"Mas, ternyata Marwan sudah punya rumah, dan lokasinya dekat dengan rumah kost kita." Aku memulai pembicaraan ketika kami sudah berada di dalam mobil. "Apaa? beli rumah? Marwan bebas?" "Sepertinya begitu, Mas." "Sudah kubilang. Dekingan mereka kuat. Pasti Marwan berhasil tutup mulut dan imbalannya sebuah rumah. Angel, bisnismu akan aku hancurkan. Kamu tidak akan bisa menghindar dariku. Kamu akan jatuh miskin," ujar Mas Yuda dengan wajah merah padam "Maass ...." kuberikan sebuah belaian lembut dipunggungnya. "Jika dia licik, Aku juga bisa lebih licik darinya." "Maasss, aku takut kamu kenapa-kenapa." "Tenanglah! Rein pasti membantu kita.Sahabatku itu pernah dikabarkan mati tertembak polisi. Padahal dia koma beberapa tahun di rumah sakit. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Aku. Bertahun-tahun aku mengurusnya. Pria itu tak pernah takut mati. Seakan memiliki banyak nyawa. Aku yakin, Rein akan selalu mendampingiku." "Tapi, Mas. Aku nggak mau ada korban lagi." "Aku kenal Angel, d
Seperti biasa Suamiku menggandeng tanganku menuruni tangga. "Selamat malam ...!" sapaku pada mereka yang sudah menunggu di meja makan. "Selamat malam, Salma," sahut Ayah dengan senyum khasnya "Mana Raihan?" Lagi-lagi Kak Rio membicarakan Raihan. "Ada di kamar dengan Bu Ratri, Kak." "Jangan sering-sering ditinggal anakmu, Salma. Mentang-mentang punya suami, anak di telantarkan." Eh ..., apa maksudnya kakak iparku ini? Kenapa dimana-mana yang namanya ipar nggak pernah enak ngomongnya? "Ehm ...!" Mas Yuda sengaja berdehem kencang. "Sudah, sudah. Ayo kita makan. Setelah makan ada yang akan ayah bicarakan." Kami makan dalam diam. Suasana hening menguasai meja makan saat ini. Sementara Aku menyadari beberapa kali Mira menatapku tak suka. Hmm .... nasibku begini amat. Lagi-lagi dapat ipar nggak enak. Setelah kami selesai makan, Ayah mulai memecah keheningan. "Ayah sudah tua. Ayah ingin kalian akur. Tolong lupakan masa lalu yang pernah terjadi diantara kalian. Karena mulai malam in
Pov Yudatara "Aku tak percaya seleramu berubah jadi rendahan begini, Tara. Mau-maunya kamu menikahi wanita miskin dan kampungan kayak gitu? Apa kamu memang belum move on dari aku, hum?" Mira terus mendekat. Mau apa lagi perempuan ini. "Jaga ucapanmu! Sebaiknya kamu keluar dari sini, sebelum orang-orang di rumah ini melihat," ucapku pelan namun tegas.. "Hey, santai. Kita baru aja bertemu. Apa kamu nggak kangen sama aku?" Sontak aku menepis tangannya yang hendak menyentuhku. "Mira! Kamu adalah istri Rio sekarang! Jangan macam-macam!" sahutku seraya melangkah mundur. Wanita tak tau malu itu terus menatapku. "Tenanglah! Walaupun sekarang ini aku adalah kakak iparmu, Aku yakin kamu pasti tidak akan berubah padaku. Sungguh aku menyesal menikah dengan kakakmu yang bodoh itu! Saat ini penghasilanku sebagai model justru dia gunakan untuk membayar hutang-hutangnya." Mira terus melangkah mendekatiku. Aku paham betul sifatnya ini. Perempuan ini sedang mencari perhatianku. Aku harus hati
Pov YudataraAku dan Raihan mendekati Salma. "Bunda ...." "Ndaaa ..., ndaaa." Raihan mengikuti ucapanku. Salma tersenyum pada Raihan tanpa menoleh padaku. Ada apa denganmya? "Sayang, kamu kenapa?" Raihan sedang asik bermain di karpet permadani. Anak itu sesekali berjalan dan berguling-guling. Salma masih terdiam saat aku tanya. Perlahan aku duduk disampingnya. Lalu kuraih tubuhnya dan menyandarkan ke dadaku. Syukurlah dia menurut. "Kamu kenapa diam, Sayang?" tanyaku lagi. Kali ini sambil membelaii lembut kepalanya. "Maaf, Mas. Tadi ... tidak sengaja aku mendengar pembicaraanmu dengan Mira." Astaga! Jadi, Salma sudah tau? Apa sebaiknya aku katakan sejujurnya tentang hubunganku dulu dengam Mira? "Apa yang kamu dengar, Sayang?" "Ada hubungan apa Mas dengan Mira?" Aku menghela napas panjang. Semoga saja Salma mau memahamiku. "Mira itu dulu kekasihku. Namun dulu di lebih memilih Rio. Karena saat itu Rio jauh lebih mapan dariku." Kami sesaat terdiam. Sungguh luar biasa istrik
