Share

6. Pulau Untuk Kanya

     Nata tersentak kaget di tidurnya hingga membuatnya terjaga. Mimpinya tentang Kanya membuat Nata gila.

Nata dalam mimpi menatap bibir merah alami milik Kanya di tambah kulit mulusnya yang bersinar dalam mimpinya membuatnya semakin gila.

Nata mengerang pelan, kadang saat pagi sedang puncak - puncaknya. Tanpa kata Nata pergi ke kamar mandi lalu bersiap menuju ke tempat Kanya.

Nata menggeleng tak percaya dengan ke-keboan Kanya, sepertinya gadis itu tidak berniat liburan. Nata menghampiri Kanya lalu menggoncang pelan tubuhnya.

Kanya masih tak bergeming, tidak ada cara lain Nata harus melakukan cara yang satu ini. Dengan gemas Nata mencubit hidung Kanya agar gadis itu sulit bernafas.

"Ha! Aduh ayah!" pekiknya dengan terengah - engah, menghirup oksigen dengan begitu rakusnya.

"Udah jam 9 pagi, ga mau ke pantai?" tanya Nata dengan begitu santai.

Kanya mengerjap pelan lalu mulai tersadar kalau dirinya sedang liburan."Mau dong! Enak aja!" ketus Kanya dengan suara sedikit serak.

Nata menggeleng pelan, heran dengan Kanya yang selalu ketus, judes dan tidak santai tapi detik berikutnya Nata bisa mengerti. Mana ada yang mau di lecehkan oleh orang yang baru bertemu sebentar, pastilah bawaannya ingin marah - marah. Ingin berteriak pada semesta pun rasanya percumakan? Oke Nata mulai berlebihan.

Nata meraih ponsel Kanya yang berdering, dengan acuhnya Nata mengangkat panggilan itu.

"Hallo.."

"Siapa lu?! Di mana Kanya?" tanya laki - laki di sebrang sana.

Nata menatap layar ponselnya sesaat, tulisan 'Kakak' tertera di layar."Oh ini cowok Kanya, dia lagi di kamar mandi." jelas Nata begitu santai.

"APA?! Di kamar mandi?! Habis ngapain kalian ha?! Di mana posisi!" bentak  laki - laki itu tidak santai.

"Pantai *** , kita lagi liburan kak, acara sekolah juga, jangan khawatir, Kanya akan baik - baik aja."

"Dasar anak itu! Ga bilang liburan! Awas aja! Kalian pulang langsung ke kantor gue!" tegasnya lalu mematikan sambungan.

Nata mengangkat bahunya acuh lalu meletakan kembali ponsel Kanya ke tempat semula. Lumayan lama juga ternyata Kanya mandi.

Nata mengedarkan pandangannya, siapa tahu ada sesuatu yang bisa dirinya mainkan. 

Karena tak ada, Nata memutuskan untuk pergi ke balkon saja dengan di temani satu batang rokok yang baru di keluarkan dari bungkusnya.

Tak lama dari itu Kanya keluar dengan rok seatas lutut berwarna merah lalu atasannya berwarna hitam ketat berlengan panjang.

Nata berbalik saat mendengar pergerakan di arah dalam, rokoknya dia matikan lalu buang, Nata bisa melihat Kanya yang sibuk merias diri.

Nata menghampiri Kanya yang merasa tidak terganggu.

Nata mengamati pakaian yang di pakai Kanya, baju atasannya ketat dan berkerah dangkal menampakan leher Kanya yang semakin terlihat menawan.

"Kok ke pantai pake baju gini?" heran Nata.

Kanya menghentikan gerak tangannya yang tengah memakai bedak."Aku mau belanja, hari terakhir aja ke pantainya." jawab Kanya dengan malas namun tetap terdengar ketus.

Nata melingkarkan tangannya di bahu Kanya membuat Kanya kembali menghentikan gerakannya lalu mendongkak menatap Nata.

"Ngapain ih! Lepas! Enak aja peluk - peluk!" semprot Kanya tak santai.

Nata mengulas senyum kecil."Cepet lanjutin jangan peduliin aku." bisik Nata sebelum mengecup kepala dan leher Kanya dari belakang.

Kanya semakin menggeliat, dia tidak akan membiarkan Nata menyentuhnya lebih lama.

