Share

Bagian 7

Ameera menatap sendu ke luar jendela kamar yang terbuka, sementara di sana penampakan tak elok terpampang nyata. Sisa-sisa pertarungan sengit antara Drake dan Ash telah meninggalkan kerusakan yang cukup mengesankan. Bahkan jika hanya puing-puing yang terlihat, tetapi tampaknya itu tidak membuat Ameera berpaling barang sejenak.

Pandangannya lurus menghunus ke arah depan tanpa peduli jika di atas tempat tidur, ada Ash yang tengah terbaring miring menghadap ke arahnya dalam raut bosan. Ini sudah 1 jam berlalu dan Ameera seolah belum terbangun dari lamunan panjang yang tak berujung.

Bangkit dari pembaringannya, Ash kemudian berjalan mendekat ke arah Ameera. Dia berkata, "Hei, apa kau akan terus diam seperti ini? Kau tidak lupa, kan? Sejak satu jam yang lalu Yuu dan Ervan sudah meninggalkan tempat ini. Bukankah seharusnya kita mengejarnya?"

Ketika Ash pikir Ameera mungkin tidak akan mendengarkan, sebaliknya dia cukup terkejut begitu mendengar ada respon yang berasal dari manusia mirip manekin itu.

"Aku tahu," kata Ameera, lemas. Dia berbalik menatap Ash yang berdiri menjulang di hadapannya. "Aku berdiam diri di sini dan tidak menahan ketika Yuu pergi, bukan berarti aku telah menyerah akan dirinya. Hanya saja, aku sedang menunggu," tambahnya.

Kening Ash berkerut. "Menunggu apa?"

"Malam hari, ini masih sore."

Manik Ash kontan melebar, meski begitu, dia mengendalikan raut wajahnya secepat yang dia bisa dan menggantinya dengan mimik datar. Jelas, Ash tidak pernah mengira bila Ameera kemungkinan berencana membiarkan Yuu kembali berada dalam masalah.

Tentu, malam hari adalah waktu yang tepat bagi Fredrick mengirimkan pembunuh lain untuk mengincar Yuu, atau kemungkinan dia akan menciptakan sosok Drake yang baru. Itu akan mudah baginya jika Ash tidak berada di sekitar Yuu.

Menghela napas, Ash bergerak mengusap kepala Ameera sementara gadis itu terdiam seolah itu bukan hal baru. "Jika kau berniat membuatnya kembali diserang, aku hanya perlu menolongnya lagi, kan? Apa itu rencanamu?" tanya Yuu.

Ameera mengangguk. "Ya," ucapnya dibarengi raut wajah kaku. "Dasarnya, kehidupan damai yang diimpikan Yuu tidak akan pernah terjadi. Kau tahu kenapa, Ash? Karena Ayahku tidak akan pernah berhenti mengejarnya sebelum Yuu terbunuh."

Ash berdecak. "Seharusnya kau mengancamnya dengan kalimat serupa sebelum pemuda keras kepala itu pergi. Dia mungkin tidak akan pergi dengan wajah sombongnya. Sial! Aku benci bocah itu!" Ash menggerutu sembari duduk di lantai. Tangannya meraih jemari Ameera lalu memainkannya seolah itu adalah benda. "Kau seakan memintaku bekerja dua kali. Tidakkah kau sadar bahwa aku benar-benar bosan berhadapan dengan Drake yang dihidupkan berkali-kali. Dia lemah."

"Berhenti mengeluh! Ikuti saja rencanaku!" balas Ameera mengeram jengkel. Wajahnya terlihat masam sementara dia menghempas tangan Ash. "Dan satu lagi, berhenti memainkan jari-jariku!" makinya.

Ash terkekeh. "Ah maaf, aku pikir jemarimu ranting kayu." Pria itu sekali lagi terbahak, tidak peduli seberapa jengkel Ameera akan tingkahnya.

Jujur saja, Ash punya sisi buruk seperti ini selain suka berkelahi dan terkadang pemarah.

"Diam lah!" bentak Ameera dan beruntung Ash ingin mendengarkan. Gadis itu bangkit dari posisi duduknya, berjalan mengitari kamar seolah dia tengah memikirkan sesuatu yang teramat berat dia pikul. "Dengar, Ash. Aku tahu ini salah, tetapi jika Yuu tidak diberi pelajaran keras, dia tidak akan mau mendengarkan. Jadi, aku berharap dia terluka cukup parah hingga harus memohon."

Ash menyeringai. "Aku tidak tahu kau punya sisi jahat seperti ini. Tetapi, aku suka."

Manik Ameera bergulir cepat begitu mendengar kekehan Ash di belakang tubuhnya. Dan kemudian diredam sesaat setelah gadis itu berbalik dengan raut mengancam.

Ash terlihat menahan tawa. Dia kembali berucap, "Akhir-akhir ini pun kau terlihat berbeda. Bahkan aku terkejut saat menyaksikan usahamu yang cukup maksimal untuk menahan si Kepala Batu hingga harus bersujud di depannya. Hanya saja, meski kau seorang Puteri, dia benar-benar besar mulut saat menolakmu. Sepertinya, di matanya kau hanyalah ulat sutra yang baru berusaha menggapai pucuk daun. Itulah mengapa dia tidak yakin denganmu."

Ameera mendadak jengkel. "Sial! Berhenti mengataiku! Asal kau tahu, aku sendiri baru merasakan malunya meski niatku tulus." Gadis itu membuang napas kesal. "Yuu tidak ada bedanya denganmu, sama-sama menjengkelkan!"

"Hahaha! Baiklah, aku menyerah."

Puas mengejek gadis itu, Ash segera bangkit lalu mendekati Ameera. Wajahnya pun berubah serius seolah sisa kekanakan di sana tidak pernah ada sebelumnya. Ameera sama diamnya ketika Ash meraih jubah besar miliknya lalu memakaikannya. Membungkus dan menutupi tubuh Ameera yang mungil hingga nyaris terbenam.

"Hari sudah mulai gelap, jadi pakai jubahmu. Sebaiknya kita segera menyusul. Rencanamu akan berantakan bila kita terlambat dan justru membiarkan Drake berhasil melenyapkan Yuu."

Ameera mengangguk. "Benar, kemungkinan besar Yuu dan Ervan masih berada di perbatasan menuju hutan."

"Apa kau tahu ke mana Yuu akan pergi?"

Ameera menggeleng. "Tidak pasti, tetapi aku punya dugaan bahwa keduanya jelas menuju Kerajaan Erdamus."

Tidak ada tempat yang paling mungkin akan dikunjungi Yuu setelah mendengar impian pemuda itu. Hidup dalam kedamaian, sementara Kerajaan Erdamus terkenal akan poin plus tersebut. Jelas, Yuu akan membawa Ervan ke sana setelah lepas dari perbudakan di Ernes yang kelam.

Hanya saja, Yuu ibarat bayi yang baru saja lepas dari cangkang. Sosok yang hanya terkurung menyedihkan di dalam sangkar kelam perbudakan Ernes, dan karena itulah dia tidak akan tahu seberapa keras dunia luar akan menamparnya tanpa dukungan.

Ameera menyipitkan mata sembari menatap ke arah jalan gelap ketika dia baru saja keluar dari rumah.

"Yuu, kupastikan kali ini aku akan mendapatkanmu!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status