Songru segera mempelajari sedikit demi sedikit setiap gerakkan dan ayunan pedang yang tertulis di buku.
Untuk mempelajari tanpa menyalurkan energi ke dalam pedang, memang sangat mudah. Hanya saja, kekuatan yang ada tak akan terlalu berpengaruh pada musuh yang memiliki basis energi dalam tubuh.
Sudah sebulan ini, Songrui tak henti mempelajari gerakan yang tertulis di buku, hingga akhirnya berhasil menguasai dan memahami setiap jurus yang ada.
Namun, hal itu justru mendorong keinginan untuk mencoba menyalurkan energi lewat pedang.“Aku bisa! Kali ini harus mencobanya!” tekadnya
WUSH!
“Akh!” Songrui segera terbatuk mengeluarkan darah.
Lututnya tertekuk ke tanah dengan pedang di tangan menopang tubuh agar tidak terjatuh.
Bukan berhasil, ia justru hampir mencelakai dirinya karena mencoba memaksakan diri. Meridiannya masih belum mengelola energi.
“Adik Xiongrui!”
Teriakan Haoyun--sang kakak seperguruan--membuat Songrui segera membersihkan noda darah di bibirnya.
“Kau baik-baik saja?” tanyanya pada Songrui.
“Tentu saja!”
Mendengar kesungguhan Songrui, Haoyun pun mengangguk.
“Em ... adik Xiongrui," ucapnya, "aku dan Kakak pertama akan ke desa Foshan. Kebetulan, guru menyuruhku membeli arak kesukaannya dan Kakak pertama juga berniat menjual ramuan obatnya. Kau mau--”
“Aku ikut!” jawab Songrui bersemangat.
Kalau hal ini tidak diungkit, dia hampir lupa bahwa dirinya telah lama meninggalkan dunia luar dan lupa akan tujuan utama.****
Tiba di desa Foshan, Songrui menyadari suasananya tak kalah ramai dari kota.
Banyak pedagang yang berjejeran di sepanjang jalan.“Apa!?”
Songrui yang baru saja menikmati pemandangan keramaian, tiba-tiba terkejut mendengar suara Haoyun.
“Ada apa, Kak Haoyun?”
"Harga arak naik," ucapnya pelan.
Songrui menatap bingung kakak perguruannya.
Ternyata, kenaikannya jauh drastis. Menurut Informasi dari tuan toko, bukan hanya arak saja yang naik, tapi semua barang yang ada di desa telah dinaikkan.Ini semua karena desa mereka sedang kedatangan tamu penting dari kota untuk merekrut para pendekar di dunia persilatan.
Hal ini digunakan para pebisnis untuk mencari keuntungan dengan menaikkan semua harga.Para tamu yang datang dari jauh, akan tinggal di desa mereka selama mempersiapkan turnamen. Dan, mereka tentu saja akan memerlukan kebutuhan sehari-hari meski harganya tinggi sekali pun.
Hanya saja, Songrui salah fokus dengan pernyataan terakhir.
“Turnamen pendekar?” Songrui menatap berseri, “kapan akan dimulai?”
Kesempatan yang ditunggu-tunggu, akhirnya datang juga!
“Pendaftaran sudah dibuka dan akan ditutup dalam seminggu hari lagi. Sudah-sudah, kalian jadi beli atau tidak?!” sentak Tuan Toko malas.
“Tuan, aku sudah berlangganan di toko ini sejak lama. Bagaimana kalau kau berikan diskon untukku?” bujuk Haoyun meletakkan sekantung penuh uang ke atas meja.
“Tidak bisa! Pergilah kalau kalian tak mampu membelinya! Jangan mengganggu bisnisku!”
Pria tua itu menatap malas Haoyun, hingga membuat Songrui tak nyaman. “Kami mampu!” tegasnya, “aku akan membeli semua arak terbaikmu. Berapa banyak harganya?”