"Ih lepas! Nata! Geli ih!" teriak Kanya kegelian.

Nata melepaskan Kanya lalu berjalan kembali menuju balkon, meraih rokok baru yang dia tinggalkan di dekat asbak. Kanya menatap sinis Nata yang semakin menjauh.

"Bau rokok! Ih sebel!" dumel Kanya dengan bola mata memutar sebal.

***

Nata menahan tangan Kanya yang hendak keluar, Nata melihat sesuatu yang aneh di rok Kanya.

"Kamu bocor deh kayaknya." terang Nata dengan mata mengamati rok belakang Kanya.

Kanya tersentak pelan lalu meraih rok belakangnya dan benar saja dia tembus. Buru - buru Kanya berlari menuju kamar mandi.

Nata pun memutuskan untuk menunggunya berganti di sofa."Apa ga di jadwal ya? kok bisa kecolongan sampe bocor." gumam Nata pelan seraya mengotak - ngatik ponselnya.

Sepertinya Kanya belum sadar kalau Nata mengupload fotonya di i*******m.

Nata melihat komentar di foto Kanya yang dirinya upload, begitu heboh, saat pulang nanti pasti di sekolah akan semakin panas.

Pintu kamar mandi terbuka sedikit, tak lama hanya kepala Kanya yang menyembul keluar.

"Nata—eum anu—eum apa kamu punya pembalut?" cicitnya di akhir.

Setelah mengucapkan itu Kanya meringis pelan, dia salah mengutarakan pertanyaan di otaknya.

Nata sontak tergelak."Aku cowok Kanya, walau mereka ada sayapnya bukan berarti aku bisa jadiin mereka pesawat - pesawatan!" kata Nata dengan nada sedikit naik karena kaget juga.

"Ya biasa aja kali! Ga usah nyolot gitu! Aku salah!" balas Kanya dengan bibir maju saking kesalnya di tambah sedang PMS.

Nata menghela nafas pendek."Kamu ga bawa cadangan?" tanya Nata dengan nada biasa. 

Kanya mengangguk dengan sedikit malu, ingin minta tolong tapi gengsi masih dia pelihara.

Nata beranjak dari duduknya."Kalo gitu aku beli dulu, bebaskan? Atau harus merk khusus?" tanya Nata.

Kanya menunduk, tak berani menatap Nata."Pokoknya bersayap ukuran 29 cm aja!" terang Kanya cepat layaknya Rapper! Lalu bergegas menutup pintu saking malunya.

Nata menggeleng samar dengan bibir tersenyum tipis.

***

"Mana bayarannya?" tanya Nata saat mereka sudah berada di tempat makan yang berada di puncak menara gedung berlantai 21 itu.

Kanya menatap kemewahan tempat makan itu dengan mata berbinar. Tak menyangka Nata akan membawanya ke tempat mahal seperti ini. Mata Kanya kini memicing menatap Nata.

"Kamu kok bisa ajak aku ke sini? Bukannya tempat ini harus pesennya satu bulan sebelum bisa makan di sini? Waktu itukan kita berarti belum kenal." heran Kanya dengan alis bertaut bingung. Mengabaikan pertanyaan Nata.

Nata menyesap jus Alpukat yang di pesannya sedikit."Punya nyokap." santainya dengan senyum menyebalkan.

Kanya mendengus meremehkan."Serius! Nyebelin banget sih!" dumel Kanya.

Nata terkekeh pelan."Serius! tadi kamu ga liat saat aku masuk, semua nunduk hormat, bahkan aku ga harus nanya di meja mana dan sebelah mana pesenan aku, ah! Kalau ke sini kan harus ada kartu tanda pesanan, aku ga bawa loh, jadi pesen aja apapun yang kamu mau." Nata tersenyum jemawa.

Terlihat menyebalkan namun sialnya tampan!

Kanya mendengus lagi, dasar orang kaya sombong! pikir Kanya antara percaya dan tidak percaya.

"Kamu anak pengusaha?" tanya Kanya ragu sekaligus penasaran.

"Emangnya kenapa? Jangan bilang kamu matre?" goda Nata.

Kanya sontak memukul meja dengan menatap Nata tidak terima."Aku ga gitu ya!" amuknya. 

Nata sepertinya kurang paham tentang perempuan. Perempuan yang sedang PMS itu sensitif , gampang sekali tersinggung.

