Bab 48Mata Eva tampak melotot dengan sempurna setelah mendengar penuturan Siti. Bahkan Bu Retno juga sama terkejutnya. Biasanya, Siti akan diam meski direndahkan. Tapi apa ini?Siti berjalan mendekat. Dia terus melayangkan tatapan tajam. Sikap Eva dan ibu mertuanya sudah sangat keterlaluan. "Apa yang mau kamu lakukan, hah?!"Siti menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis yang tampak licik. Salah satu alisnya naik dan dia mengangkat wajahnya sambil memasang tatapan arogan."Kenapa, Mbak? Takut? Aku bahkan belum melakukan apapun," sinisnya.Tangan Eva terkepal dengan erat. Sikap Siti semakin membuatnya merasa kesal. "Kamu pikir aku akan takut dengan wanita lemah sepertimu? Jangan mimpi kamu, Ti!"Siti membuang muka sambil berdecak kesal. Lemah?Mungkin, Siti dulunya memang wanita lemah. Tapi sekarang semuanya telah berbeda. Sebagai seorang ibu, Siti tak perlu lagi merasa takut pada orang-orang yang berani menindas Putri. Tak peduli sepupu atau ibu mertuanya sendiri. Jika
Bab 49Eva melangkah maju dan meraih tangan Bu Retno. Ditatapnya lekat sosok pria yang masih berdiri tepat di hadapan Siti."Kami datang kemari karena ada urusan dengan Siti. Jadi anda jangan menghalangi," desisnya.Handi menatap tajam ke arah wanita yang baru saja bicara padanya. Seketika Eva kehilangan nyalinya. Bahkan Handi terlihat dua kali lipat jauh mengerikan dari sebelumnya."Saya tak suka keributan. Pergi sekarang secara baik-baik sebelum saya ambil tindakan," desisnya.Ancaman Handi barusan bukan hanya omong kosong belaka. Dia merasa enggan untuk berurusan dengan orang-orang menyebalkan seperti Eva dan Bu Retno. Apalagi jelas kedatangan mereka hanya untuk membuat masalah. Bu Retno menarik tangan Eva dan memberikan kode pada wanita itu agar diam sejenak. Setelahnya, wanita paruh baya itu kembali menatap Handi. Lagi-lagi, seulas senyum licik kembali menghiasi wajahnya."Saya nggak akan buat masalah, Pak. Siti, jangan diam saja, dong! Jelaskan semuanya sama majikanmu kalau kam
Bab 50Siti tampak menunduk lesu di hadapan seorang pria yang kini tampak menatapnya dengan tajam. Jantung wanita itu terasa berdetak semakin kencang.Bagaimana pun juga, Siti sadar bahwa masalah hari ini secara tidak langsung disebabkan oleh dirinya.Siti yakin kalau majikannya saat ini pasti marah besar dan juga kecewa. Wanita itu kini hanya bisa berdoa agar tak ada masalah lagi yang terjadi. Siti takut dipecat."Jelaskan semuanya secara rinci," pinta Handi.Siti tersentak kaget. Namun dia hanya bisa mengangguk pelan dan mulai menceritakan secara runtut awal masalah yang terjadi. Handi mendengarnya secara seksama dan dari penjelasan wanita itu, dia bisa menyimpulkan seseorang yang sebenarnya bersalah.Handi menghela napas pelan. Niat hati pulang untuk mengambil dokumen yang tanpa sengaja tertinggal, dia justru dikejutkan dengan pemandangan yang luar biasa.Siti meremas ujung jarinya sendiri agar bisa menekan perasaan bersalah dan juga takutnya. Perlahan, Siti mulai memberanikan diri
Bab 51Wajah wanita paruh baya itu kini tampak masam. Dia masih saja merasa kesal karena rencananya gagal. Pandangan matanya kini beralih dan menatap sosok wanita yang duduk tepat di sampingnya."Eva, kamu ini gimana, sih?! Katanya di rumah hanya ada Siti dan beberapa pembantu saja. Tapi kenapa majikannya tiba-tiba pulang?"Padahal dia sudah yakin kalau rencananya akan berhasil sesuai dengan dugaan Eva. Tapi Bu Retno justru harus menelan pil pahit karena dirinya malah dipermalukan di hadapan orang lain.Eva mendengus kesal setelah mendapat pertanyaan dari Bu Retno. Andai saja dia tahu, Eva pasti akan mengurungkan niatnya untuk pergi menemui Siti. "Aduh, Tante! Eva juga nggak tahu. Tadinya Eva pikir emang majikannya nggak ada di rumah," kilahnya.Jika Handi tidak datang tepat waktu, Eva dan Bu Retno pasti berhasil memberikan pelajaran pada Siti. Sayangnya semua rencana yang telah disusun rapi harus gagal begitu saja hanya karena kehadiran seseorang yang tidak diinginkan.Wanita paruh
