya menjadi vampire seperti dirinya?
Kanya berdecak lalu terkekeh pelan, tidak percaya dengan apa yang di pikirkannya.
"Ga usah berlebihan! Apaan sih." gumam Kanya lalu beranjak untuk mematikan lampu.
Setelah mematikan lampu Kanya masuk ke dalam selimut, menarik nafas panjang lalu mulai memejamkan matanya dengan rileks.
Mencoba berpikir positif.
tok tok tok!
Kanya membuka matanya, baru saja akan menjemput mimpi! Dengan kesal Kanya turun dari kasur, menyalakan lampu lalu membuka pintu.
"Ap—"
"Surat pemberitahuan dari sekolah." potong Nata lalu berlalu.
Kanya menatap surat di tangannya dengan penasaran. Kanya menutup pintu lalu membuka surat itu.
"Pemberitahuan tentang eum, APA?! Liburan dalam acara ulang tahun sekolah? Asyik!" pekik Kanya dengan berjoget - joget tidak jelas lalu mematikan lampu dan menghempaskan tubuhnya ke kasur.
Dia akan cepat tidur malam ini karena auranya sungguh positif.
"Yes! Pokoknya besok harus siap - siap, aduh senengnya akan ke pantai." sambung Kanya dengan begitu histeris. Kedua kakinya menendang - nendang selimut yang tidak berdosa, berguling - guling hingga kelelahan.
Nata yang berada di balik pintu hanya mengulum senyum, merasa rencananya berhasil.
Ide liburan ini memang idenya yang tidak bisa di tolak oleh keluarganya maupun pihak sekolah karena Nata anak satu - satunya yang akan mewarisi semua aset keluarga Giofar. Selama ini tidak ada yang pernah menolak keinginannya.
Sultan mah bebas, yakan?
Kanya merapihkan pakaian ke dalam koper kecil. Memasukkan semua yang di perlukan ke dalam tas gandongnya."Kayaknya udah siap! Ah dompet! Hampir aja, nyawa utama padahal." monolog Kanya seraya meraih dompet di meja belajar."Oke udah beres, keluar harus tanpa Nata!" tambah Kanya dengan penuh tekad.Kanya menyeret kopernya keluar kamar, sebelum kembali melangkah Kanya mengamati keadaan sekitar yang tampak sepi.Kanya melanjutkan langkahnya dengan bersenandung pelan, Kanya membuka pintu keluar lalu menjerit kaget saat melihat Nata berdiri dengan begitu kerennya.Nata kalau sudah tidak pakai seragam begitu terlihat sangat keren. Hitam - hitam, tampan! Ah ralat! Lebih ke seperti malaikat pencabut nyawa! Dumel Kanya."Lama banget, Semua udah jalan duluan.""HA!? Te-terus kita?" Kanya mengedarkan matanya liar.Asrama me
Nata tersentak kaget di tidurnya hingga membuatnya terjaga. Mimpinya tentang Kanya membuat Nata gila.Nata dalam mimpi menatap bibir merah alami milik Kanya di tambah kulit mulusnya yang bersinar dalam mimpinya membuatnya semakin gila.Nata mengerang pelan, kadang saat pagi sedang puncak - puncaknya. Tanpa kata Nata pergi ke kamar mandi lalu bersiap menuju ke tempat Kanya.Nata menggeleng tak percaya dengan ke-keboan Kanya, sepertinya gadis itu tidak berniat liburan. Nata menghampiri Kanya lalu menggoncang pelan tubuhnya.Kanya masih tak bergeming, tidak ada cara lain Nata harus melakukan cara yang satu ini. Dengan gemas Nata mencubit hidung Kanya agar gadis itu sulit bernafas."Ha! Aduh ayah!" pekiknya dengan terengah - engah, menghirup oksigen dengan begitu rakusnya."Udah jam 9 pagi, ga mau ke pantai?" tanya Nata dengan begitu santai.
