Share

Dewa Iblis?

Penulis: Deschya.77
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-22 20:45:43

Di kondisi itu pun, Pandya masih berusaha untuk bergerak.

Melihat itu, para pembunuh bayaran tak senang. Salah satu dari mereka kembali menancapkan dan menarik pedangnya kembali dengan sangat cepat.

"Pelan-pelan. Matilah dengan menyakitkan, Pangeran!" ucap pembunuh itu sambil kembali menginjak perut Pandya.

"AARGH!!!!!" teriak Pandya kesakitan.

Zing!

Anehnya, dari kejauhan, tampak cahaya yang tiba-tiba semakin mendekat. Tanpa diduga, cahaya itu mengenai pembunuh bayaran yang melukai Pandya.

BOM!

Tubuh itu tiba-tiba meledak dengan hebat.

Semua yang menyaksikan tampak menegang melihat kejadian yang terjadi dalam sekejap itu.

Pemimpin gerombolan langsung mencari asal serangan. Tapi, mereka tidak dapat menemukan sosok yang menyerang.

Situasi saat ini membuat mereka menyadari satu hal. Tanpa aba-aba, gerombolan pria bertopeng itu berusaha untuk melarikan diri. 

BOM! BOM! BOM!

Hanya saja, baru beberapa langkah mereka melarikan diri, tubuh mereka mulai meledak satu per satu.

"ARRGH!!!!!!!!"

"TOLONG!"

Beberapa bahkan mulai menjerit meminta tolong.

Meski dalam kondisi setengah sadar, Pandya melihat kejadian itu dan merasa puas.

"Hahaha... rasakan!" ucap Pandya di sisa-sisa kesadarannya.

Sayangnya, ada satu orang yang menyadari itu.

Dia menertawai tingkah Pandya. "Hahaha... bocah ini masih bisa tertawa saat akan mati. Apakah kau sesenang itu?"

Pandya mencoba memicingkan matanya untuk melihat siapa yang berbicara. Namun, dia hanya bisa melihat cahaya terang.

"Siapa kau? Apa yang kau katakan?" tanya Pandya dengan suara lirih.

Sayangnya, Pandya hanya dapat merasakan dingin menjalari tubuhnya. Pandangannya pun semakin memudar.

"Ah... sial!" ucap suara asing itu lagi, "Tidak ada cara lain. Sepertinya, dia nyaris mati. Seharusnya, aku datang lebih awal untuk mengajarkan penyerapan ilmu padanya."

Pandya hanya bisa mendengar suara itu tanpa bisa bertanya atau menanggapi.

"Hei, Bocah! Terimalah kekuatanku ini, dan jangan sampai mati!"

Itu suara terakhir yang dapat Pandya dengar sebelum matanya benar-benar terpejam. Dan setelahnya, sekujur tubuh Pandya seperti tersengat listrik yang sangat menyakitkan.

KRAK!

GRAG!

Seluruh organ dalam Pandya seperti tercabik-cabik. Tulang-tulang miliknya bahkan bergeretak dengan suara sangat keras.

Pandya yang sudah terbiasa dengan rasa sakit, hanya bisa menahan di keheningan dan kegelapan itu.

Namun, kesakitan itu tidak berlangsung terlalu lama. Rasa sakit yang Pandya rasakan mulai mereda secara perlahan.

Secara aneh, ada perasaan lega dan bersemangat yang merasuki dirinya--meski matanya tetap terpejam dan tubuhnya masih belum bisa ia gerakan.

******

Setelah bulan berganti dengan matahari, tubuhnya masih tetap belum bergerak. Hanya, dadanya yang mengembang dan mengempis--menjadi penanda Pandya masih hidup.

Sinar matahari yang terasa hangat, Pandya perlahan bangun dari tidurnya.

Secara ajaib, dia merasakan tubuhnya kini juga terasa sangat ringan dan bertenaga.

Bahkan, dia merasa seperti bisa menebas salah satu pohon dengan tangannya.

