Share

Wira yang Penasaran

Penasaran: perasaan Wira tentang Aiza.

* * *

Teng! Teng! Teng!!

Bola basket di tangannya tak mau juga masuk ke dalam ring, sementara teman-temannya yang berdiri di lapangan merasa bingung.

"Wir! Off Wir' off! Berhenti ajalah. Lu ngapain sih terus ngelakuin itu, agh!" Benny, pemuda berkepala plontos menggelengkan kepala, menyuruh semua anggota timnya meninggalkan Wira sendirian sekarang. Pemuda itu tak mau mendengarkan dan sedang kesal, karena hasil ujian semesternya benar-benar hancur di mata kuliah Pa Ratno.

Taklif dan Aiza menyaksikan sobat mereka dari awal sampai akhir, bahkan ketika anggota timnya pergi. Benny bahkan meminta Aiza untuk membuat Wira menghentikan kegilaannya. Sementara Taklif memilih meminum air mineralnya sampai habis, selagi duduk di sisi lapangan karena cuaca hari ini terlalu panas. Aiza menghampiri Wira dan merebut bola di tangannya paksa.

"Balikin Za." Pinta Wira yang seluruh tubuhnya sudah diguyur keringat.

"Duduk dulu." Tapi respon Wira malas, padahal napasnya sudah hampir sekarat. "Mau sampai kapan buang-buang energi?" Mata berhiris coklat gelap melirik, sorotnya tajam beberapa detik, hingga ia menyerah mengikuti langkah kaki Aiza di belakang. Mengambil air mineral Taklif paksa, membuang sedotannya sembarangan lalu menenggaknya sampai tandas, membiarkan si kacamata mengomel.

Mereka bertiga duduk di sisi lapangan berlindung dari terik matahari, yang makin menggila akibat pemanasan global. Sepertinya gas metana dan karbondioksida di muka bumi ini, sudah tak tertampung ozon lagi. Bahkan mereka sepertinya bisa melihat fatamorgana di tengah lapangan hari ini.

"Kayanya kalau ceplok telor di tengah lapang, bakal langsung Mateng." Ujar Taklif mulai ngelantur, tapi dua rekannya malah mengangguk sepaham.

"Jangan cuma telor ceplok, bikin martabak telor juga bisa kayanya." Tambah Wira, kerongkongannya makin haus sekarang.

"Kola dingin atau es kelapa muda, pake susu biar ada manis-manisnya seger tuh." Aiza ikut nimbrung, kali ini dehidrasi sepertinya sudah mengajak mereka berfantasi ria.

"AH GILA! GILA! Panas banget nih hari!" Teriak Taklif sudah tidak kuat, ia berdiri menghadap kedua sobatnya yang terduduk lemas. "Kalian berdua punya duit berapa?" Tanya Taklif, keduanya membalas malas. 

"Gua cuma sisa dikit buat bertahan hidup, semester ini belum dapat kiriman lagi gua." Jawab Wira dengan suara serak kehabisan energi, betul apa yang di bilang Aiza tadi dia jadi sedikit pusing sekarang.

"Kamu Za?"

Aiza mengeluarkan dua lembar lima ribuan dari dalam saku. "Uangku tinggal sisa segini."

Taklif lemas, tertunduk habis energi. "Ah gila! Persetan sama penghematan, kalian berdua ikut saya! Kita ke kantin nyari yang adem, gila bisa jadi asin si Wira kalau didiemin di sini!" Wira terharu tapi keburu lelah, badan gedenya sulit sekali bergerak. Taklif mau tidak mau membantu ia berdiri susah payah, sementara Aiza...

"Hey, ngapain cewe itu di tengah lapangan?" Tanya Aiza dengan mata sayu tak teralihkan.

"Be-bentar! Apa, mana Za?" Wira dan Taklif melirik ke arah lapangan, tapi mereka berdua tak melihat apapun. Aiza melirik kedua sobatnya untuk meyakinkan, begitu kembali berbalik wanita tadi telah lenyap. "Palingan gejala dehidrasi Za, dahlah bantuin saya ngangkat nih karung beras. Gila, kamu berat amat sih Ra, makan beras apa barbel!" Omel Taklif yang lekas dibantu Aiza untuk membopong lengan Wira sebelah kanan. "Jir, badanmu bau banget lagi!"

Wira melirik garang pada Taklif, lalu beralih ke Aiza yang memilih menyuruhnya untuk bersabar sampai mereka bisa menikmati dinginnya air kelapa di kantin nanti. Wira mengangguk patuh, 'sabarrr Wira sabarrr'.

* * *

Wira, Aiza dan Taklif telah pulih seratus persen sekarang. Mereka menghabiskan 3 mangkok mie ayam, 3 gelas dewegan dingin, dan 3 botol air mineral dingin.

"Hahhh! Untung duit bulanan saya masih ada, kita bisa bernyawa lagi sekarang. Habis ini buruan mandi Wir, kamu bau bang--! Aaa!!" Wira sudah tak tahan, memiting Taklif dengan bau ketiaknya. Membuat cowo itu berteriak histeris, dan pasang mata di sekeliling mereka melirik dan bergunjing. Sesekali terdengar ada nada memuji, melihat otot di tangan Wira yang nampak kekar. Tapi tak sedikit pula yang mengatakan, mereka berisik. Maklum saja jam makan siang belum usai, tapi Aiza selalu merasa ada yang mengganjal. Ia melirik ke luar jendela dan sekali lagi, ia menyaksikan wanita itu melihat ke arahnya.

Tengkuknya terasa dingin, meremang tak dapat di mengerti. Apa ini pengaruh AC di dalam kantin, atau... Ketika pikirannya terdistraksi. Lagi-lagi wanita itu menghilang dari pandangan.

"Zaaa! Singkirkan kingkong kemenyan ini dari saya!" Teriak Taklif minta tolong, Aiza bergegas menyeret keduanya keluar dari kantin sebelum Satpam dan seluruh isi kantin menendang bokong mereka.

Dua pasang mata hitam, kulit pucat, rambut panjang, dan gaun putih berdiri dua meter dari gedung kantin. Di sebuah sudut sedikit lembab, memerhatikan pemuda berkemeja kotak-kotak berwarna biru, tubuh tinggi tegap, berambut pendek rapi, keluar menyeret kedua pemuda di sisi kiri dan kanannya. mereka sangat akrab--aura yang menggoda, terutama dari pemuda berkemeja biru itu.

Wira melirik Aiza yang menariknya keluar kantin, sebenarnya sejak tadi ada yang mengganjal di pikiran lelaki berambut sedikit gondrong itu. Tapi di tahannya sebentar, setelah mereka sampai di kosan Aiza.[]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status