Share

Bab 59

Penulis: Bemine
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-28 11:50:54

“Kamu benar-benar memalukan. Apa kamu tidak lihat ada berapa banyak orang di sana? Tega kamu nodai aku dengan kata-kata kotormu itu.”

Bang Fahri terperangah. Wajahnya seperti orang bodoh saat ini. Sepertinya tebakanku benar bahwa dia mengira kalau aku tiba setelah dirinya. Sungguh, sebuah pemikiran yang bodoh.

“Maksudmu apa?” Ninik bertanya. Suaranya yang lantang berubah pelan.

“Apalagi? Bang Fahri suka goyanganmu di ranjang.” Aku mengatakannya dengan lantang.

Aku bahkan tidak peduli dengan Salma yang masih di bawah umur, atau ibu mertua yang jauh lebih tua dibanding kami semua. Biar mereka tahu bagaimana kelakuan asli dari pria itu di luar sana.

Tatapan mata ibu mertua berpindah-pindah, tidak tentu arah, bahkan beliau mencoba menutup mulutnya dengan tangan. Sedangkan Ninik sudah seperti buah tomat wajahnya.

“Apa kamu senang setelah tahu? Kamu bangga kan karena dipuji begitu?“ ledekku lagi yang membuat Ninik semakin terpuruk.

Baru saja hendak bicara, Bang Fahri menarik tanganku.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
S.T
bang zul aja yang pura2 jadi pemilik rumah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 66

    “Ini, Ris. Sudah selesai semua. Abang sudah bereskan, tinggal kamu lengkapi datanya untuk dibuat sertifikat hak milik,” jelas Bang Zul setelah aku duduk di sisinya.Sesaat, aku terdiam. Bang Zul memberiku beberapa berkas penting terkait peternakan incaran itu. Semuanya tersusun rapi di dalam sebuah amplop cokelat.Aku membukanya, melihat satu demi satu lembaran yang ada di amplop oitu.“Sudah dibeli?“ tanyaku bingung.Ada selembar kwitansi dengan nilai fantastis tertera di atasnya. Diselesaikan kemarin dan sudah dilunasi.“Sudah, kamu mau ke peternakan milikmu?“ Bang Zul bertanya. “Kita bisa bertemu dengan pemilik sebelumnya saat sore.”Bibirnya melengkung, senyum tipis membuat wajahnya tampak ramah dan bersahaja. Biasanya Bang Zul serius, dingin dan tegas.“Sudah? Mana mungkin, aku belum bayar. Dan ini jumlahnya, aku tidak punya uang sebanyak ini, Bang.“Bang Zul tersenyum lagi. Dia mengambil berkas-berkas dari tanganku, lalu disimpan di dashboard.“Sudah dibayar, pabrik jadi pemodal

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 65

    Aku berdiri di belakang keduanya saat Ninik merengek uang belanja pada Bang Fahri, lalu menyunggingkan senyum. Ternyata aku tidak perlu bersusah payah mencari cara untuk membalas mereka. Pembalasan itu datang dengan sendirinya, membuat mereka kembali adu mulut dan pecah kongsi.“Maksud kamu apa, Bang? Kenapa kamu nyuruh aku pakai uangku sendiri? Aku sudah ngalah sama Ibumu, ATM yang kamu kasih juga dipegang Ibu. Sekarang aku bahkan enggak bisa minta duit sama kamu?”“Kamu selalu dapat kiriman uang dari mantan suamimu, pakai itu saja.” Bang Fahri berbicara sembari menikmati sarapan yang dibuatkan oleh Ninik.“Tidak ada, sudah habis, Bang. Semua uang itu kupakai buat kamu dan keluargamu,” balas Ninik. “Apa kamu lupa uang siapa yang kamu pakai beli baju di mall? Uang yang kamu pakai beli ayam utuh, beli jajan, beli makan malam?”Bukannya peduli, Bang Fahri malah tetap santai. “Minta lagi, biasa juga begitu, kan?”“Minta lagi? Mana mungkin, Bang. Aku dapat uang kiriman karena merawat anak

