Share

Keanehan Keluarga Pacarku
Keanehan Keluarga Pacarku
Author: Cinta Murni

Bab 1

Author: Cinta Murni
Pada tanggal 15 Desember.

Kami naik pesawat, kemudian berganti naik kereta, dilanjutkan dengan naik bus, lalu naik becak.

Terakhir, kami berjalan kaki hampir sepuluh kilometer.

Akhirnya, aku dan Jerry berdiri di depan rumah Jerry.

Aku memegangi lututku dan napasku tersengal-sengal saat mengamati rumah Jerry.

Rumah Jerry tidak kumuh seperti yang kubayangkan. Rumah Jerry hanyalah rumah bergaya kuno dengan dikelilingi paviliun di keempat sisinya, yaitu di sisi selatan, timur, barat, utara, dan ada halaman di tengahnya. Rumah ini khas rumah-rumah di daerah utara dan terlihat agak tua.

Memikirkan rumah-rumah yang jarang-jarang di desa yang barusan kulewati, rumah Jerry ini termasuk cukup bagus.

"Ayo, kita masuk." Jerry meraih tanganku dan memasuki rumah. Sambil berjalan, dia berteriak, "Bu, aku pulang. Lihat, siapa yang kubawa ke sini."

Begitu kata-kata Jerry tersebut terucap, seseorang bergegas keluar dari dalam rumah dan berlari ke arah kami dengan tergesa-gesa. "Aduh, Jerry sudah pulang. Akhirnya pulang juga. Ibu sudah lama menunggu."

Orang yang keluar itu adalah seorang wanita paruh baya. Fitur wajahnya sedikit mirip dengan Jerry. Wajahnya tampak menghitam karena terbakar matahari akibat bekerja keras selama bertahun-tahun.

Sepertinya wanita ini adalah ibunya Jerry.

Aku menelan ludah dengan gugup dan tersenyum. "Halo Bibi, aku Wanda Zainal. Aku pacarnya Jerry."

Mata Bu Astri tertuju padaku.

Untuk sesaat, perasaan dingin muncul di hatiku.

Namun, segera saja, Bu Astri tersenyum kepadaku. "Ini Wanda? Jerry sering sekali menceritakan tentang dirimu pada Bibi. Eh, senang sekali kamu datang ke sini. Ayo, cepat masuk."

Sambil berkata seperti itu, Bu Astri dengan antusias membantuku membawa barang-barang.

Aku menghela napas lega. Aku merasa perasaan yang barusan kurasakan pasti hanyalah ilusi karena aku terlalu lelah.

Memasuki rumah Keluarga Sabian ….

Di bawah atap rumah, duduk seorang gadis remaja. Dia tengah menyulam sol sepatu. Gadis itu bahkan tidak mengangkat kepalanya ketika melihat kami masuk.

Aku menatap Jerry dengan canggung. Aku tidak tahu apakah harus menyapa gadis itu atau tidak.

Akan tetapi, Jerry tidak memperhatikanku. Dia juga tidak melihat ke arah gadis itu. Jerry hanya sibuk bercakap-cakap dengan ibunya.

Diam-diam, aku menghela napas dan mengikuti mereka memasuki rumah.

Sebelum aku benar-benar memasuki rumah, aku kembali melirik ke arah gadis itu dan secara kebetulan mata kami saling bersirobok.

Aku langsung bergidik.

Mata macam apa itu? Dingin, tidak peduli, dan acuh tak acuh. Sama sekali tidak seperti manusia.

"Wanda, cepat masuk dan minum air. Kamu pasti haus di sepanjang perjalanan, 'kan?" Sebelum aku sempat memikirkannya, teriakan Jerry terdengar dari dalam rumah.

Aku pun buru-buru melangkah dengan cepat ke dalam rumah.

Aku tertegun saat melihat sekilas perabotan yang dipajang di dalam rumah. Semuanya terbuat dari kayu solid. Menurut sepengetahuanku, perabotan semacam ini, merupakan perabotan yang bernilai tinggi di pasaran.

Keluarga Jerry, bukanlah keluarga yang berkecukupan. Aku sudah mengetahui hal ini sejak lama.

Jerry sering menceritakan kepadaku mengenai kesulitan ibunya dalam membesarkan dirinya, termasuk kemiskinan serta keterbelakangan di desanya.

Namun, sekarang, melihat perabotan di rumahnya, sama sekali tidak mencerminkan jika mereka adalah orang miskin.

Aku tersenyum tipis. Dia sengaja berpura-pura susah untuk menarik simpatiku, 'kan? Benar-benar bodoh.

