”Hei! Segeralah keluar dari dalam sana. Aku juga ingin mandi” Hanna menggedor-gedor pintu kamar mandi dengan keras.
Hanna ingin segera membersihkan badannya. Kulitnya terasa lengket dan juga gerah. Namun Will belum juga keluar dari dalam. Hanna semakin mempercepat ketukannya dan berbicara dengan nada yang keras.
”Will Greyson!”
Sedetik kemudian Will keluar sambil mengelap rambutnya dengan handuk. Will berusaha untuk tetap menjaga matanya agar tidak melirik Hanna. Will takut tidak bisa mengendalikan dirinya.
Hanna memicingkan matanya saat melihat tingkah Will yang tidak biasa. Selama ini Will selalu melihatnya dengan wajah angkuhnya, tetapi sekarang pria itu menghindarinya. Dalam kepalanya itu, Hanna sedang menebak-nebak apa yang terjadi. Apa k
Hanna hanya diam, ia tidak menyahut Will. Kali ini Hanna tidak ingin memukul pria itu, ia biarkan Will sejenak merangkulnya. Walau jantungnya berdegup kencang, Hanna tak ingin mendorong Will. Seperti ada kontak batin, Hanna seakan mengerti dan dapat merasakan penderitaan Will. ”Terima kasih,” Will melepas rangkulannya, ia mengalihkan pandangannya ke sisi lain. ”Untuk apa?” ”Sudah membantuku lari dari keramaian tadi,” Will berjalan ke tempat mobilnya parkir. Hanna mengikuti Will dan menimpali, ”ternyata kau bisa juga berterima kasih alih-alih bersikap angkuh seperti biasanya.” Hanna tidak menyangka kalau Will memiliki suara dan tatapan yang mengasihani seperti ini. Awalnya, Hanna berpikir kalau kesombongan Will sud
Will Greyson tak berkutik. Dia memang mencintai gadis itu, namun untuk menyatakan perasaannya itu tidak mungkin. Membayangkannya saja Will sudah mual. Ia masih takut mengalami hal buruk seperti yang ibunya lakukan dulu.Lalu Will tersenyum tipis dan menyahut dengan datar kepada Kimberley. Will berbicara dengan pikirannya sendiri, meyakinkan dirinya bahwa Kimberley akan mengerti keadaannya.”Kim, kau adalah orang yang istimewa di hatiku. Apakah itu tidak cukup untukmu?”Kimberley tidak puas dengan jawaban Will. Ia merasa Will sedang mengolok-olok dirinya. Dengan nada kesal Kimberley menyahut Will.”Apa maksudmu? Kau berharap dengan mengatakan itu, aku akan bahagia? Will, kau tahu jelas bukan itu yang aku inginkan. Apakah sulit mengatakannya?”
”Aakkhh…!” pekik Hanna sembari meletakkan tangan kanannya di depan dada dan yang lain menutupi miliknya dengan telapak tangan, ”Will, jangan mendekat! Putar balik, cepat!”Namun Will tak menggubris teriakan Hanna. Ia terus berjalan mendekati Hanna dengan sempoyongan. Wajahnya sudah memerah seperti tomat dan sorot matanya berbinar seperti kucing yang melihat ikan. Hanna perlahan mundur, tetapi ia tidak bisa mundur lebih jauh lagi sebab jacuzzi tepat dibelakangnya.”Kau ingin menggodaku dengan tubuhmu, ya? Selamat kau berhasil,” Will mengendus kulit pipi Hanna.Hanna menjauhkan wajahnya dari Will. Saat ini ia sudah sangat merah dan wajahnya terasa panas karena menahan malu. Hanna tahu, jika ia tidak menghindar sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi. Setidaknya Will mengi
”Kim,” ucap Will terbata, air mukanya sudah pucat.Reaksi Will seakan tengah kepergok sedang selingkuh. Sementara Kimberley wajahnya sudah merah padam menahan amarah yang hendak meledak. Kimberley sengaja datang ke rumah Will karena rasa penasarannya terhadap Hanna. Sebab, sejak ia meninggalkan Will di kafe tadi, pikiran dan hati Kimberley tidak tenang. Walaupun ia bersikap penuh tekad, namun hatinya berharap Will memanggilnya saat itu. Tadinya Kimberley akan mencoba untuk mengerti kondisi Will dan memberinya kesempatan. Namun, apa yang ia lihat tadi sangat mengguncang hatinya. Ia tidak pernah mengira Will akan berbuat hal senonoh seperti tadi.Kimberley berbalik dan meninggalkan Will dan Hanna dengan perasaan yang tak karuan. Will segera bangkit dan mengejar Kimberley dengan selimut yang menutupi bagian bawahnya.
