POV Elkan"Hai tampan!" Kedatangan Luna membuyarkan lamunanku. Artis cantik itu mencium pipi kiri dan kananku. "Wauw ... ck ,ck,ck ...!" Aku berdecak kagum melihat penampilan yang cantik dan seksi di hadapanku. Luna tampak sangat cantik dengan dress selututnya. Wanita berdarah campuran Indonesia Belanda itu selalu tampil memukau. Pantas saja jobnya sebagai model papan atas dan pemain sineton terus berdatangan. Hingga membuat penghasilannya sebagai artis melambung tinggi. Hal ini yang membuat para artis lainnya iri karena tersingkirkan. "Ayo berangkat!" Ajaknya seraya menyelipkan tangannya dibalik lenganku. Luna bergelayut manja padaku. Bagaimana tidak para netizen ramai membicarakan kedekatan kami berdua. Luna seolah mempertontonkan kemesraan kami kepada semua orang. "Naik mobilku saja!" pintanya. "Its oke." Sebuah mobil sport keluaran terbaru seharga dua kali lipat dari mobil sportku, berhenti di depan kami. Seorang supir turun dari pintu kemudi dan membukakan pintu belakanh
Pov Elkan"Terimakasih sudah menemaniku hari ini, El."Luna mengecup kedua pipiku ketika hendak pamit meninggalkan apartemennya Aku tersenyum pada model cantik yang memiliki tinggi di atas rata-rata untuk seukuran wanita itu. "Aku pamit, ya!" ucapku membalikkan badan. Luna melambaikan tangannya ketika aku melangkah keluar dari apartemennya. Siang tadi, setelah lelah menghindari beberapa wartawan dan stasiun TV di restoran itu, aku dan Luna melanjutkan ke lokasi pemotretan. Sebenarnya aku sudah menolak karena pembicaraan kami tentang kasusnya sudah selesai. Akan tetapi Luna memaksa agar aku ikut dengannya. Lagi-lagi model cantik itu mempertontonkan kedekatannya denganku di lokasi syuting. Semoga saja tidak sampai ke telinga Salma. Ya ampun, kenapa selalu Salma yang ada dalam pikiranku.Aku meraih ponsel dari dalam saku jas. Beberapa pesan dan panggilan masuk dari Mira. Wanita itu pasti sangat mengharapkan sekali aku datang. [ Aku tunggu kamu malam ini. Jangan sampai tidak datang
Pov Elkan"Bagaimana Elkan? Apa kamu bisa membantuku?" Aku ingin semua aset Yuda berpindah ke tanganku. Dengar ya, ke tanganku, bukan tangan Rio!" tegas wanita yang mulai menggerayangiku ini. Dia pikir aku akan tertarik dengannya Entah kenapa sejak bertemu Salma, tidak ada seorang wanita pun yang menarik perhatianku. Termasuk para model atau artis papan atas sekalipun. Tidak ada yang istimewa seperti Salma. Mungkin Mira berpikir aku ini adalah laki-laki yang mudah bermain dengan wanita. Tidak taukah dia selama ini aku dan Yuda mati-matian menjaga keperjakaan kami? Beruntung Yuda sudah memiliki istri secantik Salma. Dan sialnya lagi, kita mencintai wanita yang sama. "Elkan ..., kenapa diam? Apa kamu sanggup? Aku tau, sebagai pengacara Yuda, pasti kamu tau di mana semua dokumen-dokumen penting itu. Kamu juga pasti tau caranya bagaimana memenuhi permintaanku tadi." Mira menatapku penuh harap. Aku tersenyum di depannya. Walau sesungguhnya sangat geram dengan perempuan licik ini. "Mir
"Elkan, kamu kenapa? Kamu ada di mana sekarang?" sahutku menerima panggilan ponsel dari Elkan. Sungguh Aku sangat khawatir karena dari suaranya, sepertinya Elkan sedang tidak baik-baik saja. "Salma, t-tolong aku!" Terdengar hembusan napas Elkan yang tersengal. Suaranya terasa berat di telingaku. Kenapa dia sebenarnya? Apa yang terjadi? Napasku memburu. Pikiran-pikiran buruk terus terlintas dikepalaku. Kenapa aku sepanik ini? "El, cepat katakan padaku! Kamu ada di mana? Kamu kenapa?" Aku semakin khawatir karena dia terus meracau tanpa mengatakan keberadaannya. "Aku di rumah, Aku butuh kamu di sini, Salma. Tolong Aku!" Rumah? Astaga! Selama ini aku tidak pernah tahu Elkan tinggal di mana. Selama ini Mas Yuda belum pernah mengajakku ke rumah sahabatnya itu. Bagaimana ini? Sebaiknya aku minta tolong dokter Mariska saja. Semoga saja dokter cantik itu tahu alamat rumah Elkan. Bukankah mereka pernah dekat? Setelah memutuskan panggilan dari Elkan, segera kutekan kontak bernama do
