Pandya terlihat tampak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Karena, saat ini apa yang diucapkan terlihat dengan matanya.
Semua seperti terpindai dengan mata, dan memperlihatkan dimana saja letak titik aliran darah dan titik akupuntur itu berada dengan tulisan yang sangat jelas.Awalnya, Pandya ragu dan mencoba untuk mengusap matanya. Namun, setelah itupun dia tetap dapat melihat tulisan-tulisan itu dengan sangat jelas."Ini bukannya curang?" tanya Pandya skeptis, "Aku tidak hanya menghapalnya, tapi juga bisa mengamatinya," ucap Pandya sambil tertawa sarkas.'Jangan cepat senang, Pandya!' Sakra mengingatkan, 'Kamu masih belum tahu kekuatan itu sepenuhnya,' ucap Sakra mengingatkan.Pandya menjadi semakin tertarik dengan kemampuan yang belum diketahuinya itu. Padahal, kemampuan menyerap ilmu sudah sangat luar biasa.'Memang apa yang belum aku ketahui?' Pandya kembali antusias, 'Apakah kekuatan ini bisa jauh lebih hebat dari sekarang?''Tentu saja! Semua kekuatan yang aku berikan, hanya bisa kamu gunakan sesuai kekuatan yang kamu miliki,' jelas Sakra, 'Jadi, semakin kuat dirimu semakin kuat juga kemampuanmu.''Bukankah, katamu tenaga dalam yang kau berikan padaku sudah sangat hebat?' tanya Pandya penasaran. Sambil tangannya memainkan buku yang dia salin ilmunya tadi.Sakra yang mendengar pertanyaan Pandya tidak menjawab, dan malah menertawakannya dengan keras.'Hahahahahaha....'Tawa Sakra sangat mengganggu dalam pikiran Pandya, membuatnya merasa lebih kesal. Dia hanya bisa berusaha untuk tidak menghiraukannya.Pandya berdiri dari duduknya untuk mengembalikan buku yang diambilnya tadi ketempat asal. Kemudian, dia berjalan keluar perpustakaan.Melihat cuaca yang sangat cerah membuat Pandya melupakan suara tawa Sakra yang masih belum berhenti.'Memang kekuatanku sangat besar, tapi juga butuh usaha yang sangat besar untuk benar-benar menguasainya,' ucap Sakra setelah berhenti tertawa, 'Saat ini, kamu masih seperti cangkang kosong yang baru saja digunakan sebagai wadah. Jadi, wadah itu akan tetap menjadi wadah atau bisa berubah tergantung bagaimana usahamu untuk mengembangkannya.'Penjelasan Sakra membuat Pandya paham. Memang tidak masuk akal jika dia bisa langsung menguasai segala hal sekaligus.Bahkan, apa yang dia dapatkannya saat ini sudah sangat hebat. Padahal, untuk mendapatkan tenaga dalam saja membutuhkan waktu bertahun-tahun. Dan itupun belum tentu bisa sehebat ini.'Namun, untuk saat ini kamu bisa mengembangkan kekuatan tadi,' tambah Sakra. 'Karena, dalam sebuah buku tidak mesti selalu benar. Kemampuan itu juga bisa mendeteksi kesalahan. Jadi, kamu akan mendapatkan ilmu yang lebih baik daripada yang tertulis di buku itu.'Badan Pandya merinding saat mendengar penjelasan pedangnya itu. Dia tidak menyangka akan mendapatkan kemampuan sehebat itu.Itu sama saja menjadi kelebihan dan keuntungan utama baginya. Dengan hanya mempelajari hal-hal yang sudah pasti benar, dia dapat mudah menguasainya.'Lalu, apakah tenaga dalam milikku bisa lebih kuat lagi?' tanya Pandya kembali meyakinkan diri.'Sepertinya kau tidak mendengarkan ceritaku sejak awal,' kesal Sakra, 'Apa kau lupa siapa dirimu?''Pemimpin Ajaran Pedang?' tanya Pandya ragu.'Bukan itu Bodoh!' suara Sakra meninggi, 'Dari awal sudah aku katakan kalau kau adalah pemilik kekuatan leluhur bukan?''Iya. Lalu?' tanya Pandya dengan