Alifa diusir oleh ibu mertuanya lantaran dianggap mandul dan tak berguna sebagai seorang istri. Bahkan dia dituduh sudah berzina dengan pria lain. Sang suami menjatuhkan talak tanpa menyadari jika sebenarnya Alifa tengah mengandung. Jika sekedar dituduh mandul dan tak berguna, mungkin Alifa tidak sebenci itu, tapi dia dituduh berselingkuh, hal yang tidak pernah ia lakukan. Kebenciannya kepada mantan suami dan ibu mertuanya semakin berurat tatkala menyadari jika dia hamil. Namun Alifa tetap membesarkan kandungannya. Dia bekerja serabutan karena tidak mungkin harus bekerja kantoran, karena ijazah dan semua surat-surat berharga miliknya sudah dibakar oleh sang suami, bahkan Alifa keluar rumah hanya dengan mengenakan pakaian seadanya. Apa yang terjadi setelah itu dengan Alifa? Akankah kebahagiaan akan datang menghampirinya? Ataukah hanya kesedihan yang setiap hari mendera?
View MoreBab 1
"Apa? Saya hamil, Dok?" ulangku lirih. Aku menoleh sekilas kepada pria yang tengah fokus menghadapi alat USG yang terpasang tepat di sisi ranjang yang tengah kutiduri ini. "Betul, Bu. Lihatlah, titik kecil ini menandakan sebuah embrio, titik kehidupan baru yang ada di rahim ibu." Pria muda itu menggerakkan kursor dan menunjuk ke titik yang dimaksud, walaupun tentu saja aku tidak mengerti karena bagiku sama saja. Layar di depanku itu hanya berwarna hitam putih dan aku tidak tahu titik yang dimaksud oleh dokter Aariz. "Tapi bagaimana mungkin? Bukankah aku sudah lima tahun menikah dan belum juga dikaruniai anak?" Aku menggumam tanpa sadar. Seorang perawat perempuan membantuku bangkit dari pembaringan dan kini aku sudah duduk berhadapan dengan dokter Aariz. Sebenarnya dokter Aariz meresepkan obat pereda mual dan vitamin untukku, tapi sengaja tidak kutebus, karena uang yang kumiliki terbatas. Aku hanya sanggup membayar biaya pemeriksaan. Mungkin nanti aku akan membeli minyak kayu putih saja untuk membantuku meredakan rasa mual dan pusing yang nyaris setiap waktu mendera. Ayunan langkah yang gontai membawaku keluar dari bangunan rumah sakit ini. Tubuhku serasa lemas tak bertenaga. Rasanya sudah tak kuat lagi untuk berjalan. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di taman kecil samping rumah sakit ini. "Nak.... Terima kasih sudah hadir dalam hidup Mama, meskipun mungkin kita hanya akan menjalani hari-hari berdua saja, karena Mama sudah ditalak dan diusir papamu dari rumah kita." "Mungkin dengan keadaan Mama yang seperti ini, Mama nggak bisa kasih kamu yang terbaik, tapi Mama memastikan untuk tetap merawat dan membesarkan kamu semampu Mama." "Kehadiranmu sudah sangat lama Mama nantikan. Bagaimanapun sulitnya kondisi dan kehidupan Mama saat ini, kamu tetaplah anugerah terindah. I love you, Baby." Aku membelai perutku berulang kali. Tangisku pecah seketika. Seandainya kehamilan ini terjadi disaat aku belum ditalak oleh mas Keenan, pasti kami akan merasa sebagai pasangan yang paling berbahagia. Seandainya fitnah itu tidak menjadi badai yang akhirnya membuat suamiku gelap mata.... Aku memejamkan mata ketika merasakan pandanganku menggelap. Bayangan itu silih berganti berkelebatan di benakku seperti slide film. Mereka, ibu mertuaku, dua kakak iparku.... Dan Eliana. Perempuan cantik yang sangat berhasrat untuk merebut suamiku. Mungkin kini dia tengah bersorak-sorai kemenangan karena berhasil membuat mas Keenan menceraikanku, lalu mengusirku dari rumah besar itu, tempat yang selama lima tahun terakhir ini menjadikanku ratu di sisi mas Keenan. Meski kedua kakak perempuan dan ibunya tidak menyukaiku, tapi itu tidak membuat mas Keenan berhenti meratukanku di sisinya. Aku tetaplah menikmati perhatian dan cintanya yang teramat besar. Sampai