Bab 52Bu Retno meraih ponselnya. Dia berniat menelepon putranya untuk memberitahukan soal Siti. Adi berhak tahu tentang istrinya yang kini kurang ajar dan berani untukmu melawan.Seulas senyum licik tampak merekah di wajahnya. "Lihat saja, aku akan mengadukan semuanya pada Adi. Wanita sialan itu pasti akan menangis dan memohon ampun padaku," desisnya.Tanpa pikir panjang, Bu Retno langsung menekan tombol diam. Wanita itu menunggu cukup lama hingga panggilan pada akhirnya terhubung."Halo, Bu? Ada apa?" Suara seorang pria terdengar dari ujung telepon."Ibu baru saja menemui Siti. Padahal dia cuma babu, tapi gayanya selangit! Dia berubah jadi wanita kurang ajar, Adi!" serunya."Apa? Kenapa Ibu malah menemui Siti?"Sungguh, Adi merasa cukup heran karena ibunya bertindak seenaknya. Selama ini dia telah berusaha untuk menjauhkan diri dari Siti dan Putri. Tapi ibunya malah membuat masalah secara tak terduga.Kening Bu Retno tampak berkerut. Matanya bahkan membulat dengan sempurna karena ta
Bab 53Adi menghela napas berat setelah menutup teleponnya. Lagi-lagi dia harus merogoh saku untuk memberikan uang bulanan. Padahal Adi baru saja memberi uang beberapa hari yang lalu pada ibunya.Walau Adi ingin menolak, namun dia juga tak kuasa. Daripada harus mendengar omong kosong terlontar dari mulut ibunya, Adi memilih langsung menyetujuinya dan mengirim uang. Namun tetap saja ada hal yang mengganjal di dalam hati Adi. Apalagi pria itu kembali dari anak soal istri serta anaknya. Adi memang tak terlalu peduli, namun dia tetap ingin tahu keadaannya. Adi hanya tahu tentang istrinya yang bekerja sebagai pembantu. Benar-benar tak masuk akal!Entah bagaimana reaksi orang-orang jika tahu kalau istri seorang asisten manajer justru bekerja sebagai pembantu.Adi menghela napas perlahan. Dia mencoba untuk menepis segala pikiran aneh yang hinggap di dalam kepalanya. Pandangan matanya kini beralih kembali menatap sebuah tanah lapang yang mulai diisi dengan bahan bangunan. Hari ini pekerja t
Bab 54Siti menutup novel yang baru saja dibacanya. Dia menghela napasnya perlahan agar bisa mengusir rasa sesak yang tiba-tiba muncul. Bukannya fokus membaca isi novel, pikirannya justru melayang tak tentu arah. Siti kembali teringat akan kejadian yang sempat menimpanya. Bahkan Siti masih ingat dengan jelas tatapan putrinya yang menahan rasa sakit.Tumpukan hinaan membuatnya sadar bahwa dia harus menjadi lebih kuat dan juga bisa meninggikan derajat dengan jerih payahnya sendiri.Siti mengusap wajahnya dengan kasar. Dia menengadahkan kepala dan menatap langit-langit ruang kerja Handi."Ya Allah, kuatkan bahu hamba agar bisa menahan semua rasa sakit ini."Siti memejamkan matanya sejenak. Mungkin saat ini dia memang hanya seorang pembantu saja dan pekerjaan yang dilakoninya seringkali dianggap rendah oleh orang lain.Tapi Siti yakin kalau suatu saat nanti derajatnya yang saat ini tengah direndahkan serta diinjak-injak akan bangkit.Namun sebelum itu, dia harus berusaha lebih keras lag
Bab 55Handi bersandar di kursinya. Dia baru saja selesai mandi dan sebentar lagi waktunya untuk makan malam. Suara ketukan pintu membuat pria itu menoleh."Masuklah," ujarnya.Tampak gagang pintu diputar dan Sumi masuk membawa nampan kecil berisi sepiring makanan."Pak, ini makan makanya."Kening Handi tampak berkerut. "Dimana Putri?"Biasanya gadis kecil itu berinisiatif mengantar makanan untuk Handi. Namun sejak kemarin, Putri tak menampakan batang hidungnya sama sekali.Sepintas, Handi memang melihat gadis kecil itu ada di dapur. Namun tawa serta keceriaannya lenyap begitu saja."Putri ada di bawah, Pak. Apa mau saya panggil kan?"Handi diam sejenak. Netra hitamnya melekat pada sepiring ayam bakar yang menggoda iman."Tidak perlu, Sum."Sumi mengangguk lagi. Dia lantas berlalu pergi ketika sang majikan tak membutuhkan bantuan. Handi menghela napas pelan. Aneh, pikirnya.Entah mengapa ada bidang kosong di dalam hatinya. Ketidakhadiran Putri membuat pria itu merasa sedikit kesepia