Home / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 25. Permainan Dimulai

Share

Bab 25. Permainan Dimulai

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2025-06-05 22:07:44
"Apa maksudmu, Al?" Arhan menatap Alma dengan sorot tak percaya. Matanya menyipit, seperti mencoba memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

"Mas yang dulu kasih izin Nadine tinggal sama kita, kan? Jadi ..., sepertinya lebih baik Mas yang minta dia pindah," jawab Alma tenang. Tidak ada kemarahan dalam nada suaranya. Ketenangannya justru membuat Arhan kian gelisah.

"Tapi ... Nadine itu kan adikmu, Alma. Kenapa kamu tiba-tiba minta dia pindah? Kamu nggak kasihan? Tinggal dimana dia nanti?"

Alma meneguk air putih di depannya. Gerakannya tetap elegan meski dalam suasana penuh ketegangan. Ia menatap suaminya, lalu berkata pelan, " Nadine sudan dewasa, Mas. Dia bisa cari tempat tinggal sendiri. Lagipula ... aku cuma merasa ..., sekarang aku juga ingin dekat sama Mas. Seperti Nadine yang tiap hari bisa ngobrol dan bercanda dengan Mas di rumah sakit. Karena itulah aku memutuskan untuk praktek di Rumah Sakit Annisa."

Arhan mengerutkan dahi. Di satu sisi, hatinya terasa hangat karena Alma
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pelakor itu Adikku   Bab 30. Warisan .

    Apa jangan-jangan ... Kak Alma beli mobil dari harta warisan bapakku yang di kampung?" Suara Nadine meninggi, mencuri perhatian beberapa orang yang lewat di depan ruang praktek.Arhan menoleh, menatap Nadine dengan alis berkerut. Lalu bertanya pelan. "Harta warisan yang mana?""Rumah dan sawah bapakku di kampung itu loh, Mas. Yang dulu ibu pernah bilang sebelum meninggal! Mas lupa? Semua peninggalan bapak itu kan masih atas nama bapak! Jangan-jangan itu yang dijual Kak Alma buat beli mobil!"Arhan terdiam. Rumah dan sawah itu memang tak pernah dibahas lagi setelah ibu Nadine meninggal. Selama ini, surat-suratnya memang Alma yang simpan. Nadine tidak pernah menunjukkan ketertarikan, bahkan saat diajak pulang kampung untuk mengurus warisan bapaknya itu. ia selalu menolak dengan alasan sibuk.“Selama ini kamu juga nggak peduli sama warisan itu, kan,” gumam Arhan akhirnya.Nadine bersungut. “Ya aku pikir kita udah cukup, Mas! Tiap bulan Mas kasih aku uang lebih dari cukup. Aku kira semua

  • Pelakor itu Adikku   Bab 29. Rumah sakit gempar

    Deru mesin mobil berhenti perlahan di area parkir khusus dokter. Logo elegan di bagian depan kap mobil langsung menjadi perhatian. Bahkan sebelum Alma membuka pintu dan melangkah keluar, beberapa karyawan dan dokter yang kebetulan melintas sudah berhenti untuk menoleh."Astaga, itu mobil siapa?" bisik salah satu perawat pada temannya."Mobil baru kayaknya. Mewah banget," sahut temannya dengan mata berbinar.Alma keluar dari mobil barunya dengan langkah ringan. Tasnya tergantung santai di lengan, dan kacamata hitamnya menambah kesan elegan. Beberapa perawat yang lewat sempat melirik ke arah mobil tersebut, bahkan berbisik-bisik penuh kagum."Itu … dokter Alma, kan?" ujar seorang dokter muda yang tengah berjalan melewati lorong dekat area parkir.“Iya, Dokter Alma makin keren aja sekarang, ya?” timpal yang lain.“Iya, gila itu mobil barunya mewah banget. Harganya nggak main-main loh!”Alma pura-pura tidak mendengar. Tapi senyum kecilnya menyiratkan kepuasan. Bukan karena pujian mereka,