"Kenapa tidak diangkat, Mas?' Suamiku menghela napas panjang. Terlihat jelas foto profile Mira muncul pada layar ponsel Mas Yuda. Hati ini terasa diremas. Apalagi mengingat hubungan yang pernah terjadi di antara mereka cukup lama. Tentunya kenangan diantara mereka akan kembali terlintas di saat bertemu kembali. "Baiklah," sahutnya seraya menggeser tombol hijau dan speaker pada layar ponsel. "Hallo, Tara Sayang ...." Terdengar jelas suara manja dari Mira. Ternyata mereka juga punya panggilan khusus. Mungkin itu panggilan sayang Mira untuk Mas Yuda. "Mau apa lagi kamu, Mira?" Mas Yuda membalasnya dengan nada tegas. "Tegang banget, sii ...h? Santai dooong! Pasti ada perempuan kampungan itu di dekatmu?" "Stop menghubungiku jika tidak ada yang penting!" sahut Mas Yuda. "Tara ... aku akan merebutmu kembali!" Astaga! Baru beberapa hari aku menikah. Ujiannya sudah begitu berat. Ya Allah, berikan aku kekuatan untuk menghadapi semua ini. "Dasar wanita gila!" umpat Mas Yuda seraya memut
"Kenapa? Takutkan lo sama gue?" Dengan Mata mendelik, Mira berkacak pinggang tepat di hadapanku. "Mau kamu apa, sih? Aku salah apa sama kamu?" lirihku masih berusaha tenang. "Pergilo dari sini! Tara itu seharusnya milik gue." "Sudahlah, Mira! Kamu harus menerima kenyataan. Allah sudah menetapkan siapa pasangan kita." "Nggak usah ceramah! Lo memang cocoknya sama si Rio. Sama-sama miskin juga. Eh, gimana kalau kita tukeran aja?" Dasar gila! Sebaiknya aku segera pergi dari sini. "Hey, mau kemana, lo ?" Spontan aku menghentikan langkah ketika hijabku ditarik kasar oleh Mira. "Dasar kampungan dan nggak berpendidikan! Nggak sopan! " "Aaww ...!" Mira semakin menarik hijabku dan nyaris terbuka. "Jangan, Mir!" Sekuat tenaga aku menarik kembali hijab yang sebagian masih melekat di kepalaku. Namun Mira semakin beringas. Kini sebagian rambutku juga ikut ditarik paksa olehnya. "Aaww ... tolong!' Aku menjerit. Kulit kepalaku seakan ingin copot karena Mira menariknya terlalu kuat. "Lep
"Mungkin kalian tidak menyadari adanya CCTV tersembunyi di setiap sudut rumah ini," sahut Mas Yuda seraya menunjuk sesuatu yang sangat kecil terpasang di sisi atas dinding langit-langit, berada tak jauh dari kepalaku Semua mata tertuju pada arah yang ditunjuk oleh Mas Yuda "Apaa?" wajah Mira tampak memucat. Tubuhnya mendadak gemetar. Aku bernapas lega. Mas Yuda tersenyum seraya meremas jemariku di sisi samping tubuhnya. Aku tau dia percaya padaku "Benar, sebaiknya kita lihat CCTV saja," ujar Ayah. Aku melirik Mira yang tampak panik. wajahnya yang cantik itu, kini lebih putih karena pucat. Pasti saat ini dia sedang berpikir keras. Aku memberikan sedikit senyuman manis ketika dia melirikku sesaat tadi. "Sudah, sudah! Ayo kita sarapan dulu!" Kami mengikuti Ayah kembali menuju ruang makan. Sementara aku mengembalikan tugas ke ruang laundry pada mariam. Sepanjang sarapan Mira terlihat gelisah. Dia diam seribu bahasa. Tumben. "Bagaimana proyekmu, Yuda? Lancar?" Ayah membuka per
"Huh, diam-diam ternyata kerjanya cari muka. Pantas Ayah belain kamu terus. Bilang kamu baik. Ya Iyalah! Pasti kamu sudah sering mempengaruhi Ayah." Aku terlonjak ternyata Mira telah berada di balik pintu kamar Ayah. Wanita itu sudah rapi dengan pakaian muslimah modernmya. "Terserah kamu, Mir. Asal kamu tau, Aku sudah dekat dengan Ayah Surya jauh sebelum mengenal Yuda. Jadi wajar aja kalau Ayah Surya lebih menyayangi aku dari pada kamu!" Sahutku tenang seraya senyum yang kubuat semanis mungkin. Mira terlihat semakin geram. Matanya melotot padaku. Namun dia tak menjawab apa-apa lagi. Aku gegas beranjak meninggalkannya. Khawatir Ayah nanti mendengar pembicaan kami. Terdengar hentakan-hentakan kaki di belakangku. Aku tersenyum puas. Pasti saat ini Mira sangat kesal padaku. Aku menghampiri Yuda di ruang kerjanya. Suamiku itu sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor. "Mas, kamu baik-baik aja, kan?" "Ya. Ayah bicara apa aja sama kamu." "Nanti lah aku cerita," sahutku s