Mata Haoyun sontak terbelalak--haru--mendengar Songrui berucap seolah memiliki uang yang banyak.
“Tiga ratus tael emas! Sudahku berikan diskon, murah bukan?” jawab pemilik toko setelah selesai menghitung.
“Baik!” sosor Songrui menyodorkan kantung uang di atas meja ke depan pemilik toko. “Dalam tiga hari, jika kami tidak kembali untuk melengkapi jumlahnya, maka uang muka kami tidak akan kembali!”
"Hahahaha," tawa Tuan Toko atas tawaran Songrui. Tentu saja, ia setuju, terlebih melihat penampilan lusuh Songrui dan Haoyun.
Di sisi lain, kakak seperguruan Songrui memasang wajah membatu melihat kantung uangnya---seolah akan menghilang begitu saja karena taruhan Songrui. Ia tak tahu apakah keputusannya benar mempercayai adik perguruannya itu.
Namun belum sempat berkata apa pun, bukti tanda terima dan persetujuan dengan tuan toko telah diproses.
Setelahnya, mereka berdua pun pergi dari sana menemui Kakak pertama.
******
“Apa!?” Mata kakak pertama membulat besar mendengarkan cerita Haoyun tentang apa yang dilakukan Songrui.
“Dari mana kau bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam tiga hari!?” tanyanya lagi.
Ia pun menatap tak percaya Songrui.
“Kau memang murid guru judi! Jika dia tahu, dia akan bangga padamu karena telah menghabiskan uang guru pemabuk untuk membeli araknya!”
Namun, tak peduli seperti apa pendapat kedua kakak perguruannya terhadap keputusan yang dia ambil, Songrui tetap yakin akan berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan.
Ia punya perhitungan sendiri. Tak mungkin ia begitu berani mempertaruhkan sesuatu tanpa pertimbangan.
Sorot mata Songrui tertuju pada ramuan obat-obatan yang dijual kakak pertama di atas meja. “Kakak pertama, aku akan membeli semua ramuan obatmu. Berapa banyak harganya?”
"Hahaha...." Kakak pertama tertawa bodoh. “Kau bahkan mau membelinya? Untuk apa?”Pemuda itu menggelengkan kepalanya, seolah tak yakin dengan kemampuan Songrui.
Hanya saja, ekspresi Songrui tidak berubah. Hal itu membuat sang kakak pertama menormalkan suaranya. “Baik. Karena kau adikku, maka aku akan memberikan harga sedikit murah.”
“Tiga ratus tael perak saja!” ucapnya.
Songrui mengangguk dengan cepat. “Setuju! Tapi uangnya akan aku berikan besok dan akan aku tambahkan seratus tael lagi untukmu. Bagaimana?”
Kedua lelaki itu saling memandang--tampak bingung dengan pemikiran dan rencana apa yang membuat Songrui begitu percaya diri.
Tapi, mereka berdua tak banyak bertanya dan hanya setuju begitu saja.
Tanpa mereka sadari, Songrui sebenarnya telah membantu kedua kakak perguruannya memikirkan masalah jual-beli di desa hari ini.
Sekarang, yang harus dilakukan Songrui adalah menuju ke tempat pendaftaran kompetisi.
Dengan cepat, ia mengajak kedua kakak perguruanny ke sana dan menunggu di depan gerbang--menawarkan ramuan obat untuk menunjang kemampuan dalam pertandingan nanti.
"Ramuan ajaib penjamin kemenangan!" teriaknya.
"Siapapun yang menggunakannya, pasti pemenang turnamen ini!"
Semua pendekar yang lewat--mendengar ucapan Songrui.
Tentu saja mereka tidak mempercayai perkataannya, hingga salah satu pendekar keluar dengan wajah lesu dan mengatakan dirinya tidak diperkenankan mendaftar sebab masih ada luka dalam akibat pertarungan di tubuhnya.
