Dalam acara makan itu ada tanggungjawab yang secara tak langsung diserahkan Hongli kepada Yuan. Tapi anehnya, sang pangeran malah sempat tersenyum licik mendengar semua perkataan Hongli barusan. Fengyin memperhatikan belahan jiwanya dengan seksama mengartikan semua makna yang tersirat dalam gerak-gerik milik Yuan, berusaha memahami apa yang sedang dipikirkannya.
“Nah, sekarang karena kau telah resmi menjadi bagian dari kami, kau harus belajar bagaimana cara hidup dengan gaya Ner’iatu.” Hongli menjelaskan dengan piring yang sudah kosong di tangan, “pertama, mengenai gaya bertarung dan bertahan hidup, aku akan mengajarimu cara bertarung seperti yang dilakukan Gao saat melawanmu tadi. Tapi pertama, kau harus punya pisau hitam dulu.”
“Di mana aku bisa mendapatkan pisau itu?”
Hongli menggeleng, “kau tidak akan mendapatkannya. Kau harus membuatnya.”
“Aku belum pernah menempa satu besi pun dalam hidupku.”
“Tenang saja, Doanghai adalah salah satu pandai besi terbaik di sini. Dia bisa mengajarimu.”
“Siapa itu Doanghai?”
Selesai makan mereka semua memutuskan untuk masuk ke bagian goa yang lebih dalam lagi. Dengan bermodalkan obor sebagai penerangan, cahayanya memberikan kemilau memantul dari batu-batu hijau yang berserakan di sepanjang jalan. Udara di tempat ini jauh lebih sedikit.
“Kemana kita akan pergi?” Tanya Fengyin.
“Kita akan pergi ke Tanur, tempat pengolahan logam Kraiman. Ini adalah logam terkeras yang ada di bumi. Enam kali lebih keras daripada titanium. Menempanya pun tidak bisa menggunakan api biasa, harus menggunakan api dari magma bumi.”
Sekitar lima belas menit kemudian mereka tiba di tempat yang bertemperatur tinggi. Aura merah dari nyala api mengaung ke seluruh ruangan khusus penempa besi. Aliran magma yang bersemayam di dalam perut vulkanik bergejolak penuh amarah, mengalir masuk ke dalam perangkat penampungan untuk dipakai sebagai pelunak besi.
Ada seorang lelaki muda yang sedikit lebih tua dari Yuan terlihat sedang mengoperasikan alat itu. Dia sedang menarik tuas besar. Tubuhnya mengkilap memantulkan cahaya merah dari cairan api karena keringat.
“Hongli?” Katanya begitu melihat seorang wajah yang familiar, “aku tidak tahu kau akan mampir.”
“Aku sengaja membawa dua tamu kita untuk membuat senjata mereka sendiri. Bagaimana kabarmu Doanghai?”
Tapi lelaki itu tidak langsung hilang fokus kepada Yuan. Matanya berbinar seketika dengan senyum yang tiba-tiba merkah sangat lebar.
“Kau … kau adalah dia! Oh Tuhan aku tidak percaya akhirnya hari ini tiba juga. Hai, aku adalah Doanghai Dwei, suatu kehormatan bertemu denganmu, Saniyala.” Dia rukuk tepat di hadapan Yuan.
Antusiasnya benar-benar di luar kendali sehingga menimbulkan rasa tak nyaman pada Fengyin. “Ada apa dengan orang ini?”
“Dia adalah ahli tempa besi terbaik kami. Dia bertugas di Tanur untuk memastikan alat ini beroperasi dengan baik. Dan seperti yang kau lihat, dia adalah salah sedikit orang yang percaya dengan ramalan itu. Sama sepertiku.”
“Sudah lama sekali aku ingin bertemu denganmu. Doaku kepada langit tidak pernah terputus menantikan seorang utusan yang akan menyelamatkan kami kelak dan membawa kami ke surga di permukaan. Aku ucapkan terima kasih yang terdalam telah bersedia menemui hamba di bawah sini, oh Saniyala yang agung.”
Yuan menatap dalam kepada mata hijau milik Doanghai sampai menimbulkan perasaan aneh campur aduk. Antara takut dan terkesima, seperti itulah perasaan Doanghai saat ini. Sementara pandangan Yuan berkata lain, dia melihat senar-senar yang keluar dari tubuh orang ini sangat terang. Hampir sama seperti milik Hongli, hanya saja lebih fleksibel dan tidak kaku.