Pandya berpikir jika dia sudah berada di alam baka. Karena, jika dia masih di dunia, tidak mungkin tubuhnya yang lemah bisa merasakan hal seperti itu.

"Hei, anak muda!" teriak sebuah suara dengan lantang, "ternyata, kamu cukup kuat menerima kekuatanku."

Pandya berusaha mencari asal suara itu, tetapi dia tidak melihat orang lain di sekitarnya.

"Siapa kamu?!" tanya Pandya dengan waspada, "apakah kamu malaikat penjaga alam baka ini?"

"Hah! Baru seperti ini saja, kau takut," ucap suara asing itu lagi. "Bagaimana bisa keturunan pendekar nomor satu di zamannya, menjadi sosok yang sangat lemah seperti ini?"

"Apa maksudmu?" tanya Pandya sambil mencari asal suara. "Siapa kamu sebenarnya? Keluarlah!"

Namun, tidak ada jawaban apapun. Pandya semakin bingung.

"Tidak mungkin bukan jika kamu dewa iblis?" tanya Pandya dengan ragu.

"Sialan!" umpat suara asing, "Kamu samakan aku dengan dewa iblis itu?"

Kemarahan sosok asing itu terlalu kuat bagi Pandya, hingga sedetik kemudian remaja itu tidak sadarkan diri--tanpa ada aba-aba sebelumnya.

*******

Dari kejauhan, tampak Akandra tergopoh-gopoh lari menuju Pandya. Dia datang bersama seorang abdi dan salah satu pasukan Ajaran Pedang yang masih selamat dengan luka ringan.

Pria itu lantas memerhatikan keponakannya itu yang sedang tergeletak tidak sadarkan diri di tengah hutan. Pandya dikelilingi sesuatu yang merngerikan.

Semua terkejut. Bahkan, sang abdi tidak dapat menahan rasa mualnya.

Potongan tubuh tersebar dan darah berceceran dimana-mana.

Akandra mencoba tidak menghiraukan apa yang dilihatnya. Perlahan, ia mendekat ke arah Pandya dan mendeteksi denyut nadi keponakannya itu.

Untunglah, yang Akandra khawatirkan tidak terjadi.

Pandya masih hidup walau denyut nadinya cukup lemah.

Akandra lantas memperhatikan sebuah pedang yang belum pernah dilihatnya dan digenggam Pandya begitu erat.

Pedang itu dipenuhi dengan darah. Namun, Akandra sadar ukuran pedangnya tidak sama dengan pedang yang digunakan untuk menikam Pandya.

"Apa Pandya yang melakukan kekacauan ini?" gumam Akandra tanpa sadar. Namun, Akandra menggelengkan kepalanya. Dialah yang merawat Pandya dari kecil dan paling tahu tahu bagaimana kondisi Pandya. Tidak mungkin keponakannya itu mampu memotong tubuh para pembunuh bayaran dengan ilmu tinggi.

"Tuan, bagaimana keadaan pangeran Pandya?" tanya sang abdi. Di belakangnya, juga seorang prajurit ikut menghampiri Akandra dan Pandya setelah berhasil mengendalikan diri dari rasa ngeri.

"Pandya masih selamat," jawab Akandra, "hanya saja, perutnya ditikam pedang, sehingga nadinya melemah sekarang."

Pria itu menghela napas. Sejak awal, dia sudah menduga jika pembunuh bayaran itu akan mendatangi Pandya begitu mereka memilih mundur begitu saja saat bertarung dengannya.

Akandra merasa sangat bersalah. Namun, inilah usaha terbaik yang bisa dia lakukan untuk bisa melindungi Ajaran Pedang.

Semalam, Akandra sudah ingin segera mencari Pandya. Namun, keadaan di dalam sanggar juga cukup memprihatinkan.

Banyak pasukan yang gugur, bahkan tidak ada yang lolos dari sebuah luka. Untunglah, sebelum banyak korban yang jatuh, para pembunuh bayaran itu memilih untuk mundur.