"Kalau memang benar ramuan obatmu ini sangat berkualitas, aku akan membayarnya dua kali lipat asalkan bisa membantu tubuhku dalam pemulihan!”
Songrui pun mengangguk cepat. dia meminta kakak pertama memilihkan ramuan obat apa yang paling cocok untuk digunakan lelaki yang ada di depan mereka.
*****
Keesokkan harinya, pagi-pagi sekali, Songrui telah berdiri di depan gedung pendaftran dengan menjual ramuan obatnya.
“Sudahlah Adik Xiongrui, mereka bahkan tak mau membelinya meski kau berteriak keras,” ucap kakak pertama menggaruk kepala seolah merasa bosan.
Hanya saja, tak lama kemudian, gerombolan pendekar terlihat menunjuk-nunjuk ke arah mereka dan berjalan mendekat.
“Teman, ramuan obat apa yang kau berikan padaku?” tanya pemuda kemarin, "aku akan memberikan tambahan uangnya sesuai janjiku!"
Sekantung uang penuh segera diletakkan di atas meja.
Dengan wajah penuh semangat, lelaki itu memberitahukan bahwa luka dalam tubuhnya telah sembuh.
Sontak, hal itu membuat semua orang di sana terkejut.
Bukti mujarabnya obat yang dijual Songrui membuat orang berbondong-bondong memborongnya, hingga jumlah uangnya melebihi utangnya pada kakak pertama dan tuan di toko arak.
“Adik Xiongrui, kau sangat cerdas!” puji Haoyun memandang banyaknya arak yang ada di kereta.
“Benar! Kalau begini, Kakak pertama akan lebih semangat membuat ramuan dan kau bantu untuk menjualnya. Bagaimana?” tawarnya lagi.
Songrui hanya tertawa sembari menggelengkan kepala mendengar pujian kedua lelaki itu.
Kejadian ini pun didengar oleh kedua guru di perguruan. Mereka pun memberikan pujian yang sama.
Sungguh, sangat bangga saat mengetahui Songrui ternyata sangat pintar.
Hanya saja, mereka berdua terdiam dengan wajah serius begitu mendengar ucapan Songrui."Guru, izinkan aku ikut turnamen pendekar."
Jangan lupa tambahkan novel ini ke rak buku kalian, yah. Biar tiap update akan ada pemberitahuan.
"Kalian ingin mengikuti turnamen pendekar?” Wajah kedua guru tampak ragu memandang ketiga murid yang ada di depan mereka. “Ini tidak ada hubungannya dengan kedua Kakak seperguruan. Hanya aku sendiri yang menginginkan mengikuti turnamen ini.” “Adik Xiongrui, kami—” “Tidak apa-apa, Kakak pertama, Kakak Haoyun. Ini kemauanku sendiri, kalian jangan memaksakan diri untuk mengikutiku,” sela Songrui tersenyum kecil. “Kalau memang kau sudah memutuskan, maka pergilah. Gurumu juga tak tahu berada di mana, dan pastinya dia tidak akan melarangmu!” jelas guru pemabuk dengan santai sambil meneguk arak yang baru saja dibeli. Seperti perkataan Haoyun di awal Songrui tiba di perguruan, ketiga guru memang tidak akan melarang setiap murid dalam keputusan apa pun. Tanpa beban, Xiongrui pun berpamitan dengan kedua guru dan kedua kakak perguruannya setelah selesai berkemas. Namun, baru saja langkah kaki melewati pintu gerbang, Haoyun memanggilnya. “Kakak pertama, Kak Haoyun, kalian tidak perlu m