Nata meraih kaca mata hitam dan topi hitam di atas kopernya lalu memakainya. Di liriknya Kanya yang tengah mengikat rambutnya. Begitu cantik."Ga usah di iket! Mau aku serang saat di sana nanti?"alis Nata bertaut serius.Kanya menarik lagi ikatannya dengan kesal, mendelik ke arah Nata dengan sebal lalu meraih kasar topi dan kaca mata hitamnya."Udah puas?" tanya Kanya sewot nan jutek.Nata membuka pintu, mempersilahkan Kanya agar segera keluar."Awas aja kalo jelalatan liat bule - bule, aku ga ak—""Ga usah banyak ngomong! Ayo, aku ga sabar liat pulau yang KATANYA punya aku itu." jengkel Kanya, di tambah perutnya sedang sakit karena PMS.Lagian, siapa Nata? Kenapa harus mengaturnya seperti ayahnya saja. Kanya semakin sebal.Nata menutup pintu hotel lalu meraih lengan Kanya."Kamu kalo lagi datang bulan ngomel mulu." keluh Nata
Nata menggendong Kanya lalu meletakannya di atas kasur yang berada di dalam pesawatnya. Nata melirik asisten yang di kirim papanya yang kini berdiri di belakang Nata."Jangan kasih tahu daddy sama mommy kalau gue bawa cewek liburannya, oke?" pinta Nata penuh peringatan."walau acara sekolah tetep aja mereka engga boleh tahu kalau gue berduaan sama ni cewek." lanjutnya."Baik, tuan muda." dengan patuh asistennya menjawab.Nata menyelimuti Kanya yang terlelap, Nata sengaja mencampurkan obat tidur pada minuman Kanya agar Kanya tidak kelelahan selama perjalanan pulang."Lo keluar." usir Nata pada Bima, sang asisten yang sama umurnya dengan Nata."Baik, tuan muda."Setelah kepergian Bima, Nata bergegas Naik, memeluk Kanya dengan posesif. Sampai kapanpun Kanya tidak akan dirinya lepaskan.Nata mencuri ciuman di kening Kanya.Nata me
Cantik memang tapi wajahnya tak bersahabat, Kanya terlihat sebal. Kanya sebenarnya Malas keluar asrama apalagi malam - malamNamun lagi - lagi karena kekuasaan Nata membuatnya tidak bisa menolak."Bawa jaketnya." Nata melangkah di depan Kanya.Kanya meraih jaketnya dengan tak bertenaga."Mau kemana sih? Besok sekolah." lirih Kanya benar - benar malas bepergian."Makan di luar sayang, berapa kali sih harus di jelasin." Nata masih fokus menalikan sepatunya.Kanya mendengus pelan, Nata masih saja memanggilnya sayang. Membuat telinganya geli!"Di undur bisa? Aku mau tidur aja." pinta Kanya sedikit merengek, wajahnya di tekuk malas."Sebentar sayang, cuma makan." Nata berdiri lalu menghampiri Kanya agar cepat memakai sepatu."Males pake sepatu." kata Kanya mencari alasan agar jangan berangkat."Aku pakein." Nata me
Nata duduk dengan santai, sedangkan Kanya gelisah di sampingnya. Kanya melirik Nata yang sepertinya tidak terganggu dengan Aura Kakaknya yang tengah marah."Nata Giofar, kakak bisa panggil Nata." kata Nata memperkenalkan diri dengan senyum sopan."Giofar?" beo Karel sedikit terkejut.Nata mengulum senyum, untuk pertama kalinya Nata bangga dengan nama belakangnya."Iyah kak, Giofar." senyum Nata kembali terbitkan."Woah! Kamu serius mau sama Kanya?" tanya Karel takjub.Kanya merapatkan kuat - kuat bibirnya saat mendengar itu. Dasar memang rese kakaknya itu."Emangnya kenapa kak? Ada yang salah sama Kanya?" tanya Kanya penuh penekanan."Haha, lucu aja, cewek galak kayak kamu laku dek." kekeh Karel.Karel berganti menatap Nata dengan serius, mengabaikan Kanya yang terlihat akan meledak itu.
Kanya bangun dari tidurnya saat mendengar suara ricuh perabotan di dapur. Seseorang sepertinya sedang memasak pikir Kanya dengan berjalan sempoyongan.Matanya bahkan masih saja menutup sesekali, kantuk masih bergelayut manja di kedua matanya.Saat mendengar pergerakan, Nata berbalik dengan tangan memegang spatula."Udah bangun. Sini, bantu aku masak." pintanya datar.Kanya menghampiri Nata dengan sebelah tangan mengucek matanya.Sudah seminggu Nata tidak menegurnya membuat Kanya nyaman sekaligus tidak nyaman. Dia cukup terganggu."Masak apa?" tanya Kanya dengan suara sedikit serak, mata sayu.Nata melirik Kanya sekilas."Nasi goreng biasa." jawabnya dengan acuh tak acuhKanya melirik Nata sekilas, Nata tampak berbeda setelah kejadian satu minggu yang lalu. Nata seperti menghindari Kanya. Itu nyata, bukan perasaanny
Nata mengantri di belakang Kanya, di ikuti siswa - siswi lainnya. Makan siang kali ini Kanya tampak murung, Kanya merasa gelisah akan perbuatannya dengan Nata yang tak berpikir panjang.Kanya merasa kembali menyesal. Padahal kejadian malam itu sudah lama berlalu."Maju." bisik Nata.Kanya tersadar lalu melangkah maju mengambil beberapa suir ayam balado. Kanya kembali diam membuat Nata mengamatinya dalam."Kita makan di tempat biasa."Kanya menoleh sekilas lalu mengangguk, tak ingin beradu argumen dengan Nata.Kanya masih tak percaya dengan apa yang di lakukannya. Pikirannya tidak bisa tenang.Kanya tahu Nata akan tanggung jawab tapi rasanya tetap saja tidak nyaman.Usia tidak ada yang tahu, harusnya dia sadar soal itu. Masa depan sulit di tebak.Perkataan bisa dengan mudah di ucapkan, tapi takdir tidak m