Akandra kembali menatap Pandya yang masih terpejam dengan wajah pucat. Ada banyak pertanyaan dalam dirinya saat ini.

"Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Pandya?"

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Silalahi Sabam
mantap bah
goodnovel comment avatar
Royon Silban
kalau bisa lebih baik susunan kata ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Sang Pewaris

    Ribuan aura berbentuk pedang itu langsung berjatuhan, dan menancap di tubuh semua pasukan beserta Tuan Huda. Tidak ada satu orangpun yang selamat dari pedang-pedang itu.Tuan Urdha yang melihat sang anak, merasa sangat bangga dengan kemampuan yang berhasil dicapainya. Dan dirinya menjadi paham, dengan alasan Pandya memintanya membuat perisai untuk dirinya beserta anak-anak dan para istrinya.Dan bertepatan saat Pandya mengeluarkan jurus itu, para saudaranya telah sadarkan diri setelah dibuat tidak sadarkan diri oleh sang ayah. Dan saat mereka melihat apa yang dilakukan oleh Pandya, mereka semua terdiam takjub dengan apa yang terlihat di depan mata.Tibra pun dalam hati akhirnya mengakui kekuatan Pandya dan kekalahannya. Seberapa keras dirinya berlatih selama ini, dan seberapa besar tuntutan yang harus diembannya, tidak membuat kekuatannya bisa bersaing dengan Pandya.Tibra beserta keempat saudara Pandya yang lain, hanya korban dari keegoisan dan keserakahan para orang-orang tua di seki

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Jurus Seribu Pedang

    Setelah berteriak dengan lantang, Tuan Huda semakin menggencarkan serangannya. Dia bahkan sudah merencanakan serangan, dengan bekerja sama dengan para pasukannya untuk membuat sebuah pola sihir tanpa disadari oleh Pandya.Pandya terus terdorong walaupun tanpa terluka, mengingat jumlah orang yang menyerangnya secara bersamaan bukan hanya puluhan orang—tapi bahkan ratusan orang. Puluhan orang berterbangan setelah satu serangan yang Pandya lakukan, namun puluhan lainnya ganti menyerangnya lagi. Dan itu terus berlanjut, karena sejak awal Tuan Huda merencanakan penyerangan saat Pandya sudah dalam keadaan kelelahan.Apalagi, saat ini tidak ada satu orang pun yang menolong Pandya. Sebenarnya Tuan Urdha yang masih ada di tempat itu berencana untuk keluar dari perisai yang dibuatnya, namun pikirannya itu langsung dihentikan oleh Pandya.‘Aku masih merasa aneh dengan keadaan ini!’ ucap Sakra dalam pikiran Pandya.‘Bukankah dengan ini kita jadi lebih bisa menyatu?!’ sahut Pandya dengan seringa

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Serangan Kedua

    SRIIING!Sebuah sihir kutukan yang ditujukan pada Pandya, berhasil ditangkis dengan perisai sihir yang dibuat oleh Sakra. Pandya yang melihat itu cukup terkejut, karena sejak tadi dirinya tidak melihat Sakra sama sekali dan tiba-tiba saja muncul dihadapannya.‘Sakra! Darimana saja kau?!’ tanya Pandya bersemangat dalam hati.‘Entahlah, sesuatu terjadi padaku. Tapi, aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi!’ sahut Sakra dengan suara lirih.Pandya menatap pedang Sakra sekilas, sebelum dirinya kembali disibukkan dengan serangan-serangan yang semakin menjadi. Para pendekar, tetua dan bahkan pemimpin dari lima Ajaran menyerbu mereka secara bersamaan.WHUUUUSH!ZHIIIING!BLAAAAR!Pandya dan seluruh pengikutnya semakin terdorong, walaupun Tuan Agha sudah membantu sebagai perisai utama. Namun, dengan kekuatan dan jumlah yang dimiliki musuh jauh lebih banyak dibandingkan jumlah pengikut yang Tuan Urdha dan Pandya miliki. Belum lagi aliansi yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah memilik

