Share

5. Liburan

    Kanya merapihkan pakaian ke dalam koper kecil. Memasukkan semua yang di perlukan ke dalam tas gandongnya.

"Kayaknya udah siap! Ah dompet! Hampir aja, nyawa utama padahal." monolog Kanya seraya meraih dompet di meja belajar.

"Oke udah beres, keluar harus tanpa Nata!" tambah Kanya dengan penuh tekad.

Kanya menyeret kopernya keluar kamar, sebelum kembali melangkah Kanya mengamati keadaan sekitar yang tampak sepi.

Kanya melanjutkan langkahnya dengan bersenandung pelan, Kanya membuka pintu keluar lalu menjerit kaget saat melihat Nata berdiri dengan begitu kerennya. 

Nata kalau sudah tidak pakai seragam begitu terlihat sangat keren. Hitam - hitam, tampan! Ah ralat! Lebih ke seperti malaikat pencabut nyawa! Dumel Kanya.

"Lama banget, Semua udah jalan duluan."

"HA!? Te-terus kita?" Kanya mengedarkan matanya liar. 

Asrama memang sudah terlihat sepi, dengan langkah cepat Kanya mengetuk pintu asrama tetangganya.

Tok tok.. 

Kanya tidak mendapati respon, sekali lagi Kanya mencoba. 

Tok tok tok.. 

Nata meraih lengan Kanya."Mereka udah berangkat dari satu jam yang lalu." Nata menarik koper Kanya dan si empunya.

"Kita berdua?!" Kanya tampak kalut.

"Hm."

Kanya menekuk wajahnya, liburannya kacau tidak sesuai dengan rencananya. Kanya kembali di sadarkan, manusia memang hanya bisa berencana.

Kanya memasuki mobil dengan malas - malasan. Semangatnya entah berlibur kemana.

"Pakai sabuk pengamannya." Nata berujar tanpa menatap Kanya. 

"Iya!" balas Kanya tidak santai.

"Jalan pak." Perintah Nata pada sang sopir.

Kanya memilih diam, toh tidak ada yang ingin mereka bicarakan dan lagi Kanya malas berbincang dengan Nata. 

Kanya merenungkan semua yang telah di laluinya di sekolah Giofar, Selama sebulan lebih ini Kanya lebih sering marah dan rindu keluarga.

Suara gesekan plastik membuat Kanya menoleh ke arah Nata yang ternyata tengah membuka permen susu yang bungkusnya bergambar sapi. 

"Mau?" tanya Nata dengan masih sibuk membuka bungkus permen itu. 

"Ga!" Kanya kembali menatap jalanan lewat jendela, gengsi kalau di ambil.

Nata menarik sedikit rambut belakang Kanya membuat Kanya menoleh kesal.

"Kamu ap—mph!" 

Nata memasukan permen itu ke mulut Kanya, Kanya sontak menarik permen yang kini bersarang di mulutnya, jejak rasa manis permen susu pun mulai terasa.

"Ambil, aku masih ada." Nata memotong Kanya yang hendak kembali bersuara.

Dasar pemaksa! Tapi kalau Nata tidak begitu, Kanya hanya akan gigit jari. Permen susu sungguh kesukaan Kanya.

Nata melirik Kanya yang asyik mengemut permen, senyum pun terbit. Gengsi Kanya begitu lucu di matanya.

***

Kanya masih betah dengan acara marah - marahannya. Kanya merasa geraknya kini di batasi, Kanya tidak suka Nata yang seenaknya! Cukup keluarganya yang begitu!

"Marah?" tanya Nata seraya mengulurkan tangan ke arah Kanya. 

Kanya yang hapal apa gerakan selanjutnya dengan cepat berdiri menjauh, melindungi lehernya.

"Stop! Jangan sentuh aku! Aku mau liburan! Aku ga ngerti kenapa kamu ngikut terus! Kamu udah hancurin liburan aku! Kamu puas?" teriak Kanya dengan begitu marah namun perlahan matanya basah.

Nata diam di tempatnya dengan masih menatap Kanya."Kamu ga bisa liburan sendiri, kita semua bareng - bareng ke sini walau di perjalanan pisah." Nata berujar begitu enteng membuat Kanya menggeram kesal sesaat saat melihat wajah menyebalkan itu.

Kanya kembali terisak, merasa kesal dengan semuanya tapi Kanya selalu tidak bisa berbuat apa - apa.

