Home / Horor / Kau yang Diantaranya / Wira yang Penasaran

Share

Wira yang Penasaran

Author: Su Ian Utra
last update Last Updated: 2021-08-18 10:04:09

Part 2: Misteri jalan pulang Aiza.

* * *

Genk 3 MATa_ begitulah rekan seangkatan mereka, menyebut tiga serangkai ini jika sedang bersama. Sekarang Wira dan Taklif berencana mengikuti Aiza, menuju kosannya yang baru.

Padahal 3 MATa_ ini terkenal karena, kebiasaan mereka terlambat masuk kuliah di angkatan pertama. Namun di tahun kedua ini, Aiza justru rajin datang tepat waktu. Si mata sayu itu bilang, bahwa ia tidak pindah kosan. Tapi terakhir kali ketika mengobrol Aiza bilang, hanya butuh waktu 15 menit jika memotong jalan.

"Lu beneran gak bohong kan?" Tanya Wira meyakinkan diri, sembari mereka jalan ke kosan Aiza. Untung saja sepanjang jalan setapak kampus rindang, dengan pepohonan yang meneduhkan kepala mereka.

"Ngapain juga aku bohong."

"Si Wira kemenyan ini marah, gegara kamu gak bareng telat sama kita lagi." Timpal Taklif yang malah kena geplak Wira. "Tapi iya kan? Kamu kan marah dari tadi gegara nilai ujian mu jeblok." Tambah Taklif yang makin membuat mata Wira melotot kesal.

"Ya udah ayo aku tunjukkan," Aiza menanggapi dengan langkah kakinya sekarang berbelok ke arah kanan, sontak kedua orang yang mengikutinya berhenti mendadak. Tatapan Aiza bertanya, kenapa keduanya malah berhenti.

Suara gagak tiba-tiba terdengar dari, salah satu pepohonan di sebelah kanan. Itu lokasi pemakaman umum yang sepi, dan Taklif pernah dengar tak ada yang berani melewati jalan setapak ini karena takut sial. (Mungkin juga hanya Taklif yang berpikir begitu). Pemuda itu menggelengkan kepala, menolak melanjutkan perjalanan, sementara Wira berpendapat lebih rasional takut ada begal--katanya.

Aiza tak bereaksi dengan ucapan mereka, ia malah mengeluarkan sebungkus roti seperti biasa. Seekor gagak tiba-tiba datang, sosoknya yang hitam legam dengan mata kelereng hitam mengkilap. Menatap mereka bertiga bergantian ketika Aiza, menunjukkan roti yang telah dibuka fokusnya tertuju pada Aiza.

Keduanya seperti saling berkata melalui telepati, hanya mata hitam dan hiris coklat gelap yang saling terhubung. Beberapa detik si gagak mengambil umpan, lalu pergi mengepakkan sayap ke bagian lain dari pemakaman.

"Ayo pergi." Ujar Aiza sambil melangkah maju, sementara Wira dan Taklif masih tercenung. Menyadari reaksi kedua sobatnya, Aiza berkata: "Mereka mengijinkan, kalian mau datang atau gak?"

"Kemana!?" Tanya Taklif dengan ekspresi wajah histeris.

"Kosan ku. Bukannya... kalian yang minta? Hah... Kalau tidak ma--"

"IKUT!" Wira berteriak refleks, "i-ikut. Gua ikut. A-ayo buruan Tak!" Wira menarik tangan Taklif, pemuda itu misuh-misuh tapi terpaksa ikut juga.

Taklif merinding melihat kelakuan pemuda jangkung di arah depannya. Aura dari tubuh Aiza tiba-tiba saja berubah, sorot mata dan pandangannya juga berbeda. Ada sesuatu padanya yang membuat Taklif, banyak membaca doa sepanjang jalan. Sementara Wira pasti juga merasakan hal yang sama, dari tadi lengan baju Taklif tak juga dilepasnya.

"Wir..." Panggil Taklif, yang dipanggil malah berwajah pucat. "Wira!" Panggil Taklif kesal, tapi si gondrong akhirnya menoleh juga. "Lepas sia teh, ah! Baju aing bisi melar!" Gerutu Taklif kalau sedang gak santuy. Wira malah cengengesan menanggapinya, di mata dan pikirannya saat ini justru hanya Aiza.

* * *

Mereka bertiga telah sampai di kosan Aiza, kamar berukuran 4 x 4 yang cukup nyaman menurut kantong anak kost. Karena kamar mandi berada di dalam, tempat tidur di lantai dengan seprai berwarna abu-abu senada dengan bantal dan guling. Lemari pendek, Teve LCD, dispenser, dapur kecil di samping kamar mandi, ventilasi dari jendela yang terbuka, suasana yang cukup tenang, bersih dan nyaman. Bahkan cenderung sederhana pikir Wira, tak ada yang spesial dengan sobatnya ini. Tapi entah apa yang selalu mengganjal hati Wira sejak tadi.

"Kalian kalau mau apa-apa ambil sendiri, aku bukan orang tajir. Kalau mau barang mahal beli sendiri." Ujar Aiza sambil mengeluarkan PS4 dari dalam lemari.

"Wihh, masih sempet-sempetnya lu main PS?" Wira mengambil Joy stick, niat hati ikut main.

"Lah! Kamu gak belajar Wir?" Taklif malah sudah membuka modul lanjutan, hasil pinjam kiri-kanan Kaka tingkat.

"Gak lah, refreshing dulu ah. Daripada gua modar gegara stres berkelanjutan, hehe." 

"Serah." Taklif menjawab malas, pemuda itu tidak belajar juga dari kesalahannya di semester kemarin. Nanti kalau sudah keteteran lagi, "nanti kalau kau keteteran la--"

"Gua nginep di kosan Aiza, nyantai. Mumpung ada PS hahaha!" Kalimat Taklif yang di potong dan jawaban Wira, menghasilkan geplakan buku modul di kepala pemuda itu. Gemas betul pikir si kacamata.

Aiza tersenyum simpul, kosannya terasa menyenangkan. Mungkin, dia harus sering-sering mengajak teman-temannya ke kosan. Tapi mata pemuda itu sekarang teralihkan, ke jendela kamarnya yang terbuka. Ia kaget dan berdiri, menerjang ke pintu kamar dan membukanya. Membuat Taklif dan Wira melongo, sementara Aiza berdiri kaku di daun pintu.

"Kenapa Za?" Tanya Wira menghampiri, lalu menengok keluar ke kiri dan kanan. "Apa yang lu cari?" Sambil menepuk pundak Aiza yang masih terlihat bengong.

"Hah! Ah... Aku kira tadi ada tetangga kosan yang dikenal, tapi keburu pergi jadi gak jadi. Udahlah nanti aja, yuk masuk mau main apa?" Aiza menggiring Wira masuk, tapi pemuda itu masih tidak percaya. Sekali lagi ia memeriksa, namun lingkungan kosan sepi. Begitu masuk kembali Wira terkejut, Joy sticknya sudah dipegang Taklif dan perang pun kembali berkecamuk.[]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kau yang Diantaranya   Di Persimpangan Malam

    Tak ada yang tau bagaimana jalan cerita ini. Cerita hidupku, dan masa depanku. Maka dari itu aku butuh seseorang meyakinkan ku. Bahwa semua ini bisa kami jalani bersama. * * * Satu malam sebelum hari pernikahan tiba esok. Naya memilih duduk di kursi santai yang tepat menghadap kolam renang hotel. Tempat di mana acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Mungkin menakutkan ya memang, apa lagi pandangan mata Naya tidak sama seperti yang lainnya. Namun kali ini, dia merasa akan baik-baik saja. Salah satunya karena Aiza duduk di sampingnya. Malam itu langit bertabur bintang, cerah seperti yang mereka inginkan. Kedua kakak beradik ini akan terpisah jarak dan waktu. Tetapi bagi keduanya, tidak ada penyesalan yang harus mereka sesali. Sementara Nayanika menatap bintang, Aiza menunggu apa yang ingin adiknya itu sampaikan. Lelaki jangkung itu sedikit bingung. Untuk apa Naya memanggilnya tiba-tiba. Apa lagi di tempat sepert

  • Kau yang Diantaranya   Bagaimana Aiza?

    Mungkin mata ku tidak akan bisa melihat mereka kembali.Tetapi, aku akan selalu menghormati keberadaan mereka.Mungkin tak dapat dilihat oleh mata, tetapi bisa di mengerti melalui Sang Pencipta.* * *Aku menelepon kakek dan menceritakan perihal mimpi itu. Tentang sosok yang kutemui, taman itu, dan dua gerbang dunia di sana yang berbeda. Air yang aku minum dan juga kulihat. Lalu kakek bilang aku sangat beruntung. Ada makna dalam mimpi tersebut, satu mengenai bagaimana caraku menggunakan kemampuan melihat makhluk itu. Kedua mengenai bagaimana selama ini aku membantu dengan kemampuan itu, dan yang ketiga adalah apa yang terjadi jika aku menggunakannya dengan tidak bijaksana. Juga, mengenai balasan apa yang akan diterima jika perbuatan kita baik atau buruk.Namun kakek mengingatkan bahwa, semua kembali pada cara ku memperlakukan kehidupan.Surya telah mengatakannya pada Enah dan Bapak. Aku mengantarkann