polosnya.PLAK!"AARGH... sakit!" rintih Pandya, 'Kenapa kau memukulku?''Agar kau sadar dan tidak menjadi bodoh,' kesal Sakra.Pandya hanya mengusap-usap punggungnya yang masih sakit, setelah dipukul Sakra menggunakan tubuh pedangnya.'Aku sudah mengatakan kalau leluhurmu adalah sang Pendekar Legenda,' jelas Sakra mulai menjelaskan, 'Dan kekuatan besar miliknya diturunkan kepada salah satu keturunannya. Pemilik kekuatan itu yang akan menjadi pemilikku.''Jadi, maksudmu aku pemilik kekuatan besar itu?' tanya Pandya skeptis. 'Tapi kenapa sejak kecil tubuhku lemah? Jika memang aku memiliki kekuatan sebesar itu?''Bagiamana kamu tidak lemah, jika kamu tidak mempelajari ilmu tenaga dalam sama sekali?' Sakra menjawab dengan pertanyaan. 'Selama ini bukan tubuhmu yang lemah. Tapi efek kekuatan besar yang tersimpan dalam tubuhmu. Tanpa kamu stimulasi dengan pengontrolan tenaga dalam.'Pandya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Dia kini paham jika kekuatan itu bukan hanya berasal dari Sakra. Tapi, dalam tubuhnya sendiri memiliki kemampuan hebat yang masih tersimpan.Pandya hanya bisa tersenyum lebar membayangkan apa saja yang akan bisa dia lakukan setelah ini.Menggabungkan kemampuan milik Sakra dan kekuatan miliknya, akan bisa membuat dia menyatukan enam ajaran.Tidak hanya itu, ia dapat menghentikan perebutan tempat pewaris yang tidak sehat dan sangat dibencinya."Para keturunan enam Ajaran Padepokan sudah belajar berbagai ilmu bela diri sejak kecil. Tapi, aku hanya belajar tiga inti bela diri karena batasan janji dan pengawasan mereka. Di perpustakaan akademi, ada kitab bela diri dari Padepokan Nagendra. Juga kitab bela diri yang diperebutkan perguruan keadilan dan kesejahteraan."Pandya berhenti sejenak sembari berpikir. "Dengan kemampuan ini, aku akan lebih kuat dan bertahan di akademi. Itu tujuanku sekarang!" ucap Pandya.
Ada dengan keyakinan penuh, sambil menatap matahari yang bersinar begitu terik. Dia tidak pernah merasakan semangat luar biasa seperti saat ini.
"Bagus, itu yang aku harapkan dari keturunan pendekar nomor satu!"Bersambung...Di dalam Padepokan Nagendra, terdapat sejumlah ajaran bela diri yang sangat menjunjung tinggi ilmu bertarung serta Padepokan Nagendra itu sendiri. Lalu ada enam ajaran yang menjadi dasar Padepokan Nagendra. Ada Ajaran Pedang, Ajaran Api, Ajaran Ramuan, Ajaran Sihir, Ajaran Panah dan Ajaran Pengintai. Pemimpin Padepokan Nagendra menyambut banyak gadis perawan dari enam ajaran tersebut. Dan terjalinlah kesepakatan untuk melahirkan keturunan.Keturunan pemimpin dari setiap ajaran, akan tumbuh di keluarga sang ibu dan memiliki hak menjadi calon pemimpin di setiap ajarannya. Nantinya, mereka akan masuk ke dalam akademi Padepokan Nagendra saat cukup umur.Akademi itu di buka setiap 10 tahun sekali, dan selalu di pimpin oleh para empu dari padepokan Nagendra.Tujuannya adalah untuk mempertandingkan para calon pendekar baru dari setiap ajaran, dan meningkatkan kemampuan bela diri hingga tahap akhir.Tidak hanya pemimpin dan calon pemimpin dari setiap ajaran yang boleh mengikuti akademi ini,