  • Pelakor itu Adikku   Bab 28. Mobil Baru

    "Mas, aku nggak mau naik taksi terus pulang pergi. Capek banget, tahu!” rengek Nadine sambil melipat tangannya di depan dada. Wajahnya ditekuk, duduk di sofa ruang kerja Arhan. Arhan sedang membuka file laporan pasien di laptopnya, tapi jelas pikirannya tak sepenuhnya ada di sana. Sejak pagi, emosinya masih naik turun. Terutama sejak kemarin ia tidak melihat mobilnya di rumah. Alma sepertinya tidak memberinya kesempatan untuk bertanya. Istrinya itu pulang larut malam dan berangkat pagi sebelum ia terjaga. “Kalau Mas sayang aku, minta dong mobilnya balik dari Kak Alma,” suara Nadine mengganggu lamunannya lagi. Arhan menutup laptop dengan kasar. “Mobil itu punya Alma, Din. Bukan punya aku. Dia beli sendiri.” Nadine mengerucutkan bibir. “Tapi kan dia istri Mas. Harusnya dia nurut. Kalau Mas minta, harusnya dia kasih. Emangnya dia lupa kalau posisi dia itu istri?” Arhan menatap Nadine dengan tatapan lelah. “Udahlah, Nadine. Jangan bikin ribut. Aku udah cukup pusing.” Arhan memijit ke

  • Pelakor itu Adikku   Bab 27. Kejutan di pagi hari

    Pagi-pagi sekali, Alma sudah berdiri di depan cermin, membenarkan kerah blouse-nya yang rapi. Hari ini, ia memilih warna netral, putih tulang dan celana bahan abu-abu. Simbol dari ketenangan yang mulai ia bangun di atas luka yang di miliki. Tanpa suara, Alma menyisir rambutnya dan menatanya perlahan. Di meja rias, berdiri sebotol parfum kecil pemberian Felix beberapa tahun lalu. Dulu tak pernah ia pakai. Tapi hari ini, ia semprotkan sedikit ke pergelangan tangannya. Ada senyum tak sengaja terukir di bibirnya. Aroma khas masa lalu kembali tercium. Begitu semuanya rapi, ia melirik sekilas ke jam dinding. Pukul 06.00 tepat. Ia mengambil kunci mobil dari atas meja kecil dekat pintu, lalu membuka pintu perlahan agar tidak membangunkan siapa pun. Tapi sebelum melangkah keluar, langkahnya sempat terhenti di depan pintu ruang kerja Arhan. Lampu ruangan masih menyala redup. Alma mendekat tanpa suara, lalu mengintip sedikit dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Mereka benar-benar cerob

  • Pelakor itu Adikku   Bab 26. Email mengejutkan

    Arhan menyalakan laptop dengan gerakan terburu-buru, jari-jarinya sedikit gemetar saat mengetik kata sandi. Suasana rumah yang sunyi malah membuat suara klik mouse terdengar jelas, menambah ketegangan di dada. Mata Arhan terpaku pada layar yang menyala. Barusan saja ia membuka email dari bagian HRD rumah sakit yang berisi daftar resmi calon kepala departemen bedah saraf. Matanya langsung tertuju pada bagian lampiran. Ia membuka dokumen P*F dengan nama file : Calon Kepala Departemen Bedah Saraf. Dan di sana, selain ada namanya, juga tertulis jelas nama dr. Alma Azzahra, Sp.BS, Direkomendasikan langsung oleh Prof. Mahendra dan dr. Felix. Arhan mematung. “Apa-apaan ini?!” gumamnya lirih tapi tajam. “Baru juga kerja, udah langsung ditunjuk jadi calon kepala bagian?” Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja tanpa arah. Hatinya tak karuan. Bukannya merasa bangga, Arhan malah merasa tertampar. Ia yang sudah bertahun-tahun bekerja di sana, bahkan lebih senior dari Alma, malah disejajarkan, bah

  • Pelakor itu Adikku   Bab 25. Permainan Dimulai

    "Apa maksudmu, Al?" Arhan menatap Alma dengan sorot tak percaya. Matanya menyipit, seperti mencoba memastikan bahwa ia tidak salah dengar. "Mas yang dulu kasih izin Nadine tinggal sama kita, kan? Jadi ..., sepertinya lebih baik Mas yang minta dia pindah," jawab Alma tenang. Tidak ada kemarahan dalam nada suaranya. Ketenangannya justru membuat Arhan kian gelisah. "Tapi ... Nadine itu kan adikmu, Alma. Kenapa kamu tiba-tiba minta dia pindah? Kamu nggak kasihan? Tinggal dimana dia nanti?" Alma meneguk air putih di depannya. Gerakannya tetap elegan meski dalam suasana penuh ketegangan. Ia menatap suaminya, lalu berkata pelan, " Nadine sudan dewasa, Mas. Dia bisa cari tempat tinggal sendiri. Lagipula ... aku cuma merasa ..., sekarang aku juga ingin dekat sama Mas. Seperti Nadine yang tiap hari bisa ngobrol dan bercanda dengan Mas di rumah sakit. Karena itulah aku memutuskan untuk praktek di Rumah Sakit Annisa." Arhan mengerutkan dahi. Di satu sisi, hatinya terasa hangat karena Alma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status