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 64

    “Tidak ada yang mau kubahas, Nik. Tapi jika ingin melanjutkannya, lakukan di kamar. Itu hak kalian untuk bersenang-senang, tapi aku mohon bersikaplah seperti layaknya manusia. Di sini bukan hanya kalian yang tinggal, ada aku si pemilik rumah!” balasku dingin.Aku mencoba mengalihkan pandangan dari keduanya. Hati ini bak berdarah, sakitnya luar biasa. Entah soal Bang Fahri, mungkin dia terbawa suasana karena berduaan dengan Ninik, tapi perempuan ini jelas-jelas sedang menunjukkan posisinya untuk Bang Fahri. Dia ingin mengumbar perihal Bang Fahri yang menyukai pelayanannya dibanding aku.“Ris, kamu jujur saja. Kamu itu sebenarnya iri, kesal dan sakit hati, kan? Bang Fahri menjadikanmu pelengkap sedangkan aku pemeran utamanya. Bang Fahri tidak lagi datang padamu semenjak ada aku,” ujarnya seraya menunjuk diri sendiri.Di belakangnya, ada Bang Fahri yang masih berusaha menaikkan resleting. Sepertinya, mereka berdua begitu bergairah sampai tidak kenal tempat lagi.“Ya, anggaplah begitu. Se

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 63

    Seolah terhipnotis, aku menuruti Bang Zul tanpa pertimbangan lagi. Aku turun dari mobil, mengekorinya begitu cepat. Saat menjauh dari mobil, Bang Zul langsung menyerahkan bungkus jajanan itu padaku.“Makasih?!” seruku riang. Bahkan aku hampir teriak, berjingkrak seperti anak-anak. Ini kali pertama merasakan jajanan lagi, Bang Fahri tidak mengizinkanku menikmati ini semua, apa lagi kalau dibeli pakai uangnya.Sebuah tindakan sederhana dari Bang Zul membuatku melayang ke angkasa. Aku menikmati jajanan, duduk di bebatuan, membiarkan kakiku terendam air yang beriak kencang, lalu menatap air terjun, pepohonan, dan orang-orang.Di sini, di tempat ini, tidak ada yang berwajah sedih. Mereka semua tersenyum lebar, bahkan bercanda dan tertawa.Untuk sesaat, aku bisa bernapas lega. Dan orang yang membawaku ke titik ini bukanlah Bang Fahri, melainkan Bang Zul, pria dari masa kecilku.Kejadian menakutkan siang tadi membuatku berakhir di tempat seindah ini, tiba-tiba saja rasa syukurku mengudara le

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 62

    Aku sibuk memilin jari di pangkuan, menggeser menu di gawai, bahkan melempar pandangan ke luar jendela. Bukan karena jalanan yang kami lewati sempit dan jelek, atau pepohonan serta jurang tinggi di tepiannya yang mengerikan, melainkan jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore, artinya kami sudah telat hampir tiga jam.Meski sudah berkendara selama tiga puluh menit, belum terlihat tanda-tanda perkampungan atau peternakan yang kami tuju. Semuanya masih berupa hutan kosong di kiri dan kanan, hanya ada beberapa rumah, serta warung-warung kecil di pinggiran.“Jangan gelisah, kamu membuatku tidak fokus,” tegur Bang Zul yang mungkin menangkap perasaanku lewat ekor matanya.Meski sudah diberi tahu kalau pria itu baik hati, aku tetap tidak bisa berhenti khawatir. Melewati batas waktu, berarti aku tidak cukup disiplin untuk mengelola sebuah peternakan. Aku juga tidak menghargai waktu orang lain karena membiarkan mereka menunggu sampai berjam-jam lamanya.“Apa bisa telefon dulu, Bang? Mungkin k

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 61

    Bab 61Aku duduk lebih dari satu jam di sebuah warung makan yang ramai. Di sini, aku tidak hanya beristirahat, tapi juga menenangkan diri, sekaligus mengisi perut.Bang Zul bilang, dia akan datang menjemput dari warung tempat kami janjian. Dia memberi perintah sederhana; aku tidak boleh naik ojek lainnya untuk kembali, apalagi taksi. Jadinya, aku berakhir di sini.“Enggak mau tambah, Neng?” Pemilik warung bertanya sebab piringku sudah kosong sejak tadi.Aku hanya duduk sendirian di sana untuk waktu yang lama. Tidak berbicara, tidak juga makan lagi.“A-apa aku harus pindah, Bu?” tanyaku. Khawatir jika kehadiranku di sini malah membuatnya merugi. Mungkin meja yang kuisi bisa ditempati oleh orang lain, bukan hanya aku sendiri untuk waktu yang cukup lama.“Bukan, Neng. Eneng cuma duduk diam, seperti menunggu seseorang. Makan juga sedikit sekali,” ujarnya. “Tubuh Neng kurus gini, makan yang banyak biar gemuk, Neng.”Perempuan tambun itu menatapku, dia menyeka tangannya yang berminyak karen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status