Di dalam sanggar Ajaran Pedang. Tampak Pandya yang sedang berada di atas ranjang dengan mata yang terbuka.Matanya, menatap lurus ke langit-langit kamar sudah sejak semalam. Dari wajah Pandya tampak guratan wajah bingung seperti memikirkan sesuatu dan tidak menemukan jawabannya.Detik berikutnya, Pandya berdiri dan berniat membuka jendela dalam kamarnya itu."Karena terlalu banyak pikiran aku jadi tidak bisa tidur. Apakah ini masih terlalu pagi?" Pandya bangun dari ranjang.KREEK!Suara jendela yang di bukanya terdengar memecah kehehingan di kamar itu. Matahari yang masih bersembunyi hanya memperlihatkan semburat warna jingganya."Akhirnya hari ini tiba," ucap Pandya sambil menatap langit pagi. "Hari dimana aku akan masuk ke dalam Akademi Nagendra."Dari kejauhan, Pandya tanpa sengaja melihat sang Paman yang sedang pemanasan pagi."SYUUK!""CHWAAK!""PAATS!""BWAATS!" suara gerakan Akandra yang menembus udara terdengar menggema di lapangan sanggar Ajaran Pedang.Pandangan Pandya tidak
'Apa masuk ke dalam akademi begitu penting?' tanya Sakra kesal, 'bukankah kau sudah bisa mempelajari segala macam hal dengan kemampuan yang aku berikan?''Itu salah satu syarat agar aku tetap bisa menjadi calon pewaris!' jawab Pandya dengan nada meninggi."AARGH!"Pandya kembali mengerang karena rasa sakit yang tidak ada hentinya. Semua otot dalam tubuhnya menarik dan mengendur terus menerus hingga terasa seperti terobek.'Kalau begitu masih ada satu cara," ucap Sakra memberikan jalan keluar.'Bagiamana?!' tanya Pandya dengan rahang terkatup.'Proses adaptasi bisa dipacu dengan kontrol tenaga dalam. Tapi...,' ucap Sakra ragu.'Tapi apa?!!!' teriak Pandya frustasi. 'Aku sudah kesakitan seperti ini tapi kau malah bicara setengah-setengah!'Pandya kembali mengepalkan kedua tangannya untuk menahan rasa sakit dan rasa frustasinya. Dia mencoba mengatur napas untuk mengalihkan pikirannya dari rasa sakit itu.'Tapi hanya 1% kemungkinan kamu bisa bertahan dalam keadaan sadar. Karena rasa sakit
BUAKKK!'Bangun!' teriak Sakra yang menggema di pikiran Pandya.Pukulan tubuh pedang Sakra membangunkan Pandya dari tidurnya."UAAGH – HAAH– HAH," Pandya terkejut dan bangun dari tidurnya. Dia menghembuskan napas dengan kasar, seperti baru saja menemukan kembali napasnya.'Aku sudah selesai mengontrol otot dan pembuluh darahmu dengan tenaga dalam. Kini semua otot dalam tubuhmu sudah beradaptasi dengan jurus yang kau salin,' Sakra mulai menjelaskan."Aku tidak akan melakukan ini lagi!" ucap Pandya menyesal.'Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya!' elak Sakra membela diri.Pandya tidak menghiraukan jawaban Sakra. Dia masih fokus untuk menetralkan kembali pernapasannya.Secara perlahan Pandya mulai merasakan perbedaan pada tubuhnya. Badannya terasa jauh lebih ringan dari sebelumnya. Bahkan, kini dia merasa jauh lebih bertenaga ketika bergerak."Eh–tapi kenapa aku bisa tidur dengan posisi seperti ini? Apa Paman tadi sempat masuk?" tanya Pandya sambil turun dari ranjangnya.'Pamanmu tadi l
DRRRRK!KRIEEETT!Suara meja yang didorong paksa oleh Akandra terdengar sangat nyaring. Akandra seperti sudah tahu sejak awal, apa yang tersembunyi di bawah meja itu. Sedangkan Pandya sudah tidak bisa mengelak lagi setelah jejak kaki terakhirnya terlihat dengan jelas."Ini adalah jurus belati rahasia sebelum masuk ke tahap kedua—jejaknya terlihat dengan sangat jelas," ucap Akandra sambil melihat jejak kaki Pandya yang berada di bawah meja tadi."A–aku bisa menjelaskannya Paman. Ini bukan seperti yang paman pikirkan," ucap Pandya tergagap sembari mencari alasan."Aku tidak salah melihatnya!" Akandra mengatakannya dengan wajah tegang.Pandya hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia benar-benar merasa bersalah, karena mencuri jurus orang lain itu dilarang di dunia persilatan. Tapi, dia malah mencuri karena tergoda dengan kemampuan menyalinnya.'Bagaimana ini Sakra? Aku tidak bisa mengelak lagi. Bagaimana jika Paman membenciku?' Pandya bertanya pada Sakra dengan frustasi.'Aku juga tidak tahu