Yuan kemudian tersenyum menepuk pundaknya, “Doanghai, aku bisa melihat ketulusanmu. Dari semua orang di sini, kau dan Hongli adalah satu-satunya orang yang percaya padaku. Hanya saja aku datang ke sini untuk mengambil pisauku.”
“Mengambil? Mungkin maksudmu menempa. Maaf Saniyala, sudah menjadi tradisi bagi setiap Ner’iatu untuk membuat pisau mereka sendiri. Pisau akan mengabdi dengan baik hanya kepada pembuatnya.” Doanghai menjelaskan.
Tapi Yuan seperti tidak setuju dengan semua itu. Dia menatap tajam Doanghai dan menggunakan kekuatannya, “kau akan membuatkan pisau untukku. Pisau terbaik dari semua pisau yang pernah kau buat, paham!”
Dada Doanghai berhenti berdegup untuk sesaat. Dentuman dari suara Yuan menggetarkan alam bawah sadarnya melayangkan perintah yang tak bisa ditolak. Bahkan Hongli sendiri sampai bungkam tak bisa berbuat apa-apa. Padahal jelas saat ini Yuan telah menyalahi tradisi Ner’iatu.
Doanghai mengambil batu hitam di salah satu tempat penyimpanan dan mulai menempanya. Suasana kembali menjadi berat. Hongli hanya bersandar di depan pintu memperhatikan Doanghai bekerja membuatkan pisau untuk Yuan. Nampak jelas ada ketidaksetujuan dalam ekspresinya.
Tapi Yuan seperti tidak peduli. Matanya nanar melihat setiap proses demi proses yang dilakukan oleh Doanghai dari awal sampai akhir pembuatan. Fengyin melihat kekasihnya kembali dengan mata sendu. Ada yang kekuatan yang tak dimengerti oleh gadis itu pada diri Yuan. Dan itu menimbulkan rasa khawatir di dalam dirinya.
“Doanghai.”
“Ya, Saniyala?”
“Berapa lama sampai pisauku selesai?”
“Harap bersabar, tidak mudah untuk melunakkan batu sekeras Kraiman. Saat ini batu itu sedang dilunakkan di dalam tungku besi ini. Butuh sekitar dua puluh menit. Harap bersabar, aku bisa melihat Kraimannya sudah mulai mencair.”
[Lemparkan batu hijau ke dalam tungku!]
Yuan melihat ada batu hijau seukuran telapak tangan di bawah kakinya. Semua mata kaget bukan main ketika melihat bocah itu melemparkannya ke dalam tungku besi yang sedang bergejolak.
“Apa yang kau lakukan?!” Hongli berteriak dari kejauhan.
“Saniyala! Kau harusnya tidak memasukkan batu hijau itu ke dalam sana.” Doanghai coba mengeluarkan batu itu menggunakan tongkat besi.
Terlambat. Batu hijau itu telah meleleh bercampur dengan batu Kraiman. Cahaya hijau menyeruak keluar dari tungku bersama dengan kilatan listrik kecil. Tak lama kemudian tungku itu meledak menggetarkan seluruh ruangan. Perangkat Tanur lainnya sampai rusak mengeluarkan asap mengepul di udara. Untunglah penampung magma cair yang bergejolak tidak pecah.