Setelah duduk sebentar, Bu Astri berdiri dan pergi memasak.

Aku tidak tahu harus berbuat apa dan ikut berdiri.

Jerry tersenyum dan menepuk tanganku. "Istirahat saja. Kamu pasti capek karena perjalanan ini. Aku akan membantu ibu memasak. Sebentar lagi juga selesai."

Jerry begitu perhatian, membuatku merasa tenang.

Aku pun tersenyum dan menganggukkan kepala.

Aku duduk diam di dalam rumah selama beberapa saat dan merasa tidak nyaman.

Setelah berpikir, aku pun keluar rumah dan berjalan menghampiri gadis itu. Aku berjongkok dan berkata sambil tersenyum, "Halo."

Gadis itu melirikku sekilas dan tidak menjawab. Dia terus saja menyulam sol sepatunya.

Aku merasa agak malu.

Aku kembali mengangkat mataku dan memperhatikannya dengan saksama.

Gadis ini terlihat begitu kurus dan lemah. Wajahnya halus dan cantik. Pakaiannya tidak pas dan banyak tambalan.

Memikirkan penampilan Jerry yang rapi serta perabotan kayu solid yang berharga di rumah mereka, aku merasakan ada kejanggalan yang tidak bisa diungkapkan di dalam hatiku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Keanehan Keluarga Pacarku   Bab 14

    Lima hari kemudian, aku kembali ke Kota Andar dengan ditemani oleh Haris, sementara Tania diantar oleh Kak Tina kembali ke rumahnya di Kota Bimar.Haris membawaku terlebih dahulu ke kantor polisi setempat, lalu bersama seorang polisi setempat, kami pergi ke rumahku.Mereka juga membawa pergi ayahku.Ibuku sangat terkejut.Saat aku dengan mata merah menceritakan semua yang terjadi, ibuku juga ikut berlinang air mata. "Syukurlah, syukurlah, Wanda bisa kembali. Kalau nggak, aku juga nggak tahu bagaimana bisa bertahan hidup. Manusia bernama Zainal itu ternyata seperti itu cara dia memutuskan hubungan. Benar-benar lebih buruk dari binatang. Aku harus menceraikannya."Baru pada saat itulah ibuku menceritakan sesuatu yang telah dipendamnya selama lebih dari dua puluh tahun.Ternyata, ketika ibu baru mengandungku, ibu mendapati ayahku berselingkuh. Bahkan, perselingkuhan itu sudah berlangsung beberapa tahun dan wanita itu lebih dulu hamil dibanding ibu.Ibuku begitu marah hingga ingin menggugu

  • Keanehan Keluarga Pacarku   Bab 13

    Malam itu, setelah selesai memberikan keterangan, aku duduk di bangku luar kantor polisi menunggu Kak Tina.Kak Tina tidak tenang meninggalkanku sendirian. Dia mengatakan bahwa malam ini dia akan tidur bersamaku di hotel.Haris mendudukkan pantatnya di sampingku. "Kamu … jangan takut, jangan sedih."Aku perlahan menoleh dan menatapnya.Baru setelah beberapa lama, aku pun berkata dengan lembut, "Oke, aku nggak akan takut. Dengan adanya kalian, aku merasa tenang. Aku juga nggak sedih."Haris menatapku dengan tidak percaya.Aku tersenyum tipis. "Jangan nggak percaya begitu. Semua kekecewaan dan kesedihan yang kurasakan kepada Jerry telah habis lebih dari setahun yang lalu, dan benar-benar habis oleh rusaknya kepribadiannya yang dilakukannya berkali-kali. Sejujurnya, aku masih sangat berterima kasih kepada Yudha. Kalau dia nggak menggangguku untuk meyakinkanku, aku mungkin nggak tahu siapa sebenarnya Jerry dan mungkin hari ini aku sudah terjual olehnya."Haris menepuk pundakku. "Oke, nggak

  • Keanehan Keluarga Pacarku   Bab 12

    Bersamaan dengan suara "brak", pintu didobrak dengan keras hingga terbuka.Pria di atasku bergumam, "Jerry, keluar. Paman sudah baik-baik saja sekarang. Kamu bisa masuk lagi setelah aku menangani wanita jalang busuk ini. Jangan khawatir, uangnya pasti …."Aku melihat ke arah pintu dengan tertegun.Aku hampir menangis saat melihat orang yang datang itu.Yudha dan yang lainnya akhirnya datang.Seorang petugas polisi beberapa kali menendang pria itu agar menjauh dari diriku. Kemudian, dia mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. "Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Jangan takut, kami di sini."Setelah merasa takut dan panik yang begitu hebat, emosiku pun akhirnya meledak.Aku tidak bisa menahan diri lebih lama lagi dan langsung melompat ke pelukan polisi itu sambil berteriak, "Huwaaa!".Polisi itu tampak tertegun. Kemudian, dia menepuk-nepuk punggungku dengan kaku. "Jangan nangis, jangan nangis."Aku tidak bisa mendengar apa pun. Perasaan seperti hidup kembali setelah mengalami musibah memb

