Wah ... mulai ada tumbuh benih cinta nih.
Bab 67"Apa kamu tidak ada niat untuk menyekolahkan Putri?"Sejurus dengan pertanyaan Handi, Siti tampak membelalakkan matanya. Wanita itu merasa cukup terkejut karena selama ini dia tak membahas apapun mengenai pendidikan Putri. "Maaf? Kenapa Bapak menanyakan hal ini?" tanyanya balik sambil mengerutkan kening.Sejujurnya, Siti merasa kurang nyaman saat hal pribadi dikorek lebih dalam oleh Handi. Walau pria itu memang bersikap baik dan ramah, Siti tetap saja tak nyaman. "Maaf jika pertanyaanku barusan membuatmu tersinggung."Siti menggeleng pelan. "Bapak nggak perlu sungkan. Hanya saja saya heran karena Bapak menanyakan hal ini secara mendadak," pungkasnya."Putri sempat mengatakan sesuatu," ujar Handi."Mengatakan apa, Pak?"Handi perlahan mulai menceritakan soal tanda tanya besar yang sempat muncul dalam hatinya. Lagi, Siti tampak terkejut. Apalagi saat dia tahu kalau suaminya sempat mengatakan sesuatu yang buruk pada Putri.Jelas wajahnya kini tampak memerah. Bukan karena malu,
Bab 68Besok paginya, keadaan masih terasa cukup canggung. Bahkan Siti juga tak banyak bicara sejak semalam. Bukannya dia marah ataupun kecewa pada Handi, Siti hanya ingin menenangkan dirinya sendiri agar tak tersulut emosi.Semalam Siti menatap lekat putrinya yang tengah tertidur. Ada rasa bersalah yang terus muncul. Sebagai seorang ibu, Siti merasa perannya masih kurang. Dia ingin merubah segalanya. Tapi satu hal yang paling penting, Siti ingin membalut luka di dalam diri Putri. Gadis kecil yang tak tahu apapun itu harus menerima banyak hal mengejutkan karena Adi. Handi turun dari lantai atas dan bersiap untuk pergi bekerja. Pandangan pria itu kini beralih menatap sosok wanita yang berada di dapur.'Bagaimana caranya aku bisa menebus kesalahan kemarin?' batinnya.Tiba-tiba seorang gadis kecil mendekat dan membuyarkan lamunan Handi. Putri tampak menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis."Pagi, Om!"Handi mengangguk pelan. Sudut bibirnya tampak terangkat sedikit. Tapi se
Bab 69"Putri sayang Ayah, Ibu. Tapi Ayah nggak sayang Putri," cicitnya.Siti terhenyak mendengar penuturan putrinya. Dia lantas melonggarkan pelukan dan melepasnya. Ditatapnya lekat netra hitam milik Putri."Kenapa Putri ngomong kayak gitu? Ayah sayang kok sama Putri," lirihnya sambil mengusap air mata yang masih menghiasi wajah putrinya.Saat Siti melihat anaknya menangis, dia juga ikut merasakan kesedihan yang begitu kentara. Padahal Putri bukanlah anak yang mudah menangis karena hal-hal sepele. Tapi gadis kecil itu menangis hanya karena berpikir kalau ayahnya tak menyayanginya.Putri menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Kalau Ayah emang sayang sama Putri, kenapa kita diusir dari rumah?"Pertanyaan gadis kecil itu kembali mengejutkan Siti. Dia tak memiliki jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh putrinya.Semenjak diusir dari rumah, ini juga merasa kalau suaminya tak lagi peduli pada dirinya dan juga Putri. Jika Adi memang masih menyayangi anaknya, setidaknya pria
Bab 70Siti tampak mengulas senyum tipis setelah mengirimkan bab terakhir dari novelnya. Tak terasa dia telah meluangkan waktu hingga berhasil memenuhi jumlah kata yang diperlukan untuk mencetak buku."Alhamdulillah, Ya Allah. Akhirnya aku bisa menyelesaikannya dengan tepat waktu," lirihnya.Setelah berpikir beberapa kali pada akhirnya dia memutuskan untuk menandatangani kontrak agar bisa mencetak novelnya.Para pembaca setianya juga bersedia untuk membeli novelnya jika memang akan dibuat sebagai buku.Tak pernah sekalipun terpikir dalam benaknya bahwa karyanya akan menuai banyak penggemar dan juga dilirik oleh salah satu agensi besar yang telah menaikkan nama para penulis.Padahal Siti masih berpikir bahwa karyanya memiliki banyak kekurangan. Tapi untungnya dia mendapat bantuan dari para tim agensi.Tak berselang lama sebuah pesan masuk ke ponselnya. Siti lantas membacanya dengan teliti.[Terimakasih karena telah mengirimkan bab terakhir dari novel 'Cinta di atas Luka'. Kami akan seg