akhirnya entah mendapatkan dari mana, tapi yang jelas foto-foto itu dilemparkan mas Keenan begitu saja ke hadapanku. Bukan cuma itu. Dia pun melemparkan ponsel mahalnya. Ponsel yang tengah memutar video yang berdurasi hampir satu menit. Video yang menjijikan itu, bahkan langsung membuat tubuhku panas dingin. Tentu saja aku teramat kaget, karena merasa tidak pernah melakukan apapun. Tapi kenapa di video itu aku terlihat tengah melakukan hubungan badan bersama pria lain, pria yang bahkan berbeda-beda di setiap foto yang mas Keenan lemparkan ke hadapanku? Siapa yang sudah memodifikasi atau mengedit foto dan video itu? Apakah ini makar yang sedang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak menyukaiku di dalam keluarga inti mas Keenan? Namun untuk menuduh seperti itu, jelas aku tidak punya bukti. Aku yang terlalu polos tidak mengira jika mereka akan berbuat kejam kepadaku sampai sejauh ini. Tubuhku seketika gemetar. "Itu foto editan, Mas. Masa kamu lupa, zaman sekarang sudah canggih?! Kalau memang benar aku selingkuh, dan melakukan seperti apa yang terlihat di foto itu, mana saksi untukku?!" tantangku. "Mas harus hadirkan dua saksi yang adil untukku sebelum menuduhku berzina!" Aku tetap bersuara lantang meski wajahku sudah basah dengan air mata. "Aku dan Yuna yang menjadi saksinya!" Kedua kakak perempuan mas Keenan itu begitu kompak bersuara, sehingga aku terpaksa menoleh. Perempuan yang memakai dress selutut itu melangkah begitu anggun. Rosa bahkan mengibaskan rambutnya yang tergerai saat berada di dekat kami. "Aku dan Yuna melihat Alifa dijemput oleh seorang pria di mall, lalu kalian pergi dengan mobil. Aku dan Yuna mengikuti kalian sampai akhirnya kalian sampai di hotel, lalu melakukan kegiatan panas yang menjijikan itu!" "Aku tidak akan pernah membiarkan seujung kuku pun disentuh oleh pria lain, walaupun nyawaku taruhannya. Demi Allah, itu bukan aku. Foto dan video ini editan!" "Editan kamu bilang?!" Lagi-lagi suara lain terdengar. Kali ini sosok perempuan bernama Eliana, perempuan yang konon katanya merupakan putri dari sahabat dekat ibu mertuaku. "Aku bisa membantu Mas Keenan untuk membawa foto-foto dan video ini kepada seorang ahli IT. Dari situ nanti ketahuan jika foto-foto ini editan atau bukan." Perempuan itu tersenyum miring sembari menatap kepadaku. "Tapi aku percaya jika foto-foto ini seratus persen asli. Hanya Mas Keenan saja yang begitu gampang tertipu oleh wajah polosnya, padahal aslinya Alifa hanya seorang pelacur!" "Tidak perlu!" Mas Keenan menggebrak meja di dekatnya yang membuat aku seketika mundur selangkah. Namun tanpa diduga mas Keenan justru mendekatiku. Dia berjongkok dan menarik tanganku sehingga kini kami saling berhadapan. "Kamu hanya cukup mengakui kesalahanmu, Alifa. Minta maaf dan tidak mengulangi perbuatanmu lagi. Setelah itu kita anggap semuanya sudah selesai. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu.... Aku memaafkanmu, Alifa," ucap pria itu dengan mata yang berkaca. Bibirnya tampak bergetar. Sempat ragu menyelinap di hati, tapi aku memilih untuk menggeleng. "Aku tidak bisa mengakui sesuatu yang tidak pernah aku perbuat, Mas!" "Apa?!" Ketiga perempuan yang berdiri tidak jauh dari kami itu memekik bersamaan. "Kamu benar-benar sombong, Alifa!" sambung mbak Rosa. "Tak kusangka ternyata Keenan sebucin ini pada istrinya. Tapi ternyata kamu malah menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadamu. Dasar pelacur sialan!" Kali ini mbak Yuna yang memakiku. Dia sempat akan bergerak mendekatiku, tapi tangannya keburu ditangkap oleh mbak Rosa. "Tampaknya Alifa masih ingin bertualang dari satu lelaki ke lelaki lainnya di belakang Mas Keenan," sinis Eliana, lagi-lagi