Dalam ledakan yang mengguncang seluruh ruangan, sebuah belati tanpa gagang yang belum terbentuk sempurna terlempar ke udara menancap tepat di depan kaki Yuan. Belati itu berwarna hijau terang bersinar dalam kegelapan. Warna hitam dan corak-corak hijau yang berkesinambungan menjadi hiasan tersendiri memberikan keunikan pada pisau itu.“Kau seharusnya tidak mencampurkan batu hijau dengan Kraiman.” Hongli dan Doanghai kelabakan membenahi bekas ledakan dari tungku api.“Kenapa tidak?” Tanya Yuan sembari menggamit belati itu dari lantai.“Batu hijau itu kami menyebutnya Gogonit, sangat tidak cocok untuk dijadikan peralatan. Dengan mencampurkan Gogonit dan Kraiman, pisau itu tidak sekeras pisau yang biasa kami gunakan. Tidakkah kau lihat dia juga menjadi lebih lentur dari pisauku ini?”Bocah itu mengecek kekerasan pisaunya. Memang benar sedikit lebih lembut dari pisau milik Hongli. Tapi, begitu dalam genggaman Yuan, pisau itu bergetar mengeluarkan suara dengung ringan. Dia coba tebas ke kiri
Suasana dingin yang menegangkan menyelimuti dua individu yang duduk berhadapan di ruang sempit berdinding batu. Obor di sudut ruangan berderak menari-nari dalam bayangan, menciptakan kesan tidak nyaman bagi mata. Hanya mereka berdua yang ada di sini—Bunda Ketua dan Yuan—dan ketegangan antara keduanya hampir bisa dirasakan.Bunda Ketua memeriksa pedang hijau milik Yuan dengan sentuhan yang penuh penilaian. Pisau itu bergetar seolah ingin kembali ke tangan pemiliknya.“Pisau ini benar-benar unik,” ujarnya dengan nada dingin.“Pisau itu milikku.”“Tidak, Yuan. Kau tahu tradisi kami. Setiap orang harus membuat pisau mereka sendiri, bukannya memaksa orang lain melakukannya untukmu. Apakah ini caramu menghargai kami?”“Aku tidak memaksa Doanghai untuk membuatkan pisauku.”“Kau pikir aku tidak sadar dengan apa yang kau lakukan padanya? Hanya karena aku buta, bukan berarti aku tidak bisa melihat seutuhnya.”Yuan hanya diam, tidak memberi jawaban.“Kami menyelamatkanmu dari kerajaan yang mengin
Fengyin, Hongli, dan Doanghai berlari kembali ke dalam Tanur, napas mereka terengah-engah dan ekspresi mereka menunjukkan kepanikan yang jelas. Sesampainya di dalam, mereka mendapati ruangan itu kosong melompong. Hanya ada mesin tempa yang rusak di sana.“Yuan! Apa kau di sini?” teriak Fengyin, suaranya bergetar penuh kecemasan.Hening. Tak ada jawaban sama sekali.“Dia sepertinya tidak ada di sini. Doanghai, kita berdua telah berada di sini sepanjang waktu memperbaiki mesin itu. Aku rasa aku pasti akan tahu jika dia datang menyelinap di belakangku.” “Ya, aura kehadiran anak itu sangat kuat. Mustahil dia bisa keluar masuk tempat ini tanpa kami lihat,” jawab Doanghai, napasnya masih berat dari usaha mengejar.“Kalau begitu, di mana dia sekarang?”“Fengyin? Kemana kau pergi?” seru Hongli, tampak panik, berusaha mengejar langkah cepat gadis itu yang tiba-tiba menghilang.Tenaga anak muda memang tidak bisa ditandingi oleh orang dewasa yang mencoba mengejarnya. Fengyin melesat melewati sem
“Apa yang kalian berdua lakukan di perbatasan malam-malam begini? Pestanya ada di sebelah sana,” kata salah satu prajurit dengan nada menegaskan, tatapannya tajam dan penuh kewaspadaan.Yuan dan Fengyin berdiri membeku, terjebak dalam situasi yang berbahaya. Setiap langkah yang salah bisa berarti kematian bagi mereka.“Tunggu sebentar, apakah kalian warga Wuyan?”“Iya, benar!” jawab Fengyin tanpa berpikir panjang.“Tapi, pakaian kalian? Jorok sekali. Kenapa terlihat begitu compang-camping?”“Ma-maaf, kami adalah anak yatim yang hidup di jalanan. Hanya ini pakaian yang bisa kami kenakan saat ini,” Fengyin menjelaskan dengan suara bergetar.“Bohong! Kami baru saja membebaskan kerajaan ini dari para pengkhianat. Tak mungkin gelandangan dari Wuyan bisa sampai sini. Kalian pasti warga kerajaan Qingce yang selamat dari penyerangan!”“Cepat tangkap mereka berdua!”Tanpa pilihan lain, Yuan melepaskan aura gelap yang mengancam dari tubuhnya. Kedua prajurit itu terdiam, tampak ketakutan dan tida
Yuan, Fengyin, dan seorang wanita asing dari Ner’iatu terpojok di tengah hutan yang gelap. Tanpa senjata atau bantuan, mereka berdiri di hadapan sekelompok prajurit yang mengancam. Tubuh mereka semua gemetar ketakutan, hanya Yuan yang berpikir keras untuk melawan.“Kalian punya dua pilihan,” kata prajurit berbadan paling besar dengan suara mengancam, “ikut kami dengan sukarela atau dengan paksa.”“Fengyin, bersiaplah,” kata Yuan, matanya bersinar tajam. “Kita hanya bisa melawan sampai titik darah penghabisan.”Brak!Sebuah pisau hitam dari Ner’iatu menyusup ke zirah prajurit berbadan besar itu dari belakang.“Argh!” Pria itu terhuyung dan jatuh ke depan, tak bisa bergerak.“Hongli! Doanghai!” seru Fengyin penuh syukur.Menyaksikan kematian temannya dalam sekejap, dua prajurit lainnya segera berbalik menyerang Hongli dan Doanghai. Suara logam bertemu logam menggema nyaring di malam yang tenang.Pisau hitam itu dengan mudah menembus perisai prajurit Wuyan. Baju zirah yang terbuat dari b
“Apa?” Fengyin dan Yuan menganga tak percaya dengan apa yang baru saja diungkapkan Hongli.“Kami baru saja diterima di sini. Aku sampai harus membunuh Gao di dalam duel, apa itu tidak ada artinya?” Yuan komplain merasa tak dihargai sama sekali.“Bunda Ketua menganggap kalian, terutama kau Yuan, adalah pembawa masalah bagi Ner’iatu.”“Tapi bukankah kau sendiri bilang kalau aku ini orang yang diramalkan? Bagaimana jika itu benar tapi aku malah meninggalkan kalian?”“Aku tadi sempat menyinggung soal itu. Tapi melihat dari apa yang telah terjadi selama satu hari ini, dia mulai ragu apakah kau orang yang memang ditakdirkan menjadi Saniyala atau bukan.”“Bagaimana denganmu, apakah kau percaya?”“Dengan segenap jiwa ragaku, aku percaya kalau kau adalah seorang utusan yang diramalkan.”“Kalau begitu, apakah tidak ada cara lain untuk meyakinkan Bunda Ketua?”“Aku sempat membuat kesepakatan dengannya.”“Kesepakatan?”“Satu minggu, dia memberimu waktu satu minggu untuk bisa membuktikan kalau kau
Hongli bertepuk tangan singkat melihat perkembangan Yuan yang cukup memuaskan. Setelah mencoba tiga kali gerakan milik Gao, dia seperti sudah menguasainya.“Bagus sekali, kecepatanmu hampir mirip dengan Gao.”“Apa ini berarti aku sudah menguasai teknik bertarung Ner’iatu.”“Itu baru satu teknik. Masih ada teknik lainnya yang perlu kau pelajari. Tapi untuk sekarang, kita istirahat sebentar,” jawab Hongli sambil tersenyum.Yuan mengambil bajunya dan memasangnya kembali. Di sudut, Fengyin masih sibuk dengan dunianya sendiri. Dengan serulingnya, ia melodi yang lembut di atas batu, terhanyut dalam kesibukan yang tampaknya tak berarti bagi orang lain.“Yuan, kulihat anak itu terus memandangimu dari jauh,” kata Fengyin, menunjuk ke arah seorang anak lelaki yang berdiri di kejauhan, terlihat seusia mereka berdua.“Hmm?” Yuan menoleh, melihat anak tersebut melambai dari jauh dengan senyum lebar dan deretan gigi yang rapi. Anak itu memegang sebuah keranjang berisi sayuran.“Siapa itu, Hongli?” t
Hantaman tongkat kayu berderak di tengah ruangan berdinding batu. Seorang anak muda dan pria berbadan besar melancarkan serangan demi serangan untuk melumpuhkan satu sama lain. Keringat membasahi tubuh mereka berdua dalam kedinginan udara bawah tanah.Yuan dan Hongli terengah-engah kehabisan napas.“Baiklah, kurasa latihannya cukup sampai di sini. Sebaiknya kau istirahat, Yuan.”“Aku belum lelah,” anak itu masih menunjukkan ekspresi penuh semangat.“Bukan kau, tapi aku yang lelah. Kita bisa lanjutkan latihannya esok hari.”Yuan kembali meneguk minuman dari cangkir bambunya. Setelah membersihkan badannya sebentar, dia menoleh ke bawah kaki dan melihat benda hitam berkilau di lantai. Itu adalah seruling milik Fengyin. Dia mengambilnya dengan hati-hati dan mencoba memainkannya sebentar. Suara yang keluar dari seruling itu hampir tak terdengar—seperti anjing yang sedang bersin—jauh berbeda dari melodi merdu yang biasanya diciptakan Fengyin.“Bagaimana dia bisa membuat bunyi yang merdu deng