Siang hari di halaman utama akademi Padepokan Nagendra, tampak ratusan orang mulai berkumpul dan mencari tempat untuk berbaris. Suara riuh dari orang-orang yang antusias untuk mengikuti ujian pertama akademi—terdengar memadati halaman itu tanpa ada yang berusaha menenangkan."Apa benar semua calon pewaris dari setiap ajaran Padepokan Nagendra berkumpul tahun ini?" ucap salah satu pemuda yang bertubuh gempal dan bermata sipit."Sepertinya rumor itu benar. Lihatlah barisan depan! Ujian masuk akademi kali ini menjadi sangat banyak peminatnya," jawab pria kurus disebelahnya sambil memperbaiki posisi buntalan kain pembungkus yang tergantung di pundaknya.Mereka berdua yang hanya penduduk biasa dari salah satu ajaran, dengan mudahnya terdorong oleh orang-orang lain yang mengikuti ujian siang itu. Mereka hanya bisa mengikuti arus, yang pada akhirnya membuat mereka mendapat barisan paling belakang."Seberapa banyak kira-kira yang mengikuti tes kali ini?" Pria bertubuh gempal mengedarkan pandan
"Apa benar tidak ada namaku di pengambilan nomor urut?" Pandya tampak berdebat dengan seseorang yang mengurus pendaftaran masuk akademi."Iya. Hanya nama Pangeran dari Ajaran Pedang yang tidak ada," jawab orang itu. "Sepertinya Pangeran harus menunggu hingga nomor urut Pangeran ditemukan," tambahnya."Baiklah! Akan aku tunggu," Pandya lantas pergi dari meja pendaftaran dan berdiri di ujung tembok gerbang akademi. Dia hanya bisa menunggu hingga pengurus itu menemukan nama untuk nomor urutnya. Walaupun dia tahu itu ulah siapa, tapi dia juga tidak bisa apa-apa untuk saat ini. Pandya mencari tempat yang cukup bersih untuknya duduk di bawah, sambil menunggu namanya ditemukan.'Ini pasti ulah salah satu saudaraku dari ajaran lain. Jelas sekali mereka sengaja melakukan ini padaku,' pikir Pandya dengan wajah masamnya.'Kau yakin ini ulah salah satu saudaramu? Untuk apa mereka melakukannya?' Sakra merespon pikiran Pandya karena penasaran.'Mungkin mereka tidak mau berbaris denganku. Lagipula t
Suara keras yang menggema ditambah dengan tekanan tenaga dalam yang dua kali lebih kuat, membuat semua orang terdiam tanpa ada yang berani membuat suara sekecil apapun. Setelah penjaga utama melihat suasana sudah kondusif, dia berbalik dan membungkukkan badan di hadapan sang pemimpin Padepokan."Yang Mulia, semua sudah siap," setelah mengatakannya penjaga utama bergeser untuk berdiri di sebelah penjaga barat dan timur.SEETT!ZHIIIING!Pemimpin Padepokan berdiri dari duduknya dengan mengeluarkan tenaga dalam yang lebih besar dari sebelumnya. Tatapan matanya yang tajam mengarah ke semua calon murid akademi yang ada di bawah. Bahkan, tidak ada satu calon muridpun yang dapat mendongakkan kepalanya untuk dapat melihat sang pemimpin kembali."Orang-orang hebat yang akan bertanggung jawab atas masa depan padepokan kita. Selamat datang di akademi!" Sang pemimpin yang hanya berbicara, namun suaranya jauh lebih keras dibandingkan teriakan penjaga utama tadi.Semua merasa sangat terintimidasi d