21++ Akibat insiden fatal, Queen terpaksa menjadi istri kedua dari Samudra--pria yang sudah menganggapnya sebagai adik. Sementara di satu sisi Samudra sangat mencintai Jane—istri pertamanya. Lantas, bagaimanakah Samudra akan mengambil sikap? Di sisi lain, ia juga merasa bersalah pada Queen karena secara sadar telah merusak gadis itu.
View MoreMalam itu semua orang sedang menikmati menu santap yang sangat lezat dan beraneka macam. Meja jati itu bahkan hampir penuh saking banyaknya aneka makanan yang disajikan sang empunya rumah.
Suasana pun sangat ramai, karena acara makan malam yang sengaja diadakan untuk melepas kepergian Queen dan Samudra yang akan kuliah di Singapur. Samudra tak merasa keberatan bila harus pindah universitas demi mengemban amanah dari Alex. Kesiapannya untuk menjaga Queen sudah seratus persen.Samudra pamit undur lebih dulu dari meja makan karena hendak menjawab panggilan telepon dari seseorang. Queen yang sedari tadi diam-diam memerhatikan Samudra, juga ikut pamit dari meja makan.Alasannya yang ingin ke kamar nyatanya sama sekali tidak benar. Queen mengikuti Samudra yang berjalan menuju taman belakang. Gadis delapan belas tahun itu merasa penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh Samudera kepada sang penelepon."Bang Sam dapet telepon dari siapa, sih? Kok, senyum-senyum gitu?" Queen bertanya-tanya sendiri seraya mengintip dari balik batang pohon palm yang sangat tinggi. Telinganya samar-samar mendengar Samudra mengucapkan kata-kata sayang dalam bahasa Inggris. "Jangan-jangan si bule kecentilan itu? Hish, ngeselin! Mereka ternyata udah jadian."Sepasang kaki telanjang Queen menghentak di paving halaman belakang rumah, sambil bibirnya yang tiada henti menggerutu. Dia seolah-olah merasa tidak terima jika Samudra mempunyai pacar."Dia tau, gak, sih, kalo aku, tuh, suka sama dia? Aku pikir dia bakal ngerti, tapi mana? Dia malah pacaran sama si Jamet!""Namanya Jannet bukan Jammet," ucap Samudra yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Queen.Queen sontak memukul pundak Samudra yang tingginya melebihi dirinya. "Bang Sam! Nggak lucu, ih! Ngagetin tauk!" bibirnya semakin mengerucut dengan pipi yang seketika merona merah. Queen sangat yakin jika Samudera pasti sudah mendengar semuanya.Itu bagus, bukan? Itu yang dia mau. Samudera tahu perasaannya yang tak hanya sekadar teman. Queen sudah sejak lama menyukai pemuda berkulit sawo matang itu. Hampir mirip Raka, padahal mereka tidak sedarah."Kamu sendiri ngapain nguping?" Samudra melipat tangan di bawah dada. Matanya menyipit pada Queen yang langsung bungkam. "Gak baik nguping pembicaraan orang. Ngerti??" Dia sengaja menarik telinga Queen sampai gadis itu mengaduh."Aw! Sakit, sakit!" Queen semakin merengut sambil mengusap daun telinga sebelah kanan yang memanas karena ditarik Samudera dengan seenaknya. "Kejam, ih! Udah nolak main kekerasan pula!" Cibirnya yang lantas menyipitkan mata. "Bang Sam jadian, ya, sama si Jammet? Bang Sam anggep aku apa?"Pertanyaan Queen cukup membuat Samudera terdiam sesaat. "Memang kamu ngarepinnya apa? Kita 'kan dari kecil udah kayak adik kakak, Queen. Ya... Aku anggep kamu adiklah, memang apa lagi?" sahut Samudera dengan entengnya dan itu cukup membuat dada Queen sesak."Itu doang? Kamu anggep aku cuma sebatas adik? Gak lebih gitu? Kamu gak tertarik sama aku sedikit pun?" Queen sudah tidak bisa menahan diri lagi. Perasaannya kepada Samudera semakin bertambah setiap detiknya.Pemuda di hadapannya ini tak pernah menganggapnya sebagai gadis dewasa. "Queen, kamu udah tau 'kan jawabannya? Kenapa mesti kamu ulang lagi pertanyaannya?"Samudera harus membangun tinggi-tinggi tembok di antara dia dan Queen karena kalau tidak akan ada banyak masalah ke depannya. Lagi pula, bohong sekali jika dia menjawab tidak tertarik. Hanya pria bodoh yang berkata