Share

Wira yang Penasaran

Part 2: Misteri jalan pulang Aiza.

* * *

Genk 3 MATa_ begitulah rekan seangkatan mereka, menyebut tiga serangkai ini jika sedang bersama. Sekarang Wira dan Taklif berencana mengikuti Aiza, menuju kosannya yang baru.

Padahal 3 MATa_ ini terkenal karena, kebiasaan mereka terlambat masuk kuliah di angkatan pertama. Namun di tahun kedua ini, Aiza justru rajin datang tepat waktu. Si mata sayu itu bilang, bahwa ia tidak pindah kosan. Tapi terakhir kali ketika mengobrol Aiza bilang, hanya butuh waktu 15 menit jika memotong jalan.

"Lu beneran gak bohong kan?" Tanya Wira meyakinkan diri, sembari mereka jalan ke kosan Aiza. Untung saja sepanjang jalan setapak kampus rindang, dengan pepohonan yang meneduhkan kepala mereka.

"Ngapain juga aku bohong."

"Si Wira kemenyan ini marah, gegara kamu gak bareng telat sama kita lagi." Timpal Taklif yang malah kena geplak Wira. "Tapi iya kan? Kamu kan marah dari tadi gegara nilai ujian mu jeblok." Tambah Taklif yang makin membuat mata Wira melotot kesal.

"Ya udah ayo aku tunjukkan," Aiza menanggapi dengan langkah kakinya sekarang berbelok ke arah kanan, sontak kedua orang yang mengikutinya berhenti mendadak. Tatapan Aiza bertanya, kenapa keduanya malah berhenti.

Suara gagak tiba-tiba terdengar dari, salah satu pepohonan di sebelah kanan. Itu lokasi pemakaman umum yang sepi, dan Taklif pernah dengar tak ada yang berani melewati jalan setapak ini karena takut sial. (Mungkin juga hanya Taklif yang berpikir begitu). Pemuda itu menggelengkan kepala, menolak melanjutkan perjalanan, sementara Wira berpendapat lebih rasional takut ada begal--katanya.

Aiza tak bereaksi dengan ucapan mereka, ia malah mengeluarkan sebungkus roti seperti biasa. Seekor gagak tiba-tiba datang, sosoknya yang hitam legam dengan mata kelereng hitam mengkilap. Menatap mereka bertiga bergantian ketika Aiza, menunjukkan roti yang telah dibuka fokusnya tertuju pada Aiza.

Keduanya seperti saling berkata melalui telepati, hanya mata hitam dan hiris coklat gelap yang saling terhubung. Beberapa detik si gagak mengambil umpan, lalu pergi mengepakkan sayap ke bagian lain dari pemakaman.

"Ayo pergi." Ujar Aiza sambil melangkah maju, sementara Wira dan Taklif masih tercenung. Menyadari reaksi kedua sobatnya, Aiza berkata: "Mereka mengijinkan, kalian mau datang atau gak?"

"Kemana!?" Tanya Taklif dengan ekspresi wajah histeris.

"Kosan ku. Bukannya... kalian yang minta? Hah... Kalau tidak ma--"

"IKUT!" Wira berteriak refleks, "i-ikut. Gua ikut. A-ayo buruan Tak!" Wira menarik tangan Taklif, pemuda itu misuh-misuh tapi terpaksa ikut juga.

Taklif merinding melihat kelakuan pemuda jangkung di arah depannya. Aura dari tubuh Aiza tiba-tiba saja berubah, sorot mata dan pandangannya juga berbeda. Ada sesuatu padanya yang membuat Taklif, banyak membaca doa sepanjang jalan. Sementara Wira pasti juga merasakan hal yang sama, dari tadi lengan baju Taklif tak juga dilepasnya.

"Wir..." Panggil Taklif, yang dipanggil malah berwajah pucat. "Wira!" Panggil Taklif kesal, tapi si gondrong akhirnya menoleh juga. "Lepas sia teh, ah! Baju aing bisi melar!" Gerutu Taklif kalau sedang gak santuy. Wira malah cengengesan menanggapinya, di mata dan pikirannya saat ini justru hanya Aiza.

* * *

Mereka bertiga telah sampai di kosan Aiza, kamar berukuran 4 x 4 yang cukup nyaman menurut kantong anak kost. Karena kamar mandi berada di dalam, tempat tidur di lantai dengan seprai berwarna abu-abu senada dengan bantal dan guling. Lemari pendek, Teve LCD, dispenser, dapur kecil di samping kamar mandi, ventilasi dari jendela yang terbuka, suasana yang cukup tenang, bersih dan nyaman. Bahkan cenderung sederhana pikir Wira, tak ada yang spesial dengan sobatnya ini. Tapi entah apa yang selalu mengganjal hati Wira sejak tadi.

"Kalian kalau mau apa-apa ambil sendiri, aku bukan orang tajir. Kalau mau barang mahal beli sendiri." Ujar Aiza sambil mengeluarkan PS4 dari dalam lemari.

"Wihh, masih sempet-sempetnya lu main PS?" Wira mengambil Joy stick, niat hati ikut main.

"Lah! Kamu gak belajar Wir?" Taklif malah sudah membuka modul lanjutan, hasil pinjam kiri-kanan Kaka tingkat.

"Gak lah, refreshing dulu ah. Daripada gua modar gegara stres berkelanjutan, hehe." 

"Serah." Taklif menjawab malas, pemuda itu tidak belajar juga dari kesalahannya di semester kemarin. Nanti kalau sudah keteteran lagi, "nanti kalau kau keteteran la--"

"Gua nginep di kosan Aiza, nyantai. Mumpung ada PS hahaha!" Kalimat Taklif yang di potong dan jawaban Wira, menghasilkan geplakan buku modul di kepala pemuda itu. Gemas betul pikir si kacamata.

Aiza tersenyum simpul, kosannya terasa menyenangkan. Mungkin, dia harus sering-sering mengajak teman-temannya ke kosan. Tapi mata pemuda itu sekarang teralihkan, ke jendela kamarnya yang terbuka. Ia kaget dan berdiri, menerjang ke pintu kamar dan membukanya. Membuat Taklif dan Wira melongo, sementara Aiza berdiri kaku di daun pintu.

"Kenapa Za?" Tanya Wira menghampiri, lalu menengok keluar ke kiri dan kanan. "Apa yang lu cari?" Sambil menepuk pundak Aiza yang masih terlihat bengong.

"Hah! Ah... Aku kira tadi ada tetangga kosan yang dikenal, tapi keburu pergi jadi gak jadi. Udahlah nanti aja, yuk masuk mau main apa?" Aiza menggiring Wira masuk, tapi pemuda itu masih tidak percaya. Sekali lagi ia memeriksa, namun lingkungan kosan sepi. Begitu masuk kembali Wira terkejut, Joy sticknya sudah dipegang Taklif dan perang pun kembali berkecamuk.[]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status