Begitu menjauh dari desa, Songrui mendapati dirinya digendong oleh seseorang. Ketika menengok, wajah seseorang yang dikenali membuat Songrui tak nyaman. “Guru, turunkan aku. Aku bisa berjalan sendiri,” ucap Songrui dengan suara melemah yang akhirnya mendapat penolakan dan bentakkan dari guru misterius. “Berbicara saja kau hampir tak mampu, masih bilang mau berjalan sendiri!?” “Guru, a-aku, ma-maafkan aku.” “Siapa yang kau panggil guru!? Aku bukan gurumu! Diamlah jika tidak ingin kulempar dari sini!” Songrui tak berani lagi berucap mendengar ucapan guru misterius. Diliriknya lagi ke samping kiri dan kanan sebelum kesadarannya benar-benar menghilang. Guru pemabuk dan guru judi juga melakukan hal yang sama terhadap kakak pertama dan Haoyun. ****** Ketika tersadar, Songrui mendapati dirinya telah berada di dalam kamarnya. Dia termenung saat baru beranjak dari tempat tidur. “Aneh?” Alis keningnya mengernyit beriring kedua tangan meraba beberapa bagian tubuhnya sendiri. Semua
“Xiongrui!” Keberadaan Songrui diketahui sang guru entah bagaimana caranya. Mau bersembunyi pun, sudah terlambat.Songrui lantas keluar dari balik batu besar. Ia melangkah ragu sambil memasang wajah canggung. Air terjun terlihat kembali mengalir. Dan perlahan, angin sejuk membiaskan air, hingga mengenai kulit wajah Songrui. Sang guru pun mulai terbang--mendekati Songrui setelah menyelesaikan ritualnya “Guru, bolehkah aku bertanya?” Alih-alih meminta maaf karena telah membuntuti sang guru, Songrui justru bertanya. Ia lebih tertarik mencari tahu tentang identitas asli dan jurus rahasia yang digunakannya. "Jurus yang digunakan tadi, apakah itu ‘seratus pedang bayangan?’“ tanyanya lagi, “Di dunia ini, setahuku, hanya satu orang yang bisa menggunakannya. Apakah guru adalah pendekar legenda itu?” Mata Songrui masih berbinar, menatap sang guru penuh harap. Semoga, jawaban yang akan dia dengarkan, sesuai dengan dugaannya. Sang guru menarik napas panjang seolah pasrah harus menjawab
“Kau akan tahu dengan sendirinya saat kau keluar dari sini.” “Pergilah, Xiongrui. Kau tidak diterima lagi tinggal di sini!” “Kami tak bisa menjadikan seseorang yang membunuh gurunya sendiri sebagai murid kami” Kedua guru itu masih bersikukuh dengan pendapat mereka.Songrui terdiam sejenak. Ia berpikir bahwa seluruh dunia telah menolaknya. Semua orang memperlakukannya dengan buruk sejak fitnah itu tersebar. Biksu tua yang menyelamatkannya juga melemparkan dia ke perguruan ini dengan suatu alasan. Dan sekarang, para guru juga melakukan hal yang sama setelah mengetahui identitasnya, seolah ia tak layak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kembali. “Aku tidak membunuh guruku!” tegas Songrui, “jika fitnahan itu benar, maka aku akan meninggal dengan cara tragis! Dan, aku tak akan bereinkarnasi lagi!” Meski telah bersumpah mengutuki diri sendiri, tapi kedua guru itu memasang wajah datar. Sikap kedua guru berubah drastis dari yang dia kenal sebelumnya. Mereka sangat dingin,
DEG!Mata Songrui terbuka lebar tak berkedip! “Me-menutupnya?” Mulutnya berucap kaku. Sang guru lalu menatapnya dalam. “Ini untuk kebaikanmu. Percayalah pada guru.” “Kenapa harus menutupnya?” Guru misterius terdiam sejenak. Lalu menoleh ke samping, menatap lama akar Lanchu. “Jika ada kemungkinan lima persen, apakah kau mau mencobanya?” “Tentu saja!” sontak Songrui berucap yakin meski belum tahu apa yang dimaksud sang guru.Hanya saja, terselip kepercayaan bahwa sang guru memiliki alasan yang tak akan merugikannya. “Bahkan jika nyawamu harus dipertaruhkan?!” Guru misterius bertanya lagi sambil menatap tegas. Bagi Songrui, mempertaruhkan nyawa bukanlah masalah besar asalkan ada kemungkinan. Meski sedikit, akan ia lakukan! “Guru, tenang saja! Nyawaku telah berkali-kali dipertaruhkan. Tidak masalah jika harus mengulangi hal yang sama.” Melalui persetujuan Songrui untuk menutup meridiannya, guru misterius bersama kedua guru bekerjasama. Mereka mulai menggunakan energi masing-mas
