Share

Perlawanan Terakhir

Author: Deschya.77
last update Huling Na-update: 2023-03-22 11:31:37

Remaja laki-laki itu berusaha mengintimidasi lawannya.

Hanya saja, di hadapan Pandya saat ini, bukan hanya satu atau dua orang saja. Segerombolan orang-orang bertopeng itu jelas terlihat tidak takut sama sekali.

Entah 'Ajaran' mana yang mengirimnya, tapi Pandya yakin itu ulah salah satu dari saudara tirinya.

Ibu mereka berasal dari keluarga Ajaran terpandang, tidak seperti dirinya. Dengan kuasa dan uang, mereka memang sudah sering melakukan upaya pembunuhan pada Pandya. Hanya saja, kali ini, skalanya terlihat benar-benar mematikan.

"Hahahaha … entahlah,” tawa salah satu dari mereka, “yang jelas, kami sudah menunggu cukup lama, hingga merasa bosan dan mengantuk." 

Mendengar itu, Pandya semakin bingung dengan situasinya saat ini. Dia bahkan sudah tidak memiliki tenaga untuk kabur.

"Siapa?!" bentak Pandya--berusaha mengintimidasi lagi.

Namun, tidak ada jawaban dari sosok-sosok itu. 

Pandya semakin marah dan frustasi. Semua sosok bertopeng itu memiliki topeng dan pedang yang sama– membuat Pandya tidak dapat membedakannya.

"Sebenarnya apa yang terjadi?” lirih remaja laki-laki itu, “aku sudah menyerah untuk masuk ke akademi. Jadi, apa alasan kalian untuk mengambil nyawaku?"

Semua pertanyaan yang membuatnya penasaran sedari tadi, akhirnya bisa dia tanyakan secara langsung. Padahal, selama ini Pandya sudah berusaha hidup tenang. 

Pandya sudah menepati janjinya untuk tidak mempelajari tentang ilmu tenaga dalam meski ingin.

Dia juga tidak ingin untuk masuk ke dalam pertarungan untuk memperebutkan posisi pewaris. Jadi, dia merasa apa yang dihadapinya kini sangatlah tidak adil untuknya.

"Pangeran Pandya, kau tahu kalau itu tidak ada hubungannya bukan? Kamu adalah salah satu calon pewaris. Jadi, itulah takdir yang Pangeran miliki," ucap salah satu pembunuh bayaran.

Mendengar ucapan salah satu sosok bertopeng itu, membuat Pandya terdiam. 

Walau bagaimanapun kehidupan yang akan dia jalani, dia akan tetap menjadi ancaman bagi para calon pewaris lainnya. 

Ujung dari kehidupannya akan tetap sama: mati.

Padahal, Pandya sudah berusaha untuk berdiam diri, terutama setelah ibunya meninggal. Namun, tetap saja dia akan menjadi ancaman untuk para saudara yang dilahirkan oleh lima istri ayahnya yang lain.

Sungguh, kehidupan yang sangat lucu bagi Pandya. 

"Menyerahlah, Pangeran! Walaupun Pangeran memiliki darah rakyat jelata, tapi Pangeran tetaplah anak dari Pemimpin Padepokan. Jadi, kami takkan membuat kematian Pangeran terlalu menyakitkan."

Ucapan itu sontak membuat tangan Pandya mengepal marah.

"Rakyat Jelata?” geram Pandya. “Beraninya kau menghina ibuku?!"

Pandya seketika mengeluarkan pedang kecil dari dalam bajunya lalu mengacungkannya kepada mereka dengan kuda-kuda yang diajarkan oleh sang paman.

Toh, kalau dia mati pun, setidaknya dia harus mempertahankan harga diri dari orang yang dicintainya. Tak hanya itu, ini kesempatan untuk menggunakan ajaran sang paman yang selama ini dia pelajari.

"Haha … Pisau?” ejek salah satu pembunuh. 

“Apa kau sudah mempelajari suatu hal dari Tuan Akandra, sang Penjaga Timur?" ucap yang lain dengan nada suara merendahkan.

"Sepertinya darah tidak bisa bohong. Kau ternyata masih berusaha melawan meski dengan kemampuan seadanya dan dalam keadaan yang sudah terjepit. Perburuan kali ini, tidak terlalu membosankan.”

“Habisi dia!" Tiba-tiba pemimpin pembunuh itu berteriak.

Para pembunuh bayaran pun langsung menyerang Pandya dengan kecepatan penuh. 

Untungnya, reflek Pandya yang sudah sering berlatih dengan sang Paman–bisa membuatnya menangkis serangan itu dengan pedang kecilnya.

Pandya cukup tangkas untuk menghindar dan menangkis semua serangan dari pembunuh bayaran itu. Hanya saja, tenaga yang dimilikinya, tidak cukup untuk membuatnya dapat bertahan dengan lama.

Salah satu pembunuh bayaran kini mendesak Pandya, hingga pedang kecil di tangannya terlepas dari genggaman.

Melihat itu, leher Pandya segera disergap dan tubuhnya dicengkeram kuat.

"Hahahaha … apa perlawananmu sudah selesai?" tanya pembunuh yang mencekik leher Pandya merasa puas.

Pandya yang tidak habis akal, langsung mengeluarkan pedang kecil lagi dari balik punggungnya. Namun salah satu pembunuh yang melihatnya, langsung memperingatkan temannya.

"Awas!" teriak salah satu pembunuh.

"Apa?"

Saat fokus pembunuh itu teralihkan, Pandya langsung menancapkan pedangnya ke leher pembunuh bayaran yang mencekiknya itu. Sedangkan kawan dari pembunuh bayaran, hanya bisa menatap kejadian itu dengan tatapan tidak percaya.

"Rasakan!" ucap Pandya sambil tertawa puas.

Kini semua pembunuh bayaran tampak lebih waspada. Mereka tidak habis pikir bagaimana anak yang tidak belajar bela diri–bisa menghabisi salah satu dari mereka.

Mereka curiga kalau sebenarnya Pandya hanya pura-pura ceroboh, untuk mengecoh mereka dan sudah merencanakan semuanya dengan licik.

"Licik sekali! Ternyata, kau benar-benar sudah belajar bela diri. Dasar berandal tengik!"

Para pembunuh bayaran itu kembali melancarkan serangannya ke arah Pandya. Kali ini, dengan serangan bertubi-tubi. 

Hanya saja, tenaga Pandya sudah habis. Akhirnya, dia pun tumbang dengan tubuh terlentang.

Memanfaatkan kesempatan, salah satu pembunuh menikam perutnya dengan pedang panjang–tepat di tengah perutnya. 

Darah pun mengalir sangat deras  ketika pedang itu kembali ditarik dari perut Pandya.

"Bagaimana rasanya perutmu ditusuk dengan pedang, hah?" ucap pembunuh itu sambil menginjak perut Pandya yang tertusuk pedang sebelumnya.

"AARGH...!!!" Pandya mengerang kesakitan. Tubuhnya tiba-tiba ambruk.

Bersambung...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Sang Pewaris

    Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Jurus Seribu Pedang

    Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Serangan Kedua

    SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Pertempuran

    “Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Menggagalkan Penyerbuan

    “Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Perbantuan Tanpa Tawaran

    “Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Perubahan Rencana

    “Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Membuka Segel

    Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Pertolongan

    Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status