”Tidak, pulang lah ke rumah suamimu.””Ibu sangat kejam, aku tidak mau bertemu lagi dengan pria brengsek itu.”Tidak ada jawaban. Hening. Nyonya Mery mengintip dari balik gorden jendela, ia tersenyum puas. Nyonya Mery berharap agar Hanna menyerah dan kembali ke rumah Will.”Gadis ini, baru saja menikah dan sudah kabur dari rumah suaminya. Tidak akan kubiarkan itu terjadi,” Nyonya Mery bergumam dalam hati sambil cekikikan.Sudah sejam Hanna menunggu di teras rumah, ia menyerah. Dengan berat hati Hanna menarik kopernya dan beranjak pergi dari teras rumah. Sepanjang jalanan Hanna bingung harus pergi kemana, temannya sudah menikah semua. Hanna tidak mau menggangu kehidupan mereka dengan kehadirannya.
”Aku meragukan itu, seriusly,” sanggah Will.Hanna mengerucutkan bibirnya dan menatap Will dengan sinis. Pria ini sangat menjengkelkan, batin Hanna. Tak ingin menghabiskan tenaganya berdebat dengan Will, Hanna segera masuk ke dalam mobil. Sedangkan Will mengernyitkan dahi, ia tampak heran dengan sikap Hanna. Aneh, biasanya ia sangat berisik.Dan Will mengemudikan mobilnya menuju jalan pulang. Selama di perjalanan, Hanna hanya diam saja. Will mencuri-curi pandang dengan Hanna. Ia merasa canggung tidak terbiasa dengan diamnya Hanna, lalu Will membuka percakapan.”Hmm, kau sudah makan?”Hanna melirik dan kemudian membuang mukanya keluar jendela, tetap tidak bersuara.”Kau tahu, mengenai siang tadi— aku t
”Aku tidak mau. Kau bukan bocah yang harus ditemani saat tidur,” tolak Hanna.”Apa kau lupa dengan statusmu? Aku tidak akan melakukan apapun. Hanya saja aku takut bermimpi buruk lagi.”Hanna menggelengkan kepalanya, ”No way!””Kita suami istri,tidak ada salahnya tidur seranjang. Kau tidak bisa mengelak, Hanna.””Ya, aku akui itu, tapi pernikahan ini untuk satu tahun saja.””Walaupun satu tahun, tapi itu tidak membatasi hubungan suami dan istri. Jangan lupakan tugasmu. Bukankah sudah kukatakan aku butuh itu semua untuk—””Ya, sudah terserah kau saja,” tukas Hanna sembari melangkah ke dalam kamar, kemudian m
”ya, setidaknya dia wanita yang tahu tata krama.”'Si sok hebat ini benar-benar membuatku kesal. Tata krama katanya? Haruskah aku memukulkannya?' gerutu Hanna.Hanna sangat kesal dengan Will, itu sama saja mengatakan dirinya tidak tahu etika makan yang benar. Lalu ia menatap tajam Will sambil mengatupkan bibirnya menahan rasa jengkelnya. Dan Will membalas Hanna dengan sebuah senyuman yang licik. Seperti ada tegangan aliran listrik yang tinggi dari tatapan keduanya, sangat mengerikan.”Udara di sini sangat gerah,” Hanna mengibaskan tangannya di depan wajah.Sejurus kemudian Hanna pergi ke luar meninggalkan Will yang sedang membayar bill. Dalam semenit Will sudah menyusul Hanna.”Ayo, pulang