seperti itu termasuk dirinya. Jelas-jelas Queen itu sangat cantik bahkan lebih cantik dari Jannet.Gadis itu tumbuh dengan sempurna. Samudra baru menyadari hal itu saat Queen berulang tahun ke tujuh belas. Namun, Samudera tak memiliki keberanian untuk mengatakannya secara terang-terangan, mengingat statusnya yang hanya anak angkat dari papinya—Raka.Queen maju selangkah, pernyataan Samudra malah menyulut rasa penasarannya. "Jadi, Bang Sam beneran gak mau mandang aku? Bang Sam gak tertarik sama aku karena aku masih kecil, gitu?"Kaki Samudra mundur selangkah karena Queen semakin mempersempit jarak mereka. "Queen, kamu gak boleh kayak gini. Kita ini udah kayak kakak adik. Aku—""Apa setelah ini Bang Sam masih anggep aku adik?" Queen tiba-tiba melingkarkan lengannya ke leher Samudra, dengan berjinjit dia mendongak menatap pemuda pujaannya.Otomatis pergerakan Samudera jadi terhenti. "Kamu mau ngapain, Queen? Kamu jangan gila! Awas, aku mau masuk!" Samudra mendorong Queen dengan tidak terlalu kasar, tetapi gadis itu malah semakin merapat, sampai-sampai napasnya yang hangat menerpa kulit leher Samudera."Bo-do a-matt!" Tekadnya sudah bulat, Samudra harus tahu kalau Queen bukan lagi anak kecil yang tidak tahu apa-apa."Queen!" sentak Samudra, yang tidak ingin orang-orang di dalam mengetahui apa yang terjadi saat ini. Bisa-bisa papinya akan salah paham. "Minggir, gak?""Gak!""Minggir!""Gak mau!""Queen!""Apa?""Minggir!""Gak mau!" Queen berjinjit dan dengan berani dia menempelkan bibirnya di atas bibir Samudra.Masa bodo setelah ini Samudra akan membencinya. Yang jelas Queen merasa puas karena berhasil memberikan ciuman pertamanya untuk laki-laki yang dia suka."Queen..."***bersambung....Hari yang dinanti-nanti oleh Samudra pun akhirnya tiba. Hari ini merupakan hari di mana dia akan benar-benar berpisah dengan mantan istrinya, Jannet. Setelah ini lelaki yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah itu sudah memiliki banyak sekali rencana. "Kamu yakin gak mau aku temenin?" Queen mencoba memastikan sekali lagi, meski dia akan mendapat jawaban yang sama dari sang suami, yang sudah siap berangkat pagi ini. Samudra mengangguk, sambil mencolek dagu sang istri. "Iya, Sayang. Kamu gak perlu ikut ke pengadilan. Capek. Lagipula ini adalah urusanku." Bibir bawah Queen mencebik, "Iya, deh. Aku juga males kalo ketemu mantan istrimu. Ngeri." Selanjutnya dia terkikik, sambil menggamit lengan Samudra. "Ayo sarapan dulu. Tadi aku udah siapin sarapan spesial buat suamiku yang ganteng ini." "Wah ... Wah ... Si kriwil udah pinter masak sekarang. Jadi gak sabar aku." "Enak aja kriwil! Ngomong-ngomong aku udah gak kriwil, ya!" sungut Queen, pura-pura kesal, padahal dalam hat
Dua pekan berlalu, semenjak kehamilan Queen diketahui oleh keluarganya, situasi perempuan itu semakin rumit. Kebebasannya seolah direnggut paksa oleh orang-orang yang menurutnya terlalu berlebihan dalam menjaganya. Dengan alibi—ingin melindunginya dan bayinya. Tak hanya itu, dia pun tak lagi bisa bebas bertemu dengan Samudra sebelum lelaki itu resmi bercerai dari istrinya. Lantas, bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Samudra? Alex selaku ayah yang mengadopsi Queen mempunyai caranya sendiri. Sama halnya seperti yang lelaki itu lakukan pada Suci dahulu kala. Alex menyarankan agar Queen dan Samudra menikah secara agama terlebih dahulu, sampai bayi yang ada di dalam kandungan lahir. Sambil menunggu status Samudra benar-benar jelas. "Kita ini udah nikah, tapi, kenapa Daddy ngelarang kita tinggal bersama? Apa menurut Bang Sam ini gak terlalu berlebihan, ya? Gak enak banget gak bisa ketemu kamu." Queen terus mengeluh sejak di tiga puluh menit pertama dia dan Samudra melakukan pan