Tak lama, ketiga guru yang terpental jauh pun berusaha berdiri. Berjalan di tengah asap yang membuat samar pemandangan, mereka berusaha mencari keberadaan Songrui dalam keheningan.Hanya saja, ketiganya tak banyak berharap karena yakin pemuda itu telah mati. Siapa yang sanggup bertahan bila ledakan luar biasa tersebut di tubuhnya? !!! “Dia!?” Kedua guru memandang heran melihat tubuh Songrui yang tergeletak di rerumputan. “Bagaimana mungkin?!” Tatapan heran tergambar di wajah para guru.Ledakkan energi tadi, seharusnya telah menghancurkan tubuh Songrui berkeping-keping. Namun nyatanya, sedikitpun luka atau goresan tidak dimiliki Songrui. “GURU!” Haoyun dan murid pertama, yang baru sampai setelah berupaya menyusul kedua guru, berteriak panik. Namun, belum sempat memproses informasi, kakak-kakak seperguruan Songrui itu justru telah diperintahkan untuk membawanya yang pingsan kembali ke perguruan. Dalam ketidaksadaran Songrui, ketiga guru berdiri di sisi tempat tidur sambil men
“Aiya!” guru penjudi berdiri tegak. Menggerakkan pinggulnya lalu menepuk-nepuk bahu. “Si tua bangka itu benar-benar membuat repot saja!”Songrui mengulurkan buku ke depan guru penjudi.Sepertinya buku itu bukan penyebab guru penjudi kesal, melainkan karena guru misterius. “Guru, apa kau tahu di mana guruku berada?”“Jangan tanya aku! Sepertinya untuk waktu yang cukup lama dia tidak akan menemuimu!” “Kenapa?” sontak tanya Songrui.Tak menyangka guru misterius membahayakan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan Songrui saat itu.Guru misterius kehilangan banyak energinya di saat membantu Songrui membuka kembali titik meridian yang terkunci.Ditambah lagi setelah kejadian itu, sang guru menggunakan energinya untuk membantu pemulihan Songrui. “Pantas saja setiap berlatih energi di dalam tubuhku banyak yang hilang.”Ternyata, energi yang aku gunakan adalah pemberian guru.Songrui melamun menatap kedua telapak tangannya. “B
Ternyata penyebab ia tak bisa mempelajari jurus di buku karena caranya yang salah. Tak mau menyia-nyiakan waktu, Songrui mencoba memulai kembali latihan sesuai dengan petunjuk di dalam buku itu. Jurus yang dipelajari bukanlah ilmu penyerangan, melainkan cara menyerap energi. Seolah buku tersebut telah disediakan sejak lama untuknya. Ia bahkan baru mengerti kalau gambar pohon jelek yang dimaksud guru penjudi adalah gambar akar Lanchu. Teringat kembali perkataan guru bahwa dengan keadaannya sekarang hanya bisa menyerap energi seperti akar Lanchu. Dia berdiri tegap di atas tanah. Melakukan ritual penyerapan. Cara ini berhasil! Energi yang ada di sekitar perlahan berkumpul dan masuk ke dalam tubuh Songrui. Namun tak lama menghilang kembali. Songrui mulai tak fokus. Ternyata meski telah mengikuti cara sesuai dengan yang tertulis, ia tetap saja diperhadapkan dengan tantangan. Merasa lelah dengan semua yang dihadapinya, Songrui memutuskan untuk berhenti. Berharap besok hari akan a