Kedua pasang mata tertegun melihat dua titik putih dan satu titik putih yang ada di atas ketiga dadu masing-masing.
“Hebat!” Haoyun menggeleng takjub lalu melirik ke arah sang guru yang masih terpaku sambil menahan tawa dan berucap, “Guru … kau? Kau kalah!”
Ekspresi sang guru saat ini menyiratkan bahwa sangat mustahil dia dikalahkan oleh seorang bocah yang baru beranjak dewasa.
“Bagaimana kau bisa menebaknya?” tanya sang guru memandang serius.
Songrui menundukkan wajahnya, merendahkan diri. “Terima kasih karena guru sudah bermurah hati mengizinkanku menebaknya terlebih dahulu. Jika tidak, maka kemenangan ini tentu akan menjadi milik guru,” jawabnya dengan senyum kecil di sudut bibir.
"Hahahaha...." Sang guru memaksakan tawa mendengar ucapan Songrui. Pria itu bahkan melambaikan tangan ke depan seolah mengabaikan kekalahannya. “Tidak masalah. Sebagai seorang guru, tentu saja aku tidak boleh mempersulit calon muridku. Benar bukan, Haoyun?” tanyanya melemparkan pandangan ke arah Haoyun yang diam-diam menyembunyikan tawa ledekkan.
“Benar, Adik Xiongrui. Guru hanya mengujimu tadi,” sosor Haoyun menganggukkan kepala, memasang wajah serius untuk menutupi tawa.Songrui tersenyum penuh kemenangan melihat reaksi keduanya.
Trik yang baru saja dilakukan sang guru, berhasil dia ketahui karena mendengar bunyi mangkuk diaduk seperti bunyi air. Pastilah itu, angka besar semua.
Hanya saja, Songrui tak mau membuat sang guru merasa dipermalukan karena kekalahan ini.
Segera, dia mengambil mangkuk yang baru saja dituangkan air lalu menyodorkan ke hadapan lelaki berjanggut tipis itu.“Guru, terimalah hormat dari Xiongrui!” seru Songrui yang akhirnya mendapat respon yang baik.
******
Pagi ini, ketiga murid sudah berkumpul di lapangan perguruan--menunggu ketiga guru hadir untuk memberikan pengajaran, sekaligus menyambut Songrui sebagai murid baru.
Kedua guru yang kemarin dilihat Songrui telah berdiri tak jauh dari lapangan perguruan. Namun, guru ketiga masih belum juga muncul.
"Ck!" decak malas guru pemabuk, “membuang waktu saja. Dia tidak akan datang! Kalian pergilah.”
Lama menunggu di bawah hangatnya mentari pagi, sang guru memilih menikmati arak di tangan dan berjalan acuh meninggalkan lapangan.
Melihat temannya itu, guru penjudi justru tersenyum.
Ia akan menggunakan kesempatan ini untuk mengajak guru pemabuk taruhan menggunakan kehadiran guru misterius. Sayangnya, itu diabaikan, hingga gema suara lelaki menarik perhatian kedua guru itu.
“BERANI SEKALI KALIAN PERGI SAAT AKU DATANG!?”
Bersamaan dengan itu, sosok seorang lelaki dengan pakaian putih mendadak terbang dari arah belakang para murid--menuju ke tempat berdirinya kedua guru.
Songrui tertegun. Dari penampilan dan tutur kata sang guru, adrenalinnya meningkat. Seketika, ia merasa bersemangat karena masih ada seorang guru yang sepertinya bisa diandalkan.
Meski demikian, pria itu terkejut dengan wajah guru misterius yang tampak jauh lebih muda dibandingkan kedua guru lain.
"Salam, Guru!" Songrui dan kedua murid segera memberi salam.
Guru misterius itu hanya mengangguk, lalu ia menatap rekannya kembali. “Mengenai murid baru ini, aku serahkan pada kalian berdua saja.”Kemarin malam, mereka memang datang ke tempatnya dan menawarkan agar Songrui dijadikan murid utamanya. Seakan tak mau menyerah, kedua guru bahkan memuji Songrui dengan mengungkapkan kelebihan serta kepintarannya agar bisa dipertimbangkan kembali oleh guru misterius.
“Aku tidak akan menerima murid dalam hidup ini. Jadi, untuk kalian saja,” ucapnya lagi.
Mendengar itu, Songrui terkejut. “Kenapa?”
Tanpa sadar, ia berdiri tegak dan menatap berani guru yang menolaknya itu.
“Karena tidak akan ada yang sanggup menjadi muridku!" Wajah tegas itu menyiratkan peringatan jelas. "Satu orang pun di dunia ini….”
Perkataan itu tertahan, seolah ada sesuatu yang mencegah begitu dalam.
Sayangnya, ekspresi menyedihkan dari guru misterius semakin membangkitkan semangat Songrui. Ia akan mengubah pandangan sang guru terhadapnya!
“Tapi, murid ini sanggup, guru!”
Ketegasan Songrui sontak berhasil menarik perhatian guru misterius.
Namun, ketika dia mendekati Songrui dan menyentuh pergelangan tangannya, senyum ejekan terukir di sudut mulut sang guru.“Dengan mengandalkan meridianmu yang telah hancur? Kau bisa apa? Simpan saja nyawa dan keberanianmu itu!” Guru misterius lalu berbalik, mengabaikan Songrui.
“Hancur belum tentu tak bisa diperbaiki!” seru Songrui tegas, “dunia pendekar begitu luas. Baik itu, orangnya, tekniknya, jurusnya, atau energinya. Semua tak ada batas dan tak akan ada seorang pun yang tidak bisa melampauinya!”
“Selama ada keyakinan, maka ada jalan yang terbuka. Dan selama ada jalan, maka tak ada kata berhenti dalam hidupku!” ucap pria itu lagi, hingga membuat langkah kaki guru misterius terhenti.
Bahkan, kedua guru juga mengangguk kepala sambil mengacungkan jempol—mengagumi perkataan Songrui.
"Lantas, bagaimana seseorang yang hancur sepertimu bisa yakin?" Tatapnya tajam pada Songrui. "Keyakinanmu tidak akan berguna tanpa kemampuan!"
Tidak berguna?!
Rahang Songyun mengeras mendengar kalimat itu.
Menahan amarah, ia pun berkata, "Tidak memiliki kemampuan bukan berarti tidak berguna! Akan kubuktikan kalau perkataan guru ini salah!"
Guru misterius itu menggeleng dan tatapan matanya semakin tajam.
Songrui masih diam--menunggu respon guru misterius.
Namun, tak lama, sebuah buku dilemparkan ke arahnya.
BUK!
"Aku ingin melihat bagaimana kau bisa membuktikannya! Jika kau berhasil, maka kau berhak menjadi muridku!"Songrui sontak menangkap buku tersebut. Ia tak dapat menyembunyikan senyum penuh semangat dari wajahnya.
[ Teknik Ilmu Pedang ]Judul buku tersebut ditulis tangan serta tanpa nama penulis sama sekali.
Songrui sampai takjub memandangnya. “Terima kasih, gu—”
“Aku belum menerimamu sebagai muridku!” potong guru misterius lalu pergi meninggalkan mereka yang ada di lapangan.
Pria itu tak sadar bahwa ucapan itu justru merupakan sebuah tantangan baru bagi Songrui.
Meski belum pasti dia bisa menguasai ilmu pedang dari buku itu dan menjadi murid sang guru, tapi yang pasti adalah buku misterius ini telah menjadi miliknya.Songru segera mempelajari sedikit demi sedikit setiap gerakkan dan ayunan pedang yang tertulis di buku. Untuk mempelajari tanpa menyalurkan energi ke dalam pedang, memang sangat mudah. Hanya saja, kekuatan yang ada tak akan terlalu berpengaruh pada musuh yang memiliki basis energi dalam tubuh. Sudah sebulan ini, Songrui tak henti mempelajari gerakan yang tertulis di buku, hingga akhirnya berhasil menguasai dan memahami setiap jurus yang ada. Namun, hal itu justru mendorong keinginan untuk mencoba menyalurkan energi lewat pedang. “Aku bisa! Kali ini harus mencobanya!” tekadnya WUSH! “Akh!” Songrui segera terbatuk mengeluarkan darah. Lututnya tertekuk ke tanah dengan pedang di tangan menopang tubuh agar tidak terjatuh. Bukan berhasil, ia justru hampir mencelakai dirinya karena mencoba memaksakan diri. Meridiannya masih belum mengelola energi. “Adik Xiongrui!” Teriakan Haoyun--sang kakak seperguruan--membuat Songrui segera membersihkan noda darah di bibirnya. “Kau baik-baik
"Kalian ingin mengikuti turnamen pendekar?” Wajah kedua guru tampak ragu memandang ketiga murid yang ada di depan mereka. “Ini tidak ada hubungannya dengan kedua Kakak seperguruan. Hanya aku sendiri yang menginginkan mengikuti turnamen ini.” “Adik Xiongrui, kami—” “Tidak apa-apa, Kakak pertama, Kakak Haoyun. Ini kemauanku sendiri, kalian jangan memaksakan diri untuk mengikutiku,” sela Songrui tersenyum kecil. “Kalau memang kau sudah memutuskan, maka pergilah. Gurumu juga tak tahu berada di mana, dan pastinya dia tidak akan melarangmu!” jelas guru pemabuk dengan santai sambil meneguk arak yang baru saja dibeli. Seperti perkataan Haoyun di awal Songrui tiba di perguruan, ketiga guru memang tidak akan melarang setiap murid dalam keputusan apa pun. Tanpa beban, Xiongrui pun berpamitan dengan kedua guru dan kedua kakak perguruannya setelah selesai berkemas. Namun, baru saja langkah kaki melewati pintu gerbang, Haoyun memanggilnya. “Kakak pertama, Kak Haoyun, kalian tidak perlu m
Begitu menjauh dari desa, Songrui mendapati dirinya digendong oleh seseorang. Ketika menengok, wajah seseorang yang dikenali membuat Songrui tak nyaman. “Guru, turunkan aku. Aku bisa berjalan sendiri,” ucap Songrui dengan suara melemah yang akhirnya mendapat penolakan dan bentakkan dari guru misterius. “Berbicara saja kau hampir tak mampu, masih bilang mau berjalan sendiri!?” “Guru, a-aku, ma-maafkan aku.” “Siapa yang kau panggil guru!? Aku bukan gurumu! Diamlah jika tidak ingin kulempar dari sini!” Songrui tak berani lagi berucap mendengar ucapan guru misterius. Diliriknya lagi ke samping kiri dan kanan sebelum kesadarannya benar-benar menghilang. Guru pemabuk dan guru judi juga melakukan hal yang sama terhadap kakak pertama dan Haoyun. ****** Ketika tersadar, Songrui mendapati dirinya telah berada di dalam kamarnya. Dia termenung saat baru beranjak dari tempat tidur. “Aneh?” Alis keningnya mengernyit beriring kedua tangan meraba beberapa bagian tubuhnya sendiri. Semua
“Xiongrui!” Keberadaan Songrui diketahui sang guru entah bagaimana caranya. Mau bersembunyi pun, sudah terlambat.Songrui lantas keluar dari balik batu besar. Ia melangkah ragu sambil memasang wajah canggung. Air terjun terlihat kembali mengalir. Dan perlahan, angin sejuk membiaskan air, hingga mengenai kulit wajah Songrui. Sang guru pun mulai terbang--mendekati Songrui setelah menyelesaikan ritualnya “Guru, bolehkah aku bertanya?” Alih-alih meminta maaf karena telah membuntuti sang guru, Songrui justru bertanya. Ia lebih tertarik mencari tahu tentang identitas asli dan jurus rahasia yang digunakannya. "Jurus yang digunakan tadi, apakah itu ‘seratus pedang bayangan?’“ tanyanya lagi, “Di dunia ini, setahuku, hanya satu orang yang bisa menggunakannya. Apakah guru adalah pendekar legenda itu?” Mata Songrui masih berbinar, menatap sang guru penuh harap. Semoga, jawaban yang akan dia dengarkan, sesuai dengan dugaannya. Sang guru menarik napas panjang seolah pasrah harus menjawab
“Kau akan tahu dengan sendirinya saat kau keluar dari sini.” “Pergilah, Xiongrui. Kau tidak diterima lagi tinggal di sini!” “Kami tak bisa menjadikan seseorang yang membunuh gurunya sendiri sebagai murid kami” Kedua guru itu masih bersikukuh dengan pendapat mereka.Songrui terdiam sejenak. Ia berpikir bahwa seluruh dunia telah menolaknya. Semua orang memperlakukannya dengan buruk sejak fitnah itu tersebar. Biksu tua yang menyelamatkannya juga melemparkan dia ke perguruan ini dengan suatu alasan. Dan sekarang, para guru juga melakukan hal yang sama setelah mengetahui identitasnya, seolah ia tak layak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kembali. “Aku tidak membunuh guruku!” tegas Songrui, “jika fitnahan itu benar, maka aku akan meninggal dengan cara tragis! Dan, aku tak akan bereinkarnasi lagi!” Meski telah bersumpah mengutuki diri sendiri, tapi kedua guru itu memasang wajah datar. Sikap kedua guru berubah drastis dari yang dia kenal sebelumnya. Mereka sangat dingin,
DEG!Mata Songrui terbuka lebar tak berkedip! “Me-menutupnya?” Mulutnya berucap kaku. Sang guru lalu menatapnya dalam. “Ini untuk kebaikanmu. Percayalah pada guru.” “Kenapa harus menutupnya?” Guru misterius terdiam sejenak. Lalu menoleh ke samping, menatap lama akar Lanchu. “Jika ada kemungkinan lima persen, apakah kau mau mencobanya?” “Tentu saja!” sontak Songrui berucap yakin meski belum tahu apa yang dimaksud sang guru.Hanya saja, terselip kepercayaan bahwa sang guru memiliki alasan yang tak akan merugikannya. “Bahkan jika nyawamu harus dipertaruhkan?!” Guru misterius bertanya lagi sambil menatap tegas. Bagi Songrui, mempertaruhkan nyawa bukanlah masalah besar asalkan ada kemungkinan. Meski sedikit, akan ia lakukan! “Guru, tenang saja! Nyawaku telah berkali-kali dipertaruhkan. Tidak masalah jika harus mengulangi hal yang sama.” Melalui persetujuan Songrui untuk menutup meridiannya, guru misterius bersama kedua guru bekerjasama. Mereka mulai menggunakan energi masing-mas
Tak lama, ketiga guru yang terpental jauh pun berusaha berdiri. Berjalan di tengah asap yang membuat samar pemandangan, mereka berusaha mencari keberadaan Songrui dalam keheningan.Hanya saja, ketiganya tak banyak berharap karena yakin pemuda itu telah mati. Siapa yang sanggup bertahan bila ledakan luar biasa tersebut di tubuhnya? !!! “Dia!?” Kedua guru memandang heran melihat tubuh Songrui yang tergeletak di rerumputan. “Bagaimana mungkin?!” Tatapan heran tergambar di wajah para guru.Ledakkan energi tadi, seharusnya telah menghancurkan tubuh Songrui berkeping-keping. Namun nyatanya, sedikitpun luka atau goresan tidak dimiliki Songrui. “GURU!” Haoyun dan murid pertama, yang baru sampai setelah berupaya menyusul kedua guru, berteriak panik. Namun, belum sempat memproses informasi, kakak-kakak seperguruan Songrui itu justru telah diperintahkan untuk membawanya yang pingsan kembali ke perguruan. Dalam ketidaksadaran Songrui, ketiga guru berdiri di sisi tempat tidur sambil men
“Aiya!” guru penjudi berdiri tegak. Menggerakkan pinggulnya lalu menepuk-nepuk bahu. “Si tua bangka itu benar-benar membuat repot saja!”Songrui mengulurkan buku ke depan guru penjudi.Sepertinya buku itu bukan penyebab guru penjudi kesal, melainkan karena guru misterius. “Guru, apa kau tahu di mana guruku berada?”“Jangan tanya aku! Sepertinya untuk waktu yang cukup lama dia tidak akan menemuimu!” “Kenapa?” sontak tanya Songrui.Tak menyangka guru misterius membahayakan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan Songrui saat itu.Guru misterius kehilangan banyak energinya di saat membantu Songrui membuka kembali titik meridian yang terkunci.Ditambah lagi setelah kejadian itu, sang guru menggunakan energinya untuk membantu pemulihan Songrui. “Pantas saja setiap berlatih energi di dalam tubuhku banyak yang hilang.”Ternyata, energi yang aku gunakan adalah pemberian guru.Songrui melamun menatap kedua telapak tangannya. “B