Bagi Suci, hal paling terburuk dalam hidupnya ialah gagal menjadi orang tua. Dia merasa gagal sebab kini masa lalu kelamnya seperti terulang kembali. Ya, entah Suci akan menganggapnya sebagai apa. Yang jelas, hatinya saat ini hancur lebur. 'Queen hamil ...' Dua kalimat tersebut tak berhenti berdengung di telinga Suci. Mengakibatkan air matanya kian deras mengalir membasahi pipi. "Bunda ...." Panggilan dari sang anak yang menjadi penyebab kesedihannya menyadarkan Suci. "Queen?" Suara Suci nyaris tak terdengar, karena cekat di tenggorokan yang kian menghimpit. Sesak di dadanya makin terasa. Pandangannya sedikit mengabur. Kedua bola matanya menatap nyalang sang anak yang berdiri berdampingan dengan Samudra. Alex yang sedari tadi kebingungan serta bertanya-tanya berinisiatif menghapus jejak basah di pipi Suci. "Sayang ...." Suara khas Alex mampu mengalihkan perhatian Suci. Kini, dia bisa melihat dan merasakan—kekecewaan dari sorot manik bulat itu. "Mas ...." Kelopak m
Beberapa menit sebelumnya.... Suci menghempas punggungnya ke sandaran kursi sambil menghela panjang. "Akhirnya selesai juga. Tinggal cari bahan sama pesen payet," gumamnya, setelah berhasil menyelesaikan sketsa gaun pengantin pelanggannya. Seharian ini Suci lumayan sibuk sebab dia akan mempersiapkan koleksi-koleksi terbarunya di tahun ini. Masih banyak yang belum sempat dia selesaikan. Ditambah dengan pesanan gaun yang tak pernah berhenti. Suci cukup kewalahan. "Si Niken berangkat gak, sih hari ini? Kenapa seharian aku gak liat dia?" Saking sibuknya, Suci sampai tidak beranjak sedetik pun dari ruangannya. Sampai-sampai dia baru menyadari jika dia belum melihat Niken seharian ini. "Apa dia gak berangkat, ya?" pikir Suci, mengira jika sang sahabat tidak masuk kerja. "Coba aku cek aja, deh." Daripada penasaran, lebih baik dia memastikannya saja langsung. Tanpa menunggu lagi, Suci bergegas beranjak dari tempatnya, lalu keluar ruangan, dan menuju ruangan Niken. Ketika di
Sore-sore begini, tidak biasanya Queen baru bangun tidur. Dia bahkan terbilang jarang sekali betah berada di rumah jika sedang tidak ada pekerjaan. Biasanya, Queen akan menghabiskan waktu di berbagai tempat—mencari inspirasi untuk konten-kontennya. Ah, mengenai konten. Queen sudah lama tidak mengunggah postingan di laman private-nya. Akun rahasia yang tidak ada satu orang pun yang tahu. Termasuk Samudra. Queen sangat berhati-hati untuk hal yang satu itu. "Jam berapa sekarang?" Queen bergumam sambil beranjak dari kasur ternyaman, lalu melangkah menuju kamar mandi. Dia berencana mandi, sebab dari sejak pagi rasanya sangat malas sekali untuk sekadar mencuci muka. "Astaga mukaku!" Ketika bercermin, Queen nampak syok dengan kondisi wajahnya yang sangat kucel. Rambutnya pun sangat lepek. Apalagi di beberapa bagian tubuh seperti ada yang berubah. "Kayaknya aku tambah gemuk, deh? Payudaraku kayak tambah gede," cicit Queen, meraba-raba bagian dada yang dia rasa berubah bentuk. "
"Pagi-pagi makan bubur ayam enak juga." Queen mengusap perut, setelah menghabiskan semangkok bubur ayam—makanan yang jarang sekali dia makan saat di pagi hari. Beberapa detik kemudian, dia pun baru menyadari sesuatu. "tapi, aneh gak, sih. Gak biasanya pagi-pagi aku makan berat kayak gini? Apa ... ini ada hubungannya sama kehamilanku?" Benda pipih di sampingnya bergetar. Sebuah pesan masuk, mengalihkan perhatian Queen. "Bang Sam?" [Aku baru aja dari firma hukum punya temenku. Perceraianku akan diproses secepatnya.] Pesan singkat dari Samudra membuat perasaan Queen sedikit lega, hingga bibirnya mengulas senyum. "Gercep banget." Queen membalas pesan Samudra. [Semoga lancar, ya. Aku udah gak sabar.] Beberapa detik kemudian pesan balasan dari Samudra pun kembali masuk. [Amiin. Doain aja, biar aku bisa secepatnya nikahin kamu.] [Pasti!] Pesan balasan pun langsung dikirim Queen. "Giliran aku yang harus secepatnya ngasih tau Bunda," gumam Queen, dengan raut murung. Kehami