  • Kau yang Diantaranya   Malam yang Panjang

    Aku tidak yakin. Tentang semua hal saat ini.* * *Setelah obrolan dengan Suryakanta, Nayanika duduk di gazebo halaman belakang di subuh hari. Ngeri betul kalau ada yang melihat gadis itu sendirian. Mereka pasti akan mengatakan ada penampakan kuntilanak. Walau sebenarnya memang ada sih di pohon besar sana. Di salah satu halaman tetanggangganya.Naya sudah kenal dengan sosok wanita itu. Tetapi berkat perlindungan kakek, dia tidak bisa masuk ke sini. Makanya sesekali Naya yang mengunjunginya. Hanya saja subuh ini mereka hanya saling menyapa lewat semilir angin."Aku gak mau canggum lagi di kantor, jadi. Malam ini aku mau ngomong sama kamu Nay!""Bentar. Ngomong apaan?""Tentang ucapan kakek atau Kak Aiza." Hening sejenak, "..walau tanpa restu mereka pun. Aku akan mengatakannya sama kamu Nay. Aku jatuh suka! Jauh sebelum ini. Saat kita masih di

  • Kau yang Diantaranya   Naya dan Mereka

    Jika kakak tanyakan 'apa aku baik-baik saja?'Sebenarnya aku takut. Tetapi..Selama kalian bersama ku. Sesulit apapub itu, aku akan baik-baik saja.* * *Aku terkejut, tak berani menatap matanya ataupun melihat wajahnya. Kak Aiza mengatakan hal itu, seolah selama ini dia adalah beban untukku. Padahal, akulah yang menjadi bebannya selama ini.Sejak ia bisa melihat mereka. Sedetik pun, dia tak pernah absen mencemaskan keadaan ku. Bahkan di saat untuk pertama kalinya. Kami bisa berbagi cerita dan rahasia mengenai mereka. Kak Aiza harus bergelut dengan rasa takutnya sendiri.Benar. Aku tau Ka Aiza harus menutup indra ke enamnya karena ketakutan Enah. Bahkan ketika dia harus memilikinya kembali. Hal yang paling ia cemaskan adalah perasaan Enah. Bahkan aku juga yakin, saat ini kakak juga pasti memikirkan. 'Apa Enah akan mengetahui cerita ini. Sekali lagi?'.Aku tidak tau, bagaimana car

  • Kau yang Diantaranya   Aku Juga Tidak Tahu

    Sekali lagi. Ini terjadi, tetapi aku juga bertanya mengenai hal yang sama."Apa aku benar-benar telah kehilangan kemampuan itu?"* * *Jika dulu kemampuan itu membawa perpecahan diantara keluarga. Dan memilikinya kembali, juga menyatukan keluarga ini. Lalu kenapa aku merasa, justru ada yang hilang dan kehilangan arah ketika tak memilikinya?Bukankah dulu ketakutan terbesar karena memiliki kemampuan itu. Tetapi karena hal itu juga, aku bisa menolong banyak orang. Tidak. Bukan berarti aku kecewa pada keputusan ini atau.. mengapa harus sekarang kemampuan itu menghilang. Apakah kemampuan itu tidak akan kembali lagi, bahkan untuk selamanya kali ini? Bagaimana dengan Nayanika, adikku itu. Kenapa dia tidak berkata apapun jika memang benar dia sudah mengetahuinya.Tiga bocah itu! Apa mereka ada di sini. Di rumah ini? Aiza tiba-tiba bangkit dari rebahannya, lalu mengamati seisi ruangan televisi. Ia mengambil tongkat

  • Kau yang Diantaranya   Niskala atau Seva?

    Bolehkah, seseorang membagi tubuh dan jiwanya? Aku juga tidak mengerti menjawab perihal ini. Terlebih, setelah dunia itu tertutup kembali untukku. * * * Seva masih di sini. Dia tidak lekas menjawab perkataanku, yang tentu saja membuat rasa penasaran bertambah.Apa Niskala memang ada dengan meraka? Apa jiwa Niskala tidak tenang? Atau Seva hanya mempermainkannya saja, setelah mengetahui kebenaran dari nya? Aiza tidak yakin wanita di depannya benar-benar Niskala. Bukan kah Seva tidak bisa melihat mereka juga. Lalu, mengapa dia mengatakan hal itu? Apa Shin yang menyuruhnya untuk berakting. "Sepertinya, kau benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi tenang saja hahaha, aku hanya bercanda Aiza!" seva tertawa di depannya, tapi aiza tidak tahu apa itu memang layak untuk ditertawakan. "Hah.. kau tidak suka rupanya, maaf. Tapi.. ya aku berharap kakak ku, Niskala. Memang masih berada di dunia ini." Ekspresi ga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status