Nata menatap Kanya tajam lalu meraih kasar tangan Kanya yang memukul meja tadi.

"Ngapain pukul - pukul meja! Kalo tangan kamu patah atau keseleo gimana?! Aku percaya kok kamu ga gitu, aku bercanda tadi." kesal Nata seraya mengusap telapak tangan Kanya yang memerah.

Kanya terisak pelan dengan bibir menekuk ke bawah."Hiks sakit." pukulannya tadi cukup keras, dia lepas kontrol. 

Usapan Nata Kanya biarkan, tangan nya memang sakit, usapan Nata di tangannya cukup mengurangi rasa nyut - nyutan itu.

"Aku tahu," singkat Nata lalu menatap Kanya."maaf kalo kamu tersinggung tadi, mau kamu matre sekalipun aku akan tetep pilih kamu, harta aku ga akan habis cuma buat beliin kamu makanan." lanjut Nata dengan senyum tulus.

Selama Nata kenal Kanya, Kanya terlihat sederhana tidak banyak shoping seperti sepupu dan temannya yang lain. Jika pun Kanya sama, dia tidak peduli, Kanya akan selalu jadi miliknya.

"Kalo gitu beliin aku pulau, aku ga mau jadi babi karena makan terus!" ketus Kanya di sela - sela isakannya. 

Dia hanya bercanda sungguh! Tapi Nata malah menganggapnya serius dengan menghubungi seseorang lewat ponsel lalu tak lama email masuk ke akun Kanya. 

Di sana tertera surat kontrak pembelian sebuah pulai di salah satu kota ini.

"Kamu gila?!" kaget Kanya dengan sangat - sangat kaget. Rasanya rahang Kanya akan jatuh karena terbuka terlalu lebar.

Nata mengulas senyum menyebalkan."Kamu pikir aku bercanda? Surat pemberitahuan libur kemarin aja aku bisa ubah karena sekolah itu emang sekolah aku." kekeh Nata yang detik selanjutnya Nata rutuki, kacau sudah, pasti Kanya marah.

Namun meleset, Kanya masih terpaku menatap kontrak kepemilikan di poselnya. Tak percaya dalam hitungan menit dia sudah memiliki pulau pribadi.

Kanya menatap Nata dengan wajah melongonya."Kamu ini prank?" tanya Kanya bingung. Begitu lucu.

Nata tertawa pelan."Engga, itu emang pulau aku, aku cuma ganti aja jadi nama kamu." terang Nata dengan begitu enteng, seolah semua yang di ucapkannya itu tidak berarti apa - apa.

Seolah - olah pulau itu permen.

Kanya mengerjap, masih di ambang batas kesadaran dan detik berikutnya Kanya tak sadarkan diri, dia pingsan karena terlalu senang dan tidak percaya dengan semua kenyataannya kini.

***

Nata menghela nafas lega saat melihat mata Kanya perlahan terbuka.

"Kamu ga apa - apa? Kepala kamu sakit?" tanya Nata cemas. 

Kanya jatuh cukup keras tadi, Nata tak sempat menangkapnya karena posisi cukup jauh.

"Pulau Nata, aku pasti mimpikan?" tanya Kanya mengabaikan pertanyaan Nata.

Nata menarik kepala Kanya kepelukannya."Kamu pingsan gara - gara pulau itu! Untung ga ada masalah." helaan nafas lega keluar dari mulut Nata.

"Nata! Kamu serius soal pulau itu? Aku bercanda loh." Kanya melepas paksa pelukan Nata, kembali mengabaikan kecemasan Nata.

Nata menatap tajam Kanya."Pulau itu ga ada apa - apanya di banding kamu! Jadi jangan di bahas, kalo kamu ga percaya besok kita ke pulau itu. Kamu cari tahu sendiri." Nata terlihat kesal karena Kanya lebih mementingkan pulau itu.

Kanya memberengut sebal."Iyah, apaan sih! Gombal! Modus peluk - peluk juga tadi." gumam Kanya pelan.

Nata tak merespon gumaman Kanya."Pulau itu punya aku, aku cuma ganti nama ke pemilikan."terang Nata."istirahat, besok lanjut jalan, besok hari terakhir kita liburan." lanjut Nata.

Kanya mengangguk pelan, pikirannya sungguh masih di hantui pulau.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status