Dokter cantik itu menatapku penuh harap, agar aku dapat menolongnya. Perlahan aku masuk ke kamar yang berukuan besar dan sangat mewah itu. Aku mendekati Elkan yang terus meracau meyebut namaku berkali-kali. "Aku bukan Salma, Elkan! Aku Mariska!" Dokter Mariska terus mencoba menyadarkan Elkan yang sepertinya mabuk. "Elkan, hentikan! Kamu menyakiti dokter Mariska!'" Aku memberanikan diri untuk menghentikan perlakuan bejat itu Seketika Elkan berhenti. Kemudian secara perlahan dia membalikkan badan. Kini laki-laki itu berada beberapa langkah tepat di depanku. "S-Salma ... kamu datang, Sayang. Ini benar-benat kamu, kan?" Elkan mulai melangkah untuk lebih dekat denganku. "STOP!" teriakku histeris ketika melihat Elkan mulai mendekatiku dengan tatapan penuh hasrat. Elkan seketika menghentikan langkahnya. "Salma ... tidakkah kamu rindu padaku? Bertahun-tahun aku mencarimu. Irsan benar-benar meninggalkan seorang istri yang istimewa untukku. Tapi kenapa .... kenapa kamu malah menikah de
Matahari baru saja terbit di ufuk timur. Perlahan kubuka tirai kamar. Cahayanya menyapu hangat tubuhku. Bermacam tanaman hijau penyejuk mata nampak dari balik jendela kaca kamarku ini. Mas Yuda mendesain kamar ini dengan sempurna. Posisinya sangat pas dengan taman bunga di sampingnya. Dengan cahaya pagi langsung menembus ke dalam ruangan ini. Pagi ini aku akan bersiap hendak menjemput Mas Yuda. Betapa aku sangat merindukan dirinya. Selama ini Mas Yuda telah menjadikan aku ratu dalam hidupnya. Pria itu telah memberiku berbagai macam kejutan indah. Cintanya begitu tulus. Kinilah saatnya aku akan merawatnya dengan baik. Menjadikannya seorang Raja di dalam istanaku. Apapun akan kulakukan demi kesembuhannya. Seberat apapun cobaan akan kuhadapi demi bisa kembali bersamanya seperti dulu. Mungkin Mas Yuda belum bisa mengingatku saat ini. Namun, aku percaya, ini hanya masalah waktu. Allah sedang menguji kesabaranku. Aku akan terus berusaha membuatnya mengingatku. Mengingat moment-moment ind
"Mas Yuda ganti baju dulu! Ini pakaiannya!" pintaku dengan lembut. Masih dengan sikap dinginnya, tanpa menjawab, pria itu meraih pakaian yang ada di tanganku, kemudian mulai memakainya. "Tolong tutup tirainya!" Gegas aku menutup tirai sesuai permintaanya. Astaga! Kenapa tiba-tiba jantungku berdegup kencang membayangkan apa yang ada di balik tirai ini. Ya Tuhan, begitu merindunya diriku. Ingin rasanya bersandar di dada bidang milik pria yang telah memiliki hatiku ini. "Sudah, Mas?" perlahan kubuka kembali tirai, nampak Mas Yuda telah berganti pakaian dengan baju yang kubawa tadi. Kenapa dia tak pernah mau bertemu mata denganku? "Pagi, Bu Salma! Hari ini Pak Yudatara sudah bisa pulang. Ini obat-obatan yang harus di minum rutin. Ini surat untuk kontrol dua minggu lagi." Seorang perawat masuk membawa obat-obatan Yuda. "Terima kasih, Suster! Untuk makanan Pak Yuda apa saya perlu konsultasi dengan ahli gizi?" "Oh tidak perlu, Bu. Cukup makanan sehat saja. Kondisi Pak Yuda sudah
Mataku melebar saat melihat sebuah mobil yang sangat kukenali telah terparkir di depan rumahku. Mau apa lagi wanita itu datang kemari? Dari mana dia tahu bahwa Mas Yuda pulang hari ini? Setelah mobil berhenti, Pak supir membantu menyiapkan kursi roda untuk Mas Yuda. Bang Safwan tergopoh-gopoh menghampiri kami. Kakak iparku itu membantu memindahkan Mas Yuda ke kursi roda. Kemudian Bang Safwan mendorong kursi roda Mas Yuda menuju pintu masuk rumahku. Mataku menyisir mencari keberadaan Mira. Mobilnya terparkir di sekitar rumahku, pasti wanita itu ada di sekitar sini. "Salma sedang mencari wanita pemilik mobil itu?" tanya Bang Safwan seakan mengerti dengan gerak-gerikku. "Iya, Bang. Dimana perempuan itu?" "Wanita itu yang dulu pernah ke sini bersama suaminya dan mengaku sebagai kakak iparmu. Tadi dia memaksa masuk ke dalam. Aku nggak berani izinkan. Dia marah-marah kemudian memutuskan untuk menunggumu di ruang tamu rumah kost," papar Bang Safwan. "Ya sudah. Suruh ke sini aja, Bang!"