🏵️🏵️🏵️
Aku merasa tenang setelah menghubungi dia beberapa hari yang lalu karena dirinya sangat peduli kepadaku. Semenjak mengenalnya beberapa tahun silam, dia selalu memberikan yang terbaik untukku.
Dia tidak pernah membenciku walaupun dulu diriku pernah menyakiti dan melukai hati dan perasaannya. Dia sosok yang penuh dengan pengertian dan bersikap dewasa.
“Maafin aku, yah, Mas, karena telah menyakiti hatimu.” Saat itu aku meminta maaf atas apa yang kulakukan kepadanya.
“Kamu nggak perlu minta maaf, Mentari. Kamu nggak salah, tapi keadaanlah yang tidak berpihak padaku.” Kalimat ikhlas itu membuatku makin merasa bersalah kepadanya. “Harapanku hanya satu, melihatmu tetap bahagia bersama laki-laki yang mencintaimu. Damar adalah pilihan yang sudah kamu yakini untuk membahagiakanmu,” lanjutnya dengan lembut.
“Iya, Mas. Aku bersyukur karena kamu mengerti dengan perasaanku. Dia laki-laki yang kudambakan dan akan mejadi imam, juga pendamping hidupku.” Aku dengan penuh semangat saat itu membanggakan Mas Damar di depannya.
Akan tetapi, apa yang kurasakan sekarang telah membuatku merasa malu harus bercerita kepadanya. Namun, aku tidak memiliki pilihan lain karena dia orang yang tepat untuk membantuku menjalankan rencana ini.
Aku segera mengambil ponsel lalu mengirimkannya pesan. Dalam pesan itu telah kujelaskan semua rencana yang akan kulakukan untuk Tia.
[Kamu yakin dengan rencana ini, Mentari?] Sepertinya dia meyakinkan apa yang telah kurencanakan.
[Yakin banget, Mas.] Aku membalasnya dengan pasti.
[Apa kamu juga percaya kalau rencana ini akan berhasil?]
[Iya, aku dapat membayangkan reaksi Mas Damar jika menyaksikan semua ini.]
[Okeh, deh, kalau ini memang yang terbaik, aku akan tetap setuju dengan semuanya.]
[Terima kasih, yah, Mas.]
Kami pun mengakhiri obrolan melalui pesan. Perasaanku makin tenang karena dia setuju dengan apa yang telah kurencanakan.
🏵️🏵️🏵️
Aku baru mengetahui kebiasaan buruk Mas Damar dari Mas Bayu, sahabatnya sendiri. Ternyata dalam dua tahun terakhir ini, Mas Damar memiliki hobi baru, menonton video terlarang dalam ponselnya.
“Maaf, yah, Tari, sebenarnya aku tidak ingin memberitahukan ini padamu karena aku tidak mau jika kamu menuduhku menjelek-jelekkan Damar. Namun, sudah sepantasnya kamu tahu kebiasaan buruknya dalam dua tahun terakhir ini.” Mas Bayu menceritakan kebiasaan Mas Damar kepadaku.
“Kebiasaan buruk apa, Mas?”
“Tapi kamu jangan kaget, yah.”
“Iya,” jawabku singkat dan heran.
“Dia hobby nonton video terlarang di ponselnya.”
“Apa?” Aku terkejut mendengar penuturan Mas Bayu.
Selama ini, aku tidak pernah curiga kepada Mas Damar saat dia tiba-tiba memaksaku melakukan kewajiban sebagai istri. Aku berpikir bahwa sangat wajar bagi seorang suami meminta haknya walaupun kadang sehari sampai berkali-kali.
“Ayo, dong, Sayang, udah mentok banget, nih.” Mas Damar kala itu memintaku untuk menghentikan pekerjaan rumah hanya sekadar untuk memenuhi keinginannya.
“Baru juga semalam, Mas ... kok, pagi-pagi udah minta lagi?” Aku mengingatkannya akan kejadian malam itu.
“Hati-hati, loh, Sayang. Dosa kalau kamu nolak.” Dia seolah-olah membuatku menjadi merasa bersalah.
Tanpa pikir panjang, akhirnya aku kembali memenuhi hasrat dan keinginannya. Perlakuannya sangat kasar seperti orang yang sudah lama tidak menjalankan apa yang dia inginkan. Namun, aku tetap tidak menaruh curiga dengan reaksi yang dia tunjukkan.
Apa mungkin karena kebiasaan yang dia lakukan dalam dua tahun terakhir ini hingga membuatnya menikah lagi di belakangku? Sungguh, ini sangat memalukan dan menjijikkan.
Kenapa dia akhirnya memiliki kebiasaan buruk itu? Dia dengan tega telah menjadikanku sebagai budak aksi bejatnya. Tidak ada lagi yang dapat aku pertahankan dari dirinya, saat ini aku benar-benar membencinya.
Dia tidak pantas lagi untuk dihargai sebagai suami karena dia telah memaksaku untuk menjadi istri yang membencinya. Sudah cukup bagiku untuk bertahan menghadapi sikap kasarnya. Dia pantas mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya.
Aku sudah menyusun sebuah rencana untuk membuatnya menyesal karena dia telah memilih Tia dan mengabaikanku. Berkat rencana ini, aku berharap agar hubungan mereka hancur seperti pernikahanku dengannya.
🏵️🏵️🏵️
Hari ini, aku dan laki-laki yang bersedia membantuku akan bertemu. Aku menunggunya di tempat yang telah kami janjikan sebelumnya. Setelah dia sampai, dia tampak tercengang memandangku.
“Mentari ....” Dia menyalamiku sambil menatapku tidak berkedip.
“Mas Surya ....” Aku langsung memeluknya karena merasa sangat merindukannya. Dia menyambut hangat pelukanku dan aku merasa nyaman dalam dekapannya.
Bagiku, dia sudah seperti seorang kakak walaupun awalnya dia tidak terima kalau aku tidak bisa menganggapnya lebih dari itu. Dia sangat sedih saat aku menolak pinangannya dulu. Aku dengan yakin lebih memilih Mas Damar.
Dia Mas Surya—laki-laki yang sangat mencintaiku. Ayah dulu menjodohkan kami berdua. Dia anak dari sahabat karib Ayah yang sangat sering berkunjung ke rumah orang tuaku.
Ayah sudah menganggapnya seperti anak sendiri karena dia selalu menunjukkan rasa hormat dan sayang kepada keluargaku.
Saat aku menolaknya untuk menjadi pendamping hidup, akhirnya Ayah mencoba menjodohkannya dengan Bulan—kakak sepupuku. Namun, dia tidak bersedia menerima rencana Ayah. Dia jujur mengatakan kalau dirinya hanya mencintaiku.
Semenjak penolakan Mas Surya, Kak Bulan belum membuka diri untuk mencintai laki-laki lain. Terus terang, aku merasa bersalah atas apa yang terjadi terhadap Kak Bulan. Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa karena cinta tidak dapat dipaksakan.
“Ayo duduk, Mas.” Aku meminta Mas Surya duduk setelah kami melepas pelukan.
“Kamu kenapa kurus gini?” tanyanya sembari menghempaskan tubuh ke kursi.
“Mungkin karena aku banyak mikir, Mas.”
“Untuk apa lagi, sih, kamu mempertahankan laki-laki bejat itu?”
“Aku juga udah nggak kuat, Mas, tapi aku takut dengan kondisi Ayah sekarang.”
“Ayah kenapa? Bukannya kemarin kamu bilang Ayah dan Ibu baik-baik saja?” Dia tampak panik mendengar penuturanku.
“Sebenarnya Ayah kurang sehat, Mas.”
“Ayah sakit apa?”
“Kakinya sering kambuh akhir-akhir ini.”
“Kasihan Ayah. Nanti aku mampir, deh, ke sana.” Aku merasa lega karena dia tetap menunjukkan rasa perhatiannya terhadap Ayah.
“Terima kasih, Mas.”
“Kamu nggak perlu berterima kasih karena beliau juga ayahku. Terus, kapan kita menjalankan rencana kamu?” Pertanyaan itulah yang ingin kudengarkan dari mulutnya.
Aku akhirnya menjelaskan tentang rencana yang akan kami jalankan. Aku sudah tidak sabar melihat Tia mendapatkan balasan atas apa yang dia lakukan kepadaku.
==========
Rencana apa yang Mentari jelaskan kepada Surya?
🏵️🏵️🏵️Mas Damar dan orang tuanya melangkah memasuki rumah sakit, aku segera memarkirkan motor bebek milikku dan mengikuti langkah mereka perlahan. Orang tua dan anak itu memasuki ruangan salah satu dokter spesialis alat reproduksi. Aku sangat heran kenapa Mas Damar harus mengunjungi ruangan itu. Ada apa dengannya?Tidak menunggu lama, akhirnya mereka kembali keluar ruangan dokter dengan wajah tampak sangat serius. Aku memperhatikan mereka dari balik salah satu pilar yang ada di dekat ruangan dokter. Mereka tidak langsung menuju parkiran, tetapi justru duduk di bangku panjang tidak jauh dari tempat pengintaianku.“Kamu harus sabar, ya, Nak. Kamu yang berbuat dan kamu juga harus siap menanggung resikonya.” Mamanya memberikan semangat.“Hidupku sudah tidak berarti, Mah, Pah. Wanita yang dulu kucintai sudah yakin untuk berpisah dan mengajukan gugatan cerai. Sedangkan wanita yang kunikahi secara siri dengan tega berkhianat. Ini karma dari perbuatanku.” Mas Damar menitikkan air mata.“Su
🏵️🏵️🏵️“Iya,” ucapnya singkat dengan senyuman.“Terima kasih, Mas. Kamu selalu ada untuk membantu keluargaku dari dulu.” Aku hampir menitikkan air mata mengingat pengorbanan Mas Surya.“Kamu nggak perlu berterima kasih karena beliau juga ayahku.”Ingin rasanya mengatakan pada dunia kalau aku makin mencintai dan mengagumi Mas Surya. Aku ingin segera lepas dan bebas dari Mas Damar karena keluargaku akan sangat bahagia jika aku dan Mas Surya bersatu. Itulah harapan Ayah dan Ibu sejak dulu.Akan tetapi, aku harus tetap bersabar untuk menunggu hari itu tiba, yang terpenting sekarang Ayah sudah makin sehat. Dalam waktu dekat ini, aku akan mengajukan gugatan cerai terhadap Mas Damar ke pengadilan. Saat ini, aku berusaha bersikap biasa saja di depannya supaya dia tidak tahu rencana yang telah tersusun rapi.🏵️🏵️🏵️“Kamu kenapa nggak ke rumah Tia, Mas?” tanyaku saat Mas Damar menyasikan acara kesayangannya di depan TV.“Dia sudah mengkhianatiku.” Wajahnya menunjukkan kekesalan.“Bukankah
🏵️🏵️🏵️Keesokan harinya setelah kepulangan anak sekolah, kami segera menemui salah satu siswa yang sering bersama Tia. Mas Surya memintanya masuk mobil. Awalnya, dia menolak karena mengaku takut bertemu orang yang baru kenal.Akan tetapi, aku menjelaskan secara perlahan dan berjanji untuk memberikan imbalan jika dia bersedia memberikan informasi penting yang ingin aku ketahui darinya.“Informasi apa yang ingin kalian dapatkan dariku?” tanyanya setelah mobil meluncur meninggalkan sekolah itu.“Informasi tentang salah satu guru di sekolah kamu,” jawabku penuh semangat.“Siapa?” tanyanya ingin tahu.“Tia.”“Apa yang harus kujelaskan tentang Bu Tia?”“Kenapa kamu sering pergi bersamanya ke hotel? Apa tujuan kalian?”“Aku hanya mempertemukannya dengan pengelola sekolah.”“Maksud kamu Om Rudy?”“Iya. Pak Rudy.”Aku terkejut mendengar penuturan siswa tersebut. Sungguh, aku tidak percaya kalau Om Rudy yang aku banggakan karena sayangnya terhadap keluarga, ternyata melakukan pertemuan di dal
POV TIA🏵️🏵️🏵️Dua minggu berlalu semenjak terakhir kali melihat Om Rudy dan keluarganya di supermarket, hari ini aku memintanya bertemu untuk yang terakhir kalinya dan dia bersedia menyanggupi permintaanku. Sekarang, kami sedang berada di salah satu hotel langganan untuk memadu kasih.Akan tetapi, saat ini kejadian itu tidak akan terjadi, dia menolak untuk bercinta semenjak mengetahui keadaan bayi dalam kandunganku. Aku berusaha bersikap lembut dan berpura-pura baik di depannya. Semua ini kulakukan agar dapat menjalankan rencana yang telah tersusun rapi.“Maafkan aku, ya, Sayang, karena tidak dapat melanjutkan hubungan ini lagi. Ternyata selama ini keluargaku sudah mengetahui hubungan kita dari Damar. Aku bersyukur karena akhirnya mereka bersedia memaafkanku. Aku juga meminta pada mereka untuk tidak menyakitimu.” Penjelasan Om Rudy membuatku tersentuh, tetapi juga sakit.Aku sudah menyiapkan racun yang sangat mematikan dan mencampurnya pada minuman Om Rudy. Aku dengan besikap tenan
POV TIA🏵️🏵️🏵️Hari ini, usia kehamilanku memasuki tujuh bulan, aku dan Om Rudy memeriksakan perkembangan anak kami ke rumah sakit. Aku makin bahagia karena kondisi kesehatan Om Rudy juga kian membaik. Namun akhir-akhir ini, perhatiannya kepadaku makin berkurang, dia seolah-olah ingin berusaha menjauh dariku.Aku sangat takut jika perubahan itu berlanjut. Tidak dapat kubayangkan jika akhirnya dia lari dari tanggung jawab. Dia makin jarang memadu kasih denganku, alasannya karena perutku makin membesar.Hari ini, dia bersedia menemaniku ke rumah sakit karena aku mengancam akan memberitahukan hubungan kami kepada istrinya. Aku tidak peduli jika dia merasa terpaksa dan tidak ikhlas, yang penting dia akhirnya sekarang bersamaku.Aku melihat perubahan di wajahnya, dia sungguh jauh berbeda dalam waktu dua bulan ini. Perubahan itu mulai tampak saat aku memintanya menikahiku. Dia tidak terima dan tidak bersedia mengikat hubungan ikatan pernikahan denganku karena baginya, aku akan tetap sebag
🏵️🏵️🏵️“Aku puas menyiksa Tari semalam, Sayang.” Mas Damar bercerita dengan semangat kala itu kepadaku.“Iya, Mas. Aku suka jika kamu menyakitinya.” Terus terang, aku juga benci kepada Tari karena dia berhasil menjadi istri sah Mas Damar.“Aku akan membuatnya lebih menderita lagi.”“Lanjutkan, Mas. Kamu harus tetap dengan tujuanmu.”“Itu pasti, Sayang. Tidak akan kubiarkan dia hidup tenang.”Saat itu, aku ingin melihat kehancuran Tari. Dia harus meraksakan penderitaan lebih dari yang aku rasakan. Dia tidak tahu bagaimana rasanya menjadi istri kedua yang hanya dinikahi secara siri.Dia juga tidak tahu betapa sakitnya harus nikah diam-diam tanpa dihadiri teman-teman dan kerabat terdekat. Hatiku perih merasakan posisi yang sangat dibenci kaum wanita.Mereka menuduhku sebagai wanita perebut suami orang. Para tetangga juga selalu memandang hina dan rendah terhadapku. Mereka tidak tahu kalau aku juga tidak ingin menjadi istri kedua. Semua itu terjadi karena keadaan yang memaksa.Aku harus