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Pertempuran

    “Apa maksud, Pemimpin?!” tanya Tibra terkejut dengan ucapan Tuan Urdha.“Kau sama sekali tidak memperdulikan aku, tapi kau bersikap seolah ingin melindungiku! Apa kau pikir karena aku sudah tua jadi bisa kau bodohi?!” teriak Tuan Urdha yang terlihat kehabisan kesabarannya.Semua terdiam. Tidak ada yang berani menjawab, karena ruangan itu kini penuh sesak dengan tenaga dalam yang luar biasa besar yang dikeluarkan oleh Tuan Urdha. Namun, seperti ada isyarat khusus yang dimiliki oleh Tibra, para tetua yang berada di luar ruangan masuk secara bersamaan sambil menekan tenaga dalam yang besar itu.“Apa yang kalian lakukan?!” teriak Tuan Huda marah, sambil melototkan mata tajam ke arah para tetua.“Maafkan kami, Pemimpin! Tapi, kami setuju dengan ucapan Pangeran Tibra! Jika perkamen itu tersebar, maka akan sangat banyak pemberontakan yang akan terjadi!” jawab salah satu tetua dengan kemampuan yang cukup hebat diantara yang lainnya.“Bukankah pemberontakan ini kalian yang buat?! Aku tidak mel

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Menggagalkan Penyerbuan

    “Mereka membuat kesepakatan berlainan dari yang aku ajukan. Tapi, mereka berjanji untuk memberikan balasan yang setimpal dari perkamen itu,” jawab Tuan Huda sambil was-was dengan reaksi yang akan diberikan oleh Pandya.“Jadi, maksudmu mereka saat ini mulai mencoba mengambil alih kepemimpinan secara paksa?!” Pandya mulai meninggikan suara, sambil menahan amarahnya.“Bukan hanya padepokan, sanggar Klan milikmu juga mereka datangi saat mereka tahu kau sedang tidak ada di tempat!” tambah Tuan Huda yang membuat Pandya langsung membuka sub ruang yang dibuatnya, dan berlari meninggalkan ruangan itu dengan tergesa.Setelah mendapatkan seluruh senjatanya termasuk pedang Sakra, Pandya langsung menggunakan jurus meringankan tubuh miliknya dan melesat meninggalkan Padepokan Janardana dalam sekejap.WHUUUSH!Sakra yang langsung tahu apa yang terjadi dari pikiran Pandya, ikut merasakan amarah yang tidak jauh berbeda. Begitu pula Akandra, yang sejak tadi masih menunggu mereka di luar gerbang Padepok

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Perbantuan Tanpa Tawaran

    “Aku yakin kau akan menggunakan ini untuk membuat kesepakatan dengan para saudaraku. Apa aku salah?!” tanya Pandya dengan santai.Tuan Huda tidak langsung menjawab. Dia cukup terkejut, karena tidak mengira jika pemimpin Padepokan Nagendra memberitahukan aibnya sendiri kepada seseorang.“Hahaha…, ternyata kau cukup cerdik, Nak! Tapi, kalau kau mengetahuinya, apa kau memiliki tawaran yang lebih baik untukku?!” tanya Tuan Huda setelah kembali tertawa untuk menutupi rasa terkejutnya.Bukannya menjawab, Pandya kembali menggulung perkamen yang dibukanya tadi. Setelah memasukkan perkamen itu kembali ke balik jubahnya, dia mengeluarkan sebuah perkamen yang lain.“Sayangnya aku tidak memerlukan tawaran yang lebih baik, karena kau akan membantuku tanpa tawaran apapun!” jawab Pandya santai sambil memperlihatkan perkamen yang baru.Tuan Huda mengernyitkan dahinya, kemudian membaca isi perkamen yang baru saja dibuka oleh Pandya. Dan rasa terkejutnya semakin besar, saat melihat isi perkamen itu.“Ka