"Kamu selalu begitu! Seenaknya!" raung Kanya di sela - sela isakannya.

Nata menghela nafas pendek."Aku jamin, liburan kamu akan luar biasa!" yakinnya.

Kanya malah semakin terisak.

***

Kanya sudah tidur dengan mendengkur halus, terlihat sekali gadis itu kelelahan selama perjalanan. 

Nata menerobos masuk dengan kunci cadangan. Hotelnya kebetulan milik omnya jadi dia tidak akan sulit meminta kunci cadangan.

Nata menatap Kanya yang begitu damai dengan beberapa pulau itu.

"Gemes.." gumamnya pelan sebelum kembali membawa langkahnya keluar kamar, Nata akan menunggu Kanya bangun dari tidur siangnya di ruang tamu.

3 jam berlalu, Nata lebih dulu bangun. Nata ketiduran di sofa lebar dan panjang itu. Nata merapihkan pakaiannya yang kusut. 

Nata memutuskan untuk memesan makanan agar saat Kanya bangun gadis itu tidak terlalu kelaparan. 

Nata memilih makanan sederhana di ponselnya seperti roti selai coklat dan beberapa cemilan lainnya, Nata sangat tahu kalau Kanya tidak terlalu suka makanan berat.

Tak lama pesanan pun datang bersamaan dengan Kanya yang perlahan bangun. 

Nata tersenyum samar, insting Kanya sangat pas, giliran ada makanan gadis itu bangun.

"Cuci muka terus makan." kata Nata seraya menyimpan cemilan di meja dekat televisi.

Kanya mengerjap pelan, kakinya mulai turun menuruni ranjang lalu berlalu menuju kamar mandi tanpa kata. Mungkin masih di ambang kesadaran alias nyawanya belum terkumpul penuh.

Tidak lama Kanya keluar dengan wajah yang masih terlihat lelah, jika begini Kanya jadi terlihat beda, lebih diam, ekspresinya pun datar. Tapi, tetap menggemaskan.

"Masuk seenaknya!" gerutu Kanya sangat pelan lalu kembali mendatarkan dan mendinginkan ekspresinya.

Nata yang tidak betah dengan Kanya yang seperti itu mulai menggodanya dengan memeluk Kanya dari samping, sontak Kanya mulai berekspresi kesal.

"Apaan sih!" ketus Kanya dengan menepis kasar tangan Nata bahkan mencubitnya.

Nata mengulas senyum samar, Kanya juteknya sudah kembali."Makan, mau jalan - jalan malem? Semua anak - anak mau." Nata merapihkan rambut Kanya yang basah mungkin karena cuci muka tadi.

Kanya mengabaikan Nata, rasa laparnya lebih mendominasi sekarang. 

Nata memutuskan untuk membiarkan Kanya makan, sambil menunggu Nata pun memilih acara televisi yang menurutnya seru.

***

Kanya mengeratkan mantel berbulunya dengan bibir mulai bergetar kedinginan."Di sini malem dingin banget ya." gumam Kanya dengan bibir bergetar.

"Kode pengen di peluk?" tanya Nata dengan tersenyum menyebalkan menurut Kanya.

"Engga ya! Idih.." sewot Kanya dengan semakin mengeratkan mantelnya.

Nata mengulum senyum samar lalu melepaskan jaket jeans yang di pakainya.

Kanya menatap Nata penuh selidik."Ngapain di buka?" tanya Kanya heran.

"Buat kamu, katanya dingin." jawab Nata acuh.

Kanya menahan tangan Nata yang hendak memasangkan jaket itu."Stop! Kamu mau jadi jagoan dengan hanya pake hoodie?" tanya Kanya terdengar mengejek."jadi ga usah jadi pahlawan kemaleman!" lanjut Kanya ketus.

Nata keukeuh memasangkan jaket itu."Kalo aku dingin gampang tinggal peluk kam—"

Kanya melepas lagi jaket itu."Justru itu ga mau!" rengek Kanya kesal.

Baiklah Nata mengalah dengan memakai jaketnya kembali."Cari tempat yuk." ajak Nata seraya meraih jemari Kanya.

Kanya tak menjawab, hanya mengikuti tarikan Nata. Melihat Kanya yang tidak menolak genggamannya membuat Nata mengulum senyum.

Kanya menatap toko kue, sepertinya malam - malam makan - makanan yang manis tidak masalah, kali - kali mungkin tidak akan membuat dia jadi kayak babikan? 