dengan senyuman miringnya. "Mungkin dia tidak cukup dengan satu lelaki. Lagi pula dia kan mandul, jadi nggak bakalan hamil anak siapapun." "Ayolah, Alifa! Aku percaya masih ada sedikit cintamu untukku. Akui perbuatanmu, dan aku menganggap semuanya berlalu." Lagi-lagi bujukan mas Keenan menggoyang pertahananku. Duniaku terasa runtuh melihat tetes air mata yang tumpah dan membasahi pipinya. Sebesar aku mencintainya, maka sebesar itu pula cintanya kepadaku. Aku tahu seberapa besar cinta dan usahanya dalam memperjuangkanku untuk tetap berada di sisinya. Apa yang harus aku lakukan? Tapi bukankah kita tidak boleh mengakui perbuatan buruk yang tidak pernah kita lakukan? "Tidak akan pernah kalian kubiarkan kembali bersama!" Tiba-tiba saja sepasang tangan ibu mertuaku yang tiba-tiba muncul di ruangan ini menarik tubuh mas Keenan, sehingga pria itu terdorong ke belakang dan akhirnya menjauh dariku. Sosok ibu mertuaku yang kini malah menatapku berkilat-kilat. "Aku tidak sudi anakku punya istri seorang pelacur!" "Keenan, talak Alifa!" "Mama!" pekik pria itu. "Tolong jangan ikut campur dengan urusan rumah tanggaku." Namun perempuan tua itu malah berjongkok, memegang lutut mas Keenan, lalu menjatuhkan bokongnya ke lantai. "Talak Alifa sekarang! Apa kamu mau Mama mati pelan-pelan, karena kamu memilih mempertahankan istri pelacur ini?!Bab 191"Cukup, Sheila! Hentikan!"Seorang pria muda bertubuh tegap muncul dari balik pintu, di belakangnya ada wanita paruh baya yang masih tampak cantik di usianya."Kak Bima..." Suara Sheila bergetar. Dia menatap tajam kembarannya yang kini sudah tegak berdiri, berdiri di sisi Bima yang masih saja tak melepaskan tangan dari pinggul perempuan itu."Mau sampai kapan kamu kayak gini, Sel?! Mau sampai kapan, heh? Kakak udah memberi kesempatan yang banyak buat kamu, tapi nyatanya kamu nggak pernah bisa menghargai Shireen!""Karena dari awal dia juga nggak pernah menghargaiku. Seharusnya kami dibesarkan bersama, tapi nyatanya aku malah dibuang!" Matanya mendelik. Kontras dengan wajahnya yang cantik, Sheila terlihat sangat menyeramkan saat marah seperti ini."Nggak ada yang membuang kamu, Sel. Nggak ada yang jahat sama kamu, Sel." Pria itu maju selangkah, berusaha meraih Sheila, tapi tangan perempuan itu mengibaskan dengan kasar."Terserah apapun yang kamu omongkan, tapi yang jelas aku ng
Bab 190Atta bisa merasakan Shireen berbeda dengan Sheila, tetapi bagaimanapun mereka adalah saudara kembar. Bukan tidak mungkin mereka memiliki persaingan dan berniat untuk saling menjatuhkan. Dia pun masih tak mengerti kenapa tiba-tiba saja Shireen datang ke ruang pertemuan itu dan dengan penuh percaya diri mengenalkan diri sebagai saudara kembar Sheila.Shireen tahu bahwa Sheila itu bermaksud ingin kembali kepadanya, bahkan ia bersedia membocorkan informasi yang cukup sensitif, bahwa sebenarnya Sheila memiliki seorang kekasih. Informasi yang persis sama dengan yang diberikan oleh Abi, bahwa Sheila tinggal di sebuah apartemen dengan seorang laki-laki dan kemungkinan laki-laki itu adalah pacarnya.Kenapa Shireen malah mengumbar aib saudara kembar sendiri?Poin ini yang membuat Atta merasa tak nyaman dan sedikit curiga.Atau, apakah ini benang merah yang ingin ia temukan?Atta tidak tahu, namun menyelidiki soal Shireen dan Sheila adalah hal yang mutlak. Dia tidak ingin salah melangkah