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Perubahan Rencana

    “Aaarrghhh! Kenapa kau memukulku Sakra!” teriak Pandya setelah mengerang cukup keras.PLAK! PLAK! PLAK!Bukannya menjawab, Sakra kembali memukuli Pandya namun dengan lebih pelan dibandingkan pukulan pertama. Sedangkan Akandra yang melihat itu, hanya tersenyum tipis dengan tatapan hangat.“Aku kira kau akan mati begitu saja! Kenapa kau mengabaikan retakan itu?!” teriak Sakra setelah puas memukuli Pandya.“Aku tidak akan mati semudah itu!” jawab Pandya sambil kembali menyeringai dengan memperlihatkan deretan giginya.“Kau tahu, tubuhmu sudah hampir meledak! Mungkin, jika terlambat sedikit lagi kau akan menjadi arang!” teriak Sakra yang kembali kesal karena jawaban Pandya yang begitu santaiPandya hanya terkekeh kecil, saat melihat reaksi Sakra yang seperti cacing kepanasan. Namun, tidak lama sudut matanya akhirnya menyadari kehadiran seseorang diantara mereka.Akandra yang menatap mereka sejak tadi, masih tersenyum penuh arti kearah Pandya yang akhirnya menyadari keberadaannya. Pandya

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Membuka Segel

    Akandra langsung menghampiri tubuh Pandya yang tergeletak, tanpa menyadari sebuah pedang sedang melayang di hadapannya. Sambil membangunkan sebagian tubuh Pandya dan menyandarkannya di bahunya, Akandra mencoba memeriksa tubuh Pandya dengan tenaga dalamnya.“Sebenarnya apa yang terjadi, Pandya?! Kenapa tenaga dalammu berantakan seperti ini?!” tanya Akandra tanpa berharap mendapat balasan.“Sepertinya, itu karena efek tenaga dari Batu Ratnaraj yang disegel dalam tubuhnya retak!” sahut Sakra yang membuat Akandra terkejut, dan tanpa sadar menarik tubuh Pandya menjauh.“Ba–bagaimana pe–pedang bisa berbicara?!” teriak Akandra terbata dengan suara tercekat.Akandra berusaha untuk meyakinkan diri jika pendengarannya tadi tidaklah salah, dengan mengorek telinganya. Dirinya juga mengucek matanya, untuk memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya halusinasinya saja.“Akulah yang mengirimkan pola sihir pelacak itu padamu!” ucap Sakra kesal karena melihat reaksi Akandra yang seperti melihat hantu.

  • Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang   Pertolongan

    Sakra mencoba memasukkan energinya untuk membantu Pandya, namun sayangnya semua usahanya tidak membuahkan hasil. Pandya benar-benar sudah tidak sadarkan diri, dengan suhu tubuh yang semakin panas.PLAK! PLAK!Pandya mencoba menampar pipi Pandya dengan badan pedangnya, sambil memanggil-manggil Pandya dengan suara lantang. Namun, Pandya sama sekali tidak memberikan respon.“Apa yang harus aku lakukan?! Bahkan, tidak ada yang mengetahui posisi kami saat ini?” ucap Sakra pada diri sendiri, karena panik dengan kondisi Pandya yang semakin memburuk.ZHIIING!Sakra mencoba memasukkan energinya kembali, sembari mencari penyebab utama kondisi Pandya seperti itu. Dan saat energinya mencapai pusat tubuh Pandya, Sakra menemukan celah di dalam energi Batu Ratnaraj yang di segel sebelumnya.‘Mungkinkah retakan itu muncul saat Pandya tidak sadarkan diri dan muncul cahaya pada tubuhnya?!” pikir Sakra sambil memikirkan cara agar bisa menyelamatkan Pandya.Saat dirinya hendak kembali memukuli Pandya agar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status