"Yuu, sejak awal kau bukanlah Puteraku. Kau adalah Pangeran Kerajaan Eros yang sah seperti yang dikatakan oleh mereka berdua. Dan aku, Ervan, diperintahkan langsung oleh Raja Ryuu untuk menyelamatkanmu." Yuu tercengang ketika menyaksikan Ervan mendadak berlutut di hadapannya. "Yang Mulia, sepertinya, memang sudah saatnya Anda kembali ke tempat asal Anda," ujarnya formal, terdengar asing di telinga Yuu.
Sementara kini, duduk di kamar dengan wajah pias, Yuu masih tidak habis pikir ketika kalimat itu terngiang kembali di kepalanya. Bagai terkena serangan kejut yang lebih mengejutkan ketimbang berhadapan dengan sosok pembunuh seperti Drake, pikirnya. Tidak ada dugaan sedikitpun bahwa pria yang selama ini dia anggap ayah, bukanlah benar apa yang dia harapkan.Rasanya, ini lebih menakutkan.Meremas rambut dengan kuat, Yuu mengerang dengan wajah kesal."Kau terlihat sangat frustasi."Yuu menghela napas, sesaat setelah mendengar suara Ash yang nyatanya telah berdiri sembari bersandar di kusen pintu masuk. Wajah pemuda itu lantas terlihat lebih keruh. Ash sontak terkekeh.Yuu berbalik, hendak menyembunyikan raut wajahnya. "Kau sepertinya tidak punya aturan. Tidakkah kau diberitahu bahwa masuk ke dalam kamar orang lain seenaknya itu tidak diperbolehkan?!" sindir Yuu, menambahkan emosi dalam kalimatnya.Alih-alih membalas, Ash justru terbahak seolah sengaja mengejek. Dia kemudian berjalan masuk tanpa beban bahkan jika kini sepasang netra Yuu melotot ke arahnya. Ash mengangkat tangan, hendak memperlihatkan bahwa dirinya tidak berbahaya, dalam artian tidak akan menyerang."Hei, Pangeran baru," panggilnya, lalu duduk di sebelah Yuu. Tidak peduli bagaimana risihnya pemuda itu ketika Ash merangkul bahunya seolah mereka adalah teman akrab. Ash berbisik, "sejujurnya, aku tidak peduli bila kau benar adalah penguasa Eros yang sah. Sebab bagiku, aku hanya melayani Ameera dan sampai kapanpun itu tidak akan berubah."Yuu menghempaskan lengan Ash di pundaknya. Berbalik menyerang pria tampan itu dengan pelototan yang jauh lebih menakutkan. Kilat di balik sepasang netra Yuu menunjukkan kesan permusuhan yang jelas.Yuu mendesis, "Aku juga tidak membutuhkan orang sepertimu!"Ash menyeringai. "Kalau begitu bagus, tetapi untuk sekarang aku hanya menjalankan perintah Ameera untuk menjaga Pangeran lemah sepertimu." Ash sengaja menambah keruh suasana. "Jadi, tenang saja bila sosok semacam Drake akan datang kembali. Aku ini sangat kuat, kau bisa bergantung padaku."Tersulut, tanpa peringatan, Yuu menerjang jatuh sosok Ash hingga terbaring terlentang di atas kasur sementara Yuu menguncinya dari atas. Maniknya berkilat lebih merah dari yang biasanya. Ash sampai terkesima untuk beberapa saat sebelum akhirnya tertawa mengejek.Yuu mendesis sinis, "Aku akan membunuhmu juga!" Hanya saja ....Prang!!"Oh, tidak! Apa yang kalian lakukan!"Dalam hitungan detik, Ash membalik keadaan menyadari kelengahan pemuda itu. Yuu sendiri tidak berpikir bahwa Ameera akan muncul dan menjatuhkan nampan berisi bubur di sana. Wajah gadis itu terlihat pias, perpaduan antara pucat dan syok.Dengan tangan gemetar, Ameera membekap mulut sembari berkata, "Mungkinkah kalian—""Apa yang kaupikirkan, Bodoh!" suara Ash melengking lebih keras. Cepat-cepat menyingkirkan tubuh Yuu di sekitarnya. "Jangan coba-coba memikirkan hal menjijikkan!" tambahnya, mendadak bergidik."Apa kalian selalu seperti ini? Masuk tanpa izin ke kamar orang lain," sinisme itu berasal dari Yuu sementara maniknya menyorot Ameera