"Ke sana yuk?" ajak Kanya seraya menggoncang tangan Nata yang sedang menggengamnya.

"Toko kue?" tanya Nata sedikit heran namun detik berikutnya tersadar, Kanya memang pemakan segala kecuali daging manusia dan serangga! Ah satu lagi racun! 

Selama hampir empat minggu bersama, Nata sudah cukup tahu banyak tentang Kanya, bahkan warna dalaman gadis itu dia sudah hapal, dominan merah dan hitam, sungguh sexy.

Samar Nata tersenyum akibat pemikirannya tentang dalaman. Aksi penyelidikannya tentang Kanya terlalu jauh ternyata.

***

Nata memperhatikan Kanya yang begitu lahap memakan cake dengan coklat lumer. Gadis itu begitu santai, sepertinya tidak takut gemuk.

Nata diam - diam memotret Kanya lalu dirinya post di akun pribadi dengan Caption : Punya gue! . Setelah selesai bermain ponsel Nata kembali menyesap teh panasnya.

"Enak?" tanya Nata setelahnya.

Kanya mengangguk dengan mata masih menatap laut lewat jendela kaca Cafe.

Deru ombak yang menghantam karang begitu terdengar kontras, bau laut pun selalu menyapa indera penciuman Kanya. Membuat jiwanya tenang.

Nata menatap lekat Kanya yang asyik dengan dunianya, Nata masih belum bisa percaya dia akan setertarik ini pada lawan jenis yang bahkan baru di kenalnya. 

Jelas saja Kanya selalu was - was padanya, kalau saja dirinya perlahan mendekati Kanya, mungkin gadis itu akan nyaman berada di dekatnya.

Kanya memasukan suapan terakhir pada mulutnya dengan menghela nafas lega di sertai senyuman kecil." Akhirnya." serunya pelan.

Nata menyesap tehnya lalu beranjak menuju kasir tanpa kata lalu membayar semua yang di belinya setelah itu kembali menuju Kanya yang sudah bersiap pulang.

"Mau kemana lagi?" tanya Nata seraya merangkul Kanya.

"Ih lepas! Jangan rangkul - rangkul!" tolak Kanya yang di tolak juga oleh Nata.

"Diem! Biar anget." tegas Nata yang sontak membuat Kanya diam dengan bibir mengerucut kesal.

***

"Awas ya! Pokoknya jangan sampe tidur di ranjang aku!" ancam Kanya dengan penuh kesungguhan.

"Usap leher dulu biar ga ganggu kamu." nego Nata seraya duduk di ujung kasur Kanya.

Kanya berdecak kesal dengan rona merah mulai menjalar di kedua pipinya."Heran deh! Kamu Vampire bukan sih?" tanya Kanya jengkel.

Nata terbahak pelan, pikiran Kanya begitu jauh.

"Iyah, makanya cepetan! Nanti Aku gigit kalo ga mau." gemas Nata.

Kanya mendadak merinding melihat keramahan Nata. Jelas saja laki - laki itu sedang ada maunya.

"Engga!" tolak Kanya tegas.

Nata tidak menyerah, dia merangkak naik lalu meraih leher Kanya walau sedikit sulit karena pemberontakan gadis itu.

"Mau aku perkosa?" ancam Nata saat Kanya tidak kunjung diam bahkan sesekali kakinya menyentuh adik Nata. 

Kanya sontak diam mematung.

Nata menyeringai."Bagus!" Nata mulai mengusap leher Kanya yang sudah terlapisi pelembab berwangi mawar segar. Nata mengecup sekali.

Kanya semakin tidak nyaman, Kanya menggigit bibirnya saat merasakan suara laknatnya akan keluar. 

Tidak! Kanya tidak mau Nata besar kepala karena berhasil membuatnya mendesah.

"Udah!" Kanya mendorong kuat bahu Nata. Nata tidak menolak.

"Lebih suka bau kamu, lain kali jangan dulu pake pelembab." Nata perlahan turun dengan mata melirik celana tidurnya yang mengembang, sialan!

"Ga mau! Terserah aku!" balas Kanya dengan begitu keras kepala. 

Nata mengabaikannya, dia lebih baik menuju ke kamar mandi hotelnya. Tanpa pamit dia berlalu meninggalkan Kanya yang sibuk menggerutu

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status