Bab 71Waktu bergulir dengan cepat dan tiba waktunya proses pendaftaran bagi para siswa yang akan bersekolah. Tak ingin menunggu waktu lebih lama lagi, Siti berencana untuk izin pergi keluar besok pagi agar bisa mendatangi sekolah guna mendaftarkan putrinya.Setelah selesai memasak makan malam, Siti langsung menghidangkannya ke atas meja. Walaupun begitu wanita itu tetap harus mempersiapkan sebuah piring dan mengisinya dengan lauk pauk karena sang majikan seperti biasanya memang akan makan di ruang kerja.Siti lantas mengisi piring dengan nasi dan juga lauk pauk. Menu malam ini ialah ayam saus pedas manis. Bi Yati sempat memberikan informasi yang cukup penting mengenai makanan kesukaan Handi. Ayam saus pedas manis adalah salah satunya. Biasanya Putri yang akan mengantarkan makan malam untuk Handi. Namun khusus hari ini wanita itu yang akan mengantarkannya sendiri. Siti tahu kalau hubungannya dengan sang majikan kini sedikit canggung. Mau tak mau dia tetap harus pergi karena ini semu
Bab 72"Sepertinya aku harus periksa ke dokter," lirih Handi sambil meletakkan telapak tangannya tepat di depan dada.Bukan Handi saja yang merasa tak karuan. Siti juga sama. Wanita itu kini tampak berjalan dengan langkah yang gontai. Pandangan matanya bahkan tampak kosong. Isi pikirannya mulai menguap perlahan dan diterpa angin bernama dilema.Siti menghela napas perlahan. Dia harus bagaimana sekarang?Sebisa mungkin dia mencoba untuk menghindari kontak mata dengan Handi. Bahkan Siti juga berusaha agar bisa memperjauh jaraknya. Tapi tetap saja semesta seolah meminta mereka berdua untuk bersatu.Sumi tampak memicingkan matanya dari kejauhan. Wanita itu merasa cukup heran saat melihat Siti. Dia yang awalnya baru saja selesai mencuci piring, lantas mendekat perlahan."Mbak," panggilnya.Hening. Tak ada jawaban apapun. Siti masih saja sibuk melamun. Wanita itu bahkan tak sadar akan kehadiran Sumi."Mbak Siti," panggilnya lagi dengan suara yang jauh lebih keras dari sebelumnya.Siti ters
Bab 73"Sudah siap semuanya? Ayo berangkat sebelum terlambat."Putri dan Siti mengangguk dengan cepat. Keduanya mengikut langkah pria jangkung di hadapannya dengan langkah ritmis. Setelah masuk ke dalam mobil, suasana kembali terasa canggung. Padahal Siti naik di kursi depan. Setidaknya agar dia tak terlalu mengganggu sang majikan yang memang tak suka naik di kursi samping pengemudi. Namun, Handi lagi-lagi menolaknya. Alhasil, Putri, Handi dan Siti kini duduk berdampingan.Jika ada orang lain yang melihatnya, mereka pasti akan berpikir kalau ketiga orang itu merupakan keluarga. Pandangan Putri beralih menatap Siti dan Handi. Kening gadis kecil itu tampak berkerut. "Ibu kok diam aja?"Siti terhenyak saat mendengar pertanyaan yang cukup mengejutkan terlontar dari mulut anaknya. Namun wanita itu dengan cepat langsung memberikan alasan."Ah, enggak apa-apa, Put. Ibu ngerasa seneng aja karena Putri sebentar lagi akan sekolah," kilahnya.Walau mengatakan alasan yang disertai sedikit keb
Bab 74"Rosa, tolong kamu belikan seragam dan buku tulis untuk siswi sekolah dasar. Saya butuh hari ini," perintahnya.Kening Rossa kini tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Wanita itu merasa cukup heran setelah mendapatkan perintah dari sang atasan."Seragam dan buku tulis, Pak?"Handi mengangguk dengan cepat. "Ya. Apa ada yang salah?"Rossa menggelengkan kepalanya. Tak ada yang salah atas perintah Handi. Hanya saja wanita itu merasa cukup heran karena sang atasan tak biasanya memintanya untuk mengurus hal-hal yang tak berhubungan dengan perusahaan."Tidak, Pak. Saya akan segera menyiapkannya."Tanpa banyak bertanya lagi, Rossa langsung bergegas pergi keluar untuk mencari toko seragam sekolah. Sebelum dia pergi, Rossa telah memberi beberapa dokumen yang akan diperiksa oleh Handi.Wanita itu tentu saja tak ingin membuang waktu sedikitpun. Di waktu yang bersamaan, Siti dan Putri masuk ke ruang pendaftaran dan saat itulah mereka bertemu dengan salah satu guru yang tampa