penuh permusuhan.Ameera membuang napas. "Baiklah, aku minta maaf sekaligus mewakili Ash yang tidak akan mungkin mengatakan kalimat semacam itu. Namun, saat ini kau perlu makan sebab kita akan membahas sesuatu yang penting setelahnya.""Dia tidak akan mendengarkanmu," celetuk Ash sementara wajahnya terlihat acuh. Ameera lekas melotot ke arah pria itu.Yuu berpaling. "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku sudah cukup mendengar kenyataan ini tetapi selebihnya tidak lagi. Aku tidak ingin mendengar apapun. Aku tidak peduli jika ini benar."Ash bersiul. "Benarkan, dia tidak akan mendengarkan."Ameera sontak terdiam.Jauh-jauh hari, setelah berhasil menafsirkan semua potongan mimpi yang dia dapatkan dan mengaitkannya dengan fakta yang ada, Ameera telah menduga bahwa tidak akan mudah membujuk Yuu.Seperti yang diharapkan, Yuu cukup keras kepala dan bahkan bersikap acuh tak acuh. Ameera telah menerka kemungkinan ini, hanya saja dia tidak akan menyerah semudah itu dan berakhir sia-sia. Ameera sudah memutuskan dan tidak akan ada yang dapat mengubahnya.Bagaimanapun, dia harus mengembalikan takhta Kerajaan Eros kepada pemilik yang sebenarnya, atau jika tidak, ayahnya akan semakin bertingkah semena-mena dan membuat rakyat yang tidak bersalah terus terpuruk dalam penderitaan.Ameera tidak menginginkannya!Ya, masa depan yang suram itu tidak boleh terjadi di Eros!Sampai akhirnya, tidak hanya Ash yang tercengang, namun bahkan Yuu yang sedang tidak dalam suasana hati yang baik mendadak membeku. Tepat di hadapan mereka, Ameera bersimpuh, seolah memaksa Yuu untuk melihat ke arahnya. Ash nyaris mengamuk melihat hal tersebut, namun gerakannya terhenti begitu mendengar suara gadis penakut itu bergetar dalam keyakinan."Sejujurnya, kau membuatku sedih dengan berkata demikian seolah Kerajaan Eros bukanlah apa-apa. Hanya saja, sebagai orang yang tahu masa depan kerajaan, tentu aku tidak bisa tinggal diam. Jadi, tolong pertimbangkan kembali hal ini. Kerajaan Eros sedang tidak baik-baik saja, mereka membutuhkan penguasa yang sebenarnya."Sempat tercengang menyaksikan gadis itu berlutut, tetapi pada dasarnya Yuu tidak berniat menunjukkan simpati.Yuu berkata dingin, "Aku berterima kasih kepada kalian yang telah menyelamatkan bahkan membebaskan kami dari perbudakan." Dia mengeraskan rahang. "Akan tetapi, aku tetap pada pendirianku! Aku dan Ayahku akan meninggalkan Ernes dan memulai kehidupan yang lebih damai." Mengepalkan tangan, Yuu menambahkan, "kami tidak ingin menderita lagi.""Jadi, katakan siapa kau?!" Yuu adalah orang pertama yang bertanya ketus setelah suasana tenang di dalam pondok. Mereka duduk berhadapan hanya dengan beralaskan tikar anyam yang bahkan sudah lapuk. Sementara Ash berdiri bersandar di ambang pintu dengan ekspresi gelap yang tidak berhenti muncul di wajahnya, menatap Jeffrey dengan aura membunuh yang bisa saja meledak hanya dengan sedikit pancingan. Beruntung, Jeffery bukan tipe kompor yang gemar mengadu. Di lain sisi, Ameera duduk berdampingan dengan Yuu. Berhadapan dengan pria yang mendadak merasa tidak dia kenali meski dia telah terkurung bersamanya selama beberapa hari di dalam goa. Ada raut penghakiman yang menuntut kejelasan di wajahnya dan Jeffrey mengerti suasana ini. Pria itu justru tersenyum kecil, berusaha untuk tetap tenang di situasi yang kapan saja bisa berubah. "Seperti yang kalian dengar, namaku Jeffrey." Menatap si peramal, dia menambahkan, "dan pria tua ini, adalah guru sekaligus Kakekku." "Apa?!"
Yuu bangun sangat pagi, sama seperti hari-hari sebelumnya dan mendadak benci kebiasaan ini jika saja dia tidak melihat hal buruk yang merusak paginya. Ameera dengan tidurnya yang serampangan dan Ash yang terkadang mengigau tidak jelas hingga fajar. Meski begitu, kedua orang itu tidur sangat lelap. Satu-satunya alasan mengapa Yuu selalu terbangun lebih awal karena mimpi buruk yang kerap menghantuinya, dan kian diperparah sejak meninggalnya ayahnya. Ketika Yuu terkurung di kawasan budak, dia sering memimpikan tentang kebakaran besar yang dia sendiri bahkan tidak pernah melihatnya. Dan dia baru menyadari bahwa itu ternyata berkaitan dengan kehancuran klannya berdasarkan penjelasan Ameera juga ayahnya. Jauh di lubuk hatinya, dia bersikeras bahwa semua yang dia lakukan untuk bertambah kuat adalah untuk membalaskan dendam ayahnya, tetapi Yuu tidak bisa menampik sebagian kecil dalam benaknya yang mendesak mengakui keberadaan naga dan asal-usulnya sendiri. Yuu selalu ingin melari
"Apa maksudmu? Jadi, Jeffrey adalah roh leluhurmu?" Ash menoleh, sedikit terkejut mengetahui bahwa Ameera telah sadarkan diri. Gadis itu bahkan sudah bisa menggerakkan tubuhnya mendekat ke arah mereka meski raut wajahnya kadangkala meringis. "Siapa Jeffrey?" Ash balik bertanya dengan raut tidak suka. "Pria yang sudah kau serang." Ameera beralih kepada Yuu sambil melanjutkan, "apa kau yakin, Yuu? Meski mencurigakan, tetapi aku masih ragu bahwa Jeffrey adalah Roh yang telah menculikku. Selama berada di goa bersama, dia tidak menyakitiku." Meski rasanya Ash ingin mengamuk mengetahui bahwa pria yang memiliki aura sangat kuat dan begitu mirip dengan si roh penculik adalah pria yang cukup gagah, tetapi dia sadar bahwa sekarang bukan saatnya melampiaskan emosi yang tidak berguna. Dia tidak ingin memperlihatkan perasaan cemburu tidak pada situasi yang baik. Akan sangat merugikan bila musuh muncul dan dia kehabisan energi. Pada akhirnya Ash hanya mengepalkan tangan sembari membuang napa
Ameera bisa melihat suasana semakin runyam. Ash tidak berhenti melakukan serangan hingga Jeffrey terpaku di posisinya seolah pria itu tidak sanggup bangkit. Memikirkan banyak hal, Ameera mulai skeptis jika Jeffrey adalah orang yang sama dengan roh yang telah menculik dan membuatnya terkurung di goa yang gelap. Keraguan terbesit di benaknya, dan jika itu benar, maka Ash telah menyerang orang yang salah!Lagipula, jika Jeffrey adalah jelmaan roh itu, bukankah dia cukup kuat untuk melawan balik Ash? Namun yang terlihat justru sebaliknya. "Aku harus menghentikan Ash! Ini mungkin hanya salah paham!"Yuu melotot bukan main mendengar penuturan Ameera. Sontak dia menarik gadis itu agar tetap berada di balik persembunyian mereka. "Apa kau gila! Jika musuh melihatmu lagi, Ash hanya akan terganggu!" bentak Yuu. Ameera bersikeras, "Jeffery bukan makhluk itu, dia sama denganku, kami berdua juga korban penculikan!"Sikap keras kepala dan tidak ingin kalah Ameera telah membuat Yuu berang. Pemuda
"Apa yang ingin kamu lakukan?" Jeffrey tidak menoleh ketika dia mendengar pertanyaan Ameera yang setengah berbisik. Meletakkan jari telunjuk di depan bibir, Jeffrey memberi isyarat agar Ameera tetap diam. Gadis itu menurut dengan mudah. Pria itu melangkah perlahan ke arah mulut goa, mendekatkan daun telinga tepat di sisi batu besar yang menghalangi pintu keluar mereka. Pria itu seketika menyeringai. "Roh itu tidak ada," katanya. "Benarkah?" Jeffrey mengangguk kembali. Setengah senang Ameera berjalan cepat ke arah Jeffrey. "Tunggu apa lagi, bukankah kau memiliki rencana untuk keluar dari tempat ini?" "Memang," seru Jeffrey percaya diri. Ameera masih tertelan euforia ketika menyadari bahwa ada sesuatu yang janggal. Mengamati Jeffrey yang tengah mengambil ancang-ancang untuk memecahkan batu besar di depannya, gadis itu mendadak mengerutkan kening. Sedikit pelan, Ameera bersuara, "Jeffrey, bukankah kekuatanmu telah disegel oleh Roh itu sehingga kau tidak bisa bergerak?" Kali ini
Sudah nyaris dua hari Ameera belum ditemukan. Selama itu pula, Yuu berusaha meyakinkan Ash agar tetap menjaga kewarasannya. Tanpa Ameera, Ash jelas bukan manusia hidup yang selama ini Yuu kenal. Bukan lagi pria hebat yang mengalahkan Drake hanya dengan sekali serang langsung mematahkan lehernya. Pada akhirnya, Ash berubah menjadi pria uring-uringan yang tampak kehilangan jiwa. "Kau benar-benar menjengkelkan!" Yuu menggertak sembari menyeret tubuh Ash yang masih saja berbaring di atas tanah. Ngomong-ngomong, mereka membuat kemah di pinggiran hutan desa dan tanpa tenda. Beruntung mereka memiliki api unggun untuk menghangatkan tubuh. Tetapi tampaknya, Ash sendiri telah membeku; hati dan jiwanya lebih tepatnya. "Aku tidak tahu di mana Ameera berada," Ash bergumam lemas. Di satu sisi, Yuu menggerakkan gigi dengan kesal. "Justru jika kau seperti ini, si Tuan Puteri tidak akan pernah ditemukan. Jadi, bangkitlah, brengsek!" Ash mengangguk tidak yakin. "Yuu," panggilnya, semen