Bab 189"Memangnya kenapa jika Shireen meminta kamu mengosongkan rumah itu? Apakah sekarang Sheila tidak punya tempat tinggal?" cecar Atta."Tidak, dia masih tinggal di apartemen....""Di apartemen?!" Dalam benak Atta seketika membayangkan foto yang pernah ia dapat dari Abi.Namun wanita itu justru menangkapkan tangan di dadanya."Saya benar-benar minta maaf sama kamu, karena saudara kembar saya sudah meninggalkan kamu dengan cara yang seperti yang pernah ia ceritakan....""Memangnya apa yang sudah saya ceritakan sama kamu?" pancing Atta."Dia bercerita jika kamu pria yang payah, dan untuk itulah dia meninggalkan kamu. Saya memang pernah bertanya kenapa Sheila tahu jika kamu pria yang payah, sedangkan kalian kan masih pacaran, belum menikah. Tapi Sheila tidak menceritakan secara detail. Apa mungkin kalian pernah akan melakukan...." Perempuan itu tampak ragu untuk meneruskan ucapannya, karena masalahnya ini perkara sensitif yang menyangkut privasi orang lain."Memang benar apa yang ia
Bab 188"Ya udah, sekarang kita pulang ke hotel." Pria itu membungkuk, meraih putrinya, lalu menggendongnya. Sementara Maya mengumpulkan mainan dan memasukkan ke dalam tas besar yang selalu ia bawa saat bepergian dengan anak asuhnya.Maya mengekor langkah lebar Atta meninggalkan ruangan itu. Sebelumnya Atta meminta kepada seorang pelayan untuk membungkus semua makanan yang belum sempat ia makan, karena ia dan Maya akan makan siang di hotel saja. Tidak ada waktu untuk makan siang di sini, karena satu jam lagi dia dan Aruni harus menghadiri rapat dengan para pemegang saham.Kegiatan Atta sebenarnya hari ini cukup padat, hanya saja urusan Sheila mengganggu pikirannya, jadi ia memutuskan untuk meminta bertemu dengan Abi."Maaf Pak, ada kiriman makan siang dari Mbak Sheila," beritahu petugas di bagian resepsionis hotel saat mereka akan melintas dekat meja resepsionis."Oh, ya? Mana?" tanya pria itu dengan nadanya yang datar, meski sebenarnya kembali terkejut. Tumben Sheila perhatian. Dulu
Bab 187"Kamu tahu kenapa saya minta kita bertemu di sini?!" Atta mengeluarkan beberapa foto dari dalam tasnya."Tolong kamu jelaskan kenapa bisa jadi informasi dari kamu dan kenyataan yang saya temui berbeda? Saya menemui Sheila langsung di rumahnya, bukan di apartemen seperti yang kamu informasikan, Abi. Juga tidak ada sosok lelaki yang kamu sebutkan di rumah itu. Saya bahkan sampai berpura-pura ke toilet, hanya untuk melihat-lihat keadaan rumah itu, dan saya nggak menemukan jejak seorang lelaki di sana," imbuhnya tegas. Atta bisa mengontrol emosi dengan sangat baik, walaupun rasanya ia ingin memarahi Abi, karena menganggap Abi sudah memberi informasi yang salah kepadanya."Saya nggak bohong, Mas." Pria muda itu menatap Atta sekilas, sebelum akhirnya mencermati foto-foto itu. "Saya bekerja sangat profesional dan semua informasi saya pastikan akurat. Jika Mas Atta menemui kenyataan di lapangan yang berbeda, pasti akan ada benang merahnya," ujar Abi. Nada bicaranya terdengar penuh k
Bab 186Pria itu menyeringai. Dugaannya benar. Ternyata ada udang di balik bakwan. Sheila jelas memiliki motivasi tertentu saat ingin mendekatinya. Pertemuan di restoran itu ternyata memang tidak disengaja, bukan settingan. Mereka bertemu tanpa sengaja.Pertemuan yang bagi Atta merupakan kesialan, karena pria itu sudah menghapus perempuan itu dari dalam otaknya.Menurut Abi, Sheila memang tengah butuh uang yang banyak. Sheila tinggal di sebuah apartemen dengan seorang laki-laki. Mereka tidak memiliki kejelasan status dan omongan Sheila yang mengatakan tengah bekerja di sebuah perusahaan itu sama sekali tidak benar. Sheila pengangguran, dan hanya sesekali menerima jasa sebagai LC atau lady escort."Kamu nggak pernah berubah, Sel. Dan ternyata benar, dulu aku memang mencintai wanita yang salah. Bodohnya Aku!" Atta menertawakan dirinya sendiri dan juga kakaknya yang malah jatuh cinta kepada wanita yang salah. Namun untungnya Aariz sudah menikah dengan Alifa dan meninggalkan Winda, semen
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments