“Tadinya aku pikir mereka akan menyajikan tubuh Gao untuk makan malam,” umpat Yuan pada kekasihnya, “aku tidak menyangka akan ada pemakaman di tempat seperti ini.”
Hongli menilik jenaka pada bocah itu, “kau masih mengira kami ini kanibal rupanya?”
“Memangnya kalian bukan?”
“Tentu saja bukan. Jangankan makan daging, selama hidup di dalam tanah hanya sayuran dan jamur yang bisa kami konsumsi sehari-hari. Sesekali kami muak makan itu-itu saja, karena itu terkadang ada sebagian dari kami keluar ke permukaan untuk mencari ayam atau burung yang tersesat di hutan. Tapi biasanya banyak yang tak kembali setelah pergi keluar.”
“Kenapa?”
“Tentu saja karena dibunuh oleh orang-orang permukaan atas perintah sang raja. Dan karena itu kami sangat benci kepada ayahmu.”
“...”
Proses pemakaman Gao tak lama kemudian selesai. Makamnya berada tepat di depan air terjun bawah tanah. Air terjun bak kristal menderu dari atas mengalir kian mendalam ke bawah bumi. Udara agak lembab karena cipratan dari embun bening. Di bagian kiri dan kanan berfungsi sebagai makam sedangkan di tengah ada semacam lembah yang terbuat dari oasis hijau penuh tanaman.
Ini adalah satu-satunya tempat penuh oksigen. Ada satu batang pohon dan dua rumpun bambu di sisi kiri dan kanan yang masih kokoh berdiri lengkap dengan dedaunan rindang.
“Ini adalah tempat di mana kami menanam makanan. Ada kentang, wortel, singkong, dan berbagai macam jamur. Makam-makam di atas sana berfungsi untuk memberi nutrisi pada tanah agar tanaman bisa bertumbuh.”
Yuan terkekeh, “dengan kata lain, tanaman yang kalian makan adalah hasil dari tubuh mati kerabat kalian sendiri. Bukankah itu terdengar seperti kanibal?”
“...”
Hongli memelas ketika mendengar kalimat provokasi anak itu.
“...”
“Ehem!” Fengyin menyikut Yuan, “bisakah kau berhenti menyindir mereka?”
“Maaf.”
“Tidak apa. Aku mengerti kau masih belum menerima kami sebagaimana kami masih memiliki keraguan padamu. Aku rasa itu impas. Mari kita pergi dari sini, sebentar lagi makan malam.”
Tapi melihat limpahan air terjun di depan sana membuat Fengyin ingin melakukan hal yang lain. Dia mengajak Yuan untuk pergi ke sana melihat lebih dekat. Deruan air dalam jumlah besar itu memberikan rasa tenang di dalam hati mereka berdua untuk sesaat.
Dia menadahkan tangan dan meminum airnya, “astaga ini segar sekali. Yuan, kau harus mencobanya.”
Yuan menurut. Intuisi gadis itu kembali muncul, dia melihat kemana arah aliran dari semua air terjun ini. Mereka memutuskan untuk mengeksplorasi lebih jauh dan sampailah ke sebuah kolam besar raksasa yang berada di salah satu ruangan berwarna hijau. Airnya mengeluarkan uap.
“Wah tempat apa ini? Kolam air panas?”
“Ah, kulihat kalian menemukan tempat pemandian suci kami.” Hongli tiba-tiba muncul dari belakang mengagetkan mereka berdua.
“Pemandian suci?”
“Yeah, ini bukan kolam air panas biasa. Kami percaya tempat ini bisa menyerap energi negatif dan mempercepat penyembuhan baik batin maupun fisik. Kalian bisa memakai tempat ini untuk pengobatan, atau sekedar relaksasi.”
“Kau dengar itu Yuan? Ini cocok sekali denganmu.”
“Apa maksudmu cocok?”
“Ehh… entah bagaimana mengatakannya, tapi dari semua orang yang ada di sini kau yang memiliki energi negatif paling kentara. Sebaiknya kita coba mandi di sini.”
Tanpa berpikir panjang Fengyin mulai melepas pakaiannya.
Tanpa disadari juga, masih ada dua lelaki berdiri tepat di hadapannya…
“Apa kalian akan tetap berdiri di sana sambil melihatku tanpa busana?”
“...”
“...”
Hongli dan Yuan saling pandang. Suasana canggung merambat wajah masing-masing. Dengan perasaan tak karuan mereka berdua memutuskan untuk keluar dan memberikan Fengyin sedikit privasi.
“Aku akan pergi ke aula utama untuk menyiapkan makan malam. Jangan lupa ajak Fengyin setelah kalian berdua selesai dari sini.”
Yuan mengangguk.
Setelah tiga puluh menit membersihkan diri dengan air panas kedua pasangan itu kembali ke aula utama. Seluruh Ner’iatu sudah duduk melingkar di tengah ruangan dipenuhi oleh makanan khas ala vegetarian. Makanan yang tersaji di sini adalah berbagai tumbuhan dari hasil tani di tanah pemakaman yang berada di depan air terjun.
“Malam ini kita menjamu hidangan untuk menghormati salah satu pejuang kita yang telah gugur dalam duel,” suara Bunda Ketua menggelegar di seluruh ruangan, “memang sedih mengingat kita telah kehilangan orang yang sangat penting bagi kita. Tapi tak ada yang bisa kita lakukan, dia kalah dalam duel. Yang berarti dia mati terhormat. Untuk Gao, mari bersulang!”
“Untuk Gao!” Teriak semuanya secara serentak.
“Pada saat ini juga kita akan menyambut kedatangan anggota baru di keluarga kita yang telah memenangkan duel hari ini. Kepada Yuan Qiancheng dan pasangannya, Fengyin Qiancheng, kami ucapkan selamat datang di Ner’iatu.”
Ada beberapa tepuk tangan nyaris tak terdengar dari salah satu anggota yang hadir. Kebanyakan dari mereka malah mencibir di belakang seolah masih belum bisa menerima kehadiran kedua orang luar itu.
“Aku lihat banyak mata yang tidak setuju dengan keberadaan kami di sini.” Jawab Yuan pada Hongli atas semua tatapan emosional dari semua orang.
Hongli sendiri masih sibuk menyuap makanan, “jangan hiraukan mereka. Cepat atau lambat mereka akan menerimamu.”
Fengyin mengambil kentang bakar di piringnya. Semua orang sibuk dengan makanan mereka masing-masing, tetapi mata sang pangeran masih sibuk menilik senar-senar yang muncul di tiap tubuh di sana. Pikirannya masih kalut.
“Aku masih belum terlalu mengerti dengan semua ini. Siapa sebenarnya kalian? Kenapa bisa tinggal di bawah tanah?”
“Mungkin inilah saatnya untuk mengungkapkan kebenaran tentang kami,” suara Hongli menggema, menggetarkan dinding ruangan yang dingin. “Dulu, kami hidup di permukaan seperti manusia biasa. Namun, nenek moyang kami diserbu oleh penjajah, memaksa kami meninggalkan tanah kelahiran kami. Tak ada tempat yang aman; kami selalu dikejar, disiksa, dan dibunuh.”
“Setelah pergi ke semua tempat tak menjamin keamanan, pergi ke bawah adalah satu-satunya pilihan, kami terpaksa mengubur diri di bawah tanah. Ada ramalan kuno yang mengatakan, kelak seorang nabi utusan dari langit akan datang untuk menyelamatkan kami, membawa kami ke surga dunia yang hilang. Dan aku percaya ramalan itu akhirnya menjadi kenyataan hari ini.”
“Kau percaya kalau akulah orang itu?”
“Benar. Kedatanganmu dan kemenanganmu hari ini bukan kebetulan. Engkau, Yuan Qianchen, adalah nabi yang diutus untuk menyelamatkan kami. Engkau adalah Sang Saniyala, pembawa surga.”
Hongli menundukkan kepalanya di hadapan Yuan memberi hormat.
Dalam acara makan itu ada tanggungjawab yang secara tak langsung diserahkan Hongli kepada Yuan. Tapi anehnya, sang pangeran malah sempat tersenyum licik mendengar semua perkataan Hongli barusan. Fengyin memperhatikan belahan jiwanya dengan seksama mengartikan semua makna yang tersirat dalam gerak-gerik milik Yuan, berusaha memahami apa yang sedang dipikirkannya.“Nah, sekarang karena kau telah resmi menjadi bagian dari kami, kau harus belajar bagaimana cara hidup dengan gaya Ner’iatu.” Hongli menjelaskan dengan piring yang sudah kosong di tangan, “pertama, mengenai gaya bertarung dan bertahan hidup, aku akan mengajarimu cara bertarung seperti yang dilakukan Gao saat melawanmu tadi. Tapi pertama, kau harus punya pisau hitam dulu.”“Di mana aku bisa mendapatkan pisau itu?”Hongli menggeleng, “kau tidak akan mendapatkannya. Kau harus membuatnya.”“Aku belum pernah menempa satu besi pun dalam hidupku.”“Tenang saja, Doanghai adalah salah satu pandai besi terbaik di sini. Dia bisa mengajar
Dalam ledakan yang mengguncang seluruh ruangan, sebuah belati tanpa gagang yang belum terbentuk sempurna terlempar ke udara menancap tepat di depan kaki Yuan. Belati itu berwarna hijau terang bersinar dalam kegelapan. Warna hitam dan corak-corak hijau yang berkesinambungan menjadi hiasan tersendiri memberikan keunikan pada pisau itu.“Kau seharusnya tidak mencampurkan batu hijau dengan Kraiman.” Hongli dan Doanghai kelabakan membenahi bekas ledakan dari tungku api.“Kenapa tidak?” Tanya Yuan sembari menggamit belati itu dari lantai.“Batu hijau itu kami menyebutnya Gogonit, sangat tidak cocok untuk dijadikan peralatan. Dengan mencampurkan Gogonit dan Kraiman, pisau itu tidak sekeras pisau yang biasa kami gunakan. Tidakkah kau lihat dia juga menjadi lebih lentur dari pisauku ini?”Bocah itu mengecek kekerasan pisaunya. Memang benar sedikit lebih lembut dari pisau milik Hongli. Tapi, begitu dalam genggaman Yuan, pisau itu bergetar mengeluarkan suara dengung ringan. Dia coba tebas ke kiri
Suasana dingin yang menegangkan menyelimuti dua individu yang duduk berhadapan di ruang sempit berdinding batu. Obor di sudut ruangan berderak menari-nari dalam bayangan, menciptakan kesan tidak nyaman bagi mata. Hanya mereka berdua yang ada di sini—Bunda Ketua dan Yuan—dan ketegangan antara keduanya hampir bisa dirasakan.Bunda Ketua memeriksa pedang hijau milik Yuan dengan sentuhan yang penuh penilaian. Pisau itu bergetar seolah ingin kembali ke tangan pemiliknya.“Pisau ini benar-benar unik,” ujarnya dengan nada dingin.“Pisau itu milikku.”“Tidak, Yuan. Kau tahu tradisi kami. Setiap orang harus membuat pisau mereka sendiri, bukannya memaksa orang lain melakukannya untukmu. Apakah ini caramu menghargai kami?”“Aku tidak memaksa Doanghai untuk membuatkan pisauku.”“Kau pikir aku tidak sadar dengan apa yang kau lakukan padanya? Hanya karena aku buta, bukan berarti aku tidak bisa melihat seutuhnya.”Yuan hanya diam, tidak memberi jawaban.“Kami menyelamatkanmu dari kerajaan yang mengin
Fengyin, Hongli, dan Doanghai berlari kembali ke dalam Tanur, napas mereka terengah-engah dan ekspresi mereka menunjukkan kepanikan yang jelas. Sesampainya di dalam, mereka mendapati ruangan itu kosong melompong. Hanya ada mesin tempa yang rusak di sana.“Yuan! Apa kau di sini?” teriak Fengyin, suaranya bergetar penuh kecemasan.Hening. Tak ada jawaban sama sekali.“Dia sepertinya tidak ada di sini. Doanghai, kita berdua telah berada di sini sepanjang waktu memperbaiki mesin itu. Aku rasa aku pasti akan tahu jika dia datang menyelinap di belakangku.” “Ya, aura kehadiran anak itu sangat kuat. Mustahil dia bisa keluar masuk tempat ini tanpa kami lihat,” jawab Doanghai, napasnya masih berat dari usaha mengejar.“Kalau begitu, di mana dia sekarang?”“Fengyin? Kemana kau pergi?” seru Hongli, tampak panik, berusaha mengejar langkah cepat gadis itu yang tiba-tiba menghilang.Tenaga anak muda memang tidak bisa ditandingi oleh orang dewasa yang mencoba mengejarnya. Fengyin melesat melewati sem
“Apa yang kalian berdua lakukan di perbatasan malam-malam begini? Pestanya ada di sebelah sana,” kata salah satu prajurit dengan nada menegaskan, tatapannya tajam dan penuh kewaspadaan.Yuan dan Fengyin berdiri membeku, terjebak dalam situasi yang berbahaya. Setiap langkah yang salah bisa berarti kematian bagi mereka.“Tunggu sebentar, apakah kalian warga Wuyan?”“Iya, benar!” jawab Fengyin tanpa berpikir panjang.“Tapi, pakaian kalian? Jorok sekali. Kenapa terlihat begitu compang-camping?”“Ma-maaf, kami adalah anak yatim yang hidup di jalanan. Hanya ini pakaian yang bisa kami kenakan saat ini,” Fengyin menjelaskan dengan suara bergetar.“Bohong! Kami baru saja membebaskan kerajaan ini dari para pengkhianat. Tak mungkin gelandangan dari Wuyan bisa sampai sini. Kalian pasti warga kerajaan Qingce yang selamat dari penyerangan!”“Cepat tangkap mereka berdua!”Tanpa pilihan lain, Yuan melepaskan aura gelap yang mengancam dari tubuhnya. Kedua prajurit itu terdiam, tampak ketakutan dan tida
Yuan, Fengyin, dan seorang wanita asing dari Ner’iatu terpojok di tengah hutan yang gelap. Tanpa senjata atau bantuan, mereka berdiri di hadapan sekelompok prajurit yang mengancam. Tubuh mereka semua gemetar ketakutan, hanya Yuan yang berpikir keras untuk melawan.“Kalian punya dua pilihan,” kata prajurit berbadan paling besar dengan suara mengancam, “ikut kami dengan sukarela atau dengan paksa.”“Fengyin, bersiaplah,” kata Yuan, matanya bersinar tajam. “Kita hanya bisa melawan sampai titik darah penghabisan.”Brak!Sebuah pisau hitam dari Ner’iatu menyusup ke zirah prajurit berbadan besar itu dari belakang.“Argh!” Pria itu terhuyung dan jatuh ke depan, tak bisa bergerak.“Hongli! Doanghai!” seru Fengyin penuh syukur.Menyaksikan kematian temannya dalam sekejap, dua prajurit lainnya segera berbalik menyerang Hongli dan Doanghai. Suara logam bertemu logam menggema nyaring di malam yang tenang.Pisau hitam itu dengan mudah menembus perisai prajurit Wuyan. Baju zirah yang terbuat dari b
“Apa?” Fengyin dan Yuan menganga tak percaya dengan apa yang baru saja diungkapkan Hongli.“Kami baru saja diterima di sini. Aku sampai harus membunuh Gao di dalam duel, apa itu tidak ada artinya?” Yuan komplain merasa tak dihargai sama sekali.“Bunda Ketua menganggap kalian, terutama kau Yuan, adalah pembawa masalah bagi Ner’iatu.”“Tapi bukankah kau sendiri bilang kalau aku ini orang yang diramalkan? Bagaimana jika itu benar tapi aku malah meninggalkan kalian?”“Aku tadi sempat menyinggung soal itu. Tapi melihat dari apa yang telah terjadi selama satu hari ini, dia mulai ragu apakah kau orang yang memang ditakdirkan menjadi Saniyala atau bukan.”“Bagaimana denganmu, apakah kau percaya?”“Dengan segenap jiwa ragaku, aku percaya kalau kau adalah seorang utusan yang diramalkan.”“Kalau begitu, apakah tidak ada cara lain untuk meyakinkan Bunda Ketua?”“Aku sempat membuat kesepakatan dengannya.”“Kesepakatan?”“Satu minggu, dia memberimu waktu satu minggu untuk bisa membuktikan kalau kau
Hongli bertepuk tangan singkat melihat perkembangan Yuan yang cukup memuaskan. Setelah mencoba tiga kali gerakan milik Gao, dia seperti sudah menguasainya.“Bagus sekali, kecepatanmu hampir mirip dengan Gao.”“Apa ini berarti aku sudah menguasai teknik bertarung Ner’iatu.”“Itu baru satu teknik. Masih ada teknik lainnya yang perlu kau pelajari. Tapi untuk sekarang, kita istirahat sebentar,” jawab Hongli sambil tersenyum.Yuan mengambil bajunya dan memasangnya kembali. Di sudut, Fengyin masih sibuk dengan dunianya sendiri. Dengan serulingnya, ia melodi yang lembut di atas batu, terhanyut dalam kesibukan yang tampaknya tak berarti bagi orang lain.“Yuan, kulihat anak itu terus memandangimu dari jauh,” kata Fengyin, menunjuk ke arah seorang anak lelaki yang berdiri di kejauhan, terlihat seusia mereka berdua.“Hmm?” Yuan menoleh, melihat anak tersebut melambai dari jauh dengan senyum lebar dan deretan gigi yang rapi. Anak itu memegang sebuah keranjang berisi sayuran.“Siapa itu, Hongli?” t