  • Keanehan Keluarga Pacarku   Bab 11

    Aku mengeluarkan ponselku dengan cemas. Dua puluh sembilan menit sudah berlalu.Yudha, kenapa kalian belum datang?Mungkin, kenangan dan cerita ini membuat Jerry merasa sangat kesal hingga mulai menggedor pintu dengan keras. "Wanda, buka pintunya! Kalau kamu nggak mau membuka pintunya, aku akan mendobraknya!"Aku menelan ludah. "Jerry, dari apa yang kamu katakan, berarti kita ini saudara tiri?""Saudara omong kosong. Aku nggak mau bersaudara dengan orang munafik sepertimu. Wanda, cepat buka pintunya. Jangan bicara omong kosong denganku."Aku sengaja berkata dengan suara keras, "Pantas saja sudah berpacaran selama tiga tahun, kamu nggak mau menciumku. Aku sempat mengira kalau kamu itu homo.""Wanda, kamu memang sama hinanya dengan mereka. Apa kamu benar-benar membutuhkan seorang pria? Bagaimana dengan pria yang kutemukan ini untukmu?"Suara Jerry menjadi tajam dan agak berubah. Dia juga menggedor pintu lebih keras lagi.Aku langsung merasa ketakutan.Pada titik ini, Bu Astri tiba-tiba b

  • Keanehan Keluarga Pacarku   Bab 10

    Aku mencengkeram erat batu bata di tanganku, lalu berdeham dan berkata, "Jerry, aku nggak tahu berapa banyak kebenaran dari yang kamu katakan itu. Tapi, meski itu benar, tetap saja nggak bisa jadi alasan untuk menyakiti orang lain.""Apa kamu nggak pernah dengar, ketika menyelesaikan perselisihan, seseorang nggak boleh melibatkan pihak ketiga? Apa kamu nggak pernah dengar, utang ayah harus dibayar anaknya?" balas Jerry.Aku tertawa dan berkata kepadanya dengan sinis, "Kalau begitu, dari apa yang kamu katakan, ayah Tania juga sudah menyakiti ibumu?""Kamu kenal Tania? Pantas saja menurutku reaksimu aneh. Hehehe. Tapi, itu nggak masalah. Tania pantas mendapatkannya."Kakiku tanpa sadar menggesek lantai. "Oh? Kenapa dia pantas mendapatkannya? Aku khawatir dia cuma seorang gadis malang yang jatuh ke tanganmu.""Dia membunuh Susanku, membunuh Susanku. Aku sudah bilang padanya, kalau aku nggak menyukainya. Aku sudah punya orang yang kusukai. Tapi, wanita jahat ini, dia justru membunuh Susan.

  • Keanehan Keluarga Pacarku   Bab 9

    Setelah kembali terdiam sekitar satu sampai dua menit, Jerry pun berkata dengan suara pelan, "Wanda, keluarlah. Aku akan menceritakan semuanya padamu. Aku juga punya alasan tersendiri."Aku menggelengkan kepalaku. Sambil menangis, aku pun berkata, "Aku sudah nggak percaya lagi padamu. Jerry, ceritakan dulu padaku. Kalau memang kamu punya alasan tersendiri, mungkin aku bisa memaafkanmu."Kata-kata ini, aku sendiri saja tidak memercayainya.Namun, Jerry sepertinya memercayainya. Atau, mungkin dia yakin jika aku tidak bisa melarikan diri.Jerry sepertinya bersandar di pintu dan berkata dengan enggan, "Nggak masalah untuk memberitahumu. Bagaimanapun, kamu nggak bisa lari. Wanda, kamu terlalu waspada. Awalnya, aku berencana menyerahkanmu setelah Tahun Baru. Tapi, konflik antara Yenny dan dirimu semalam membuatku nggak tenang. Ditambah lagi, ekspresimu di rumah pamanku tadi pagi juga nggak biasa. Kalau nggak, mungkin kamu masih bisa menjalani kehidupan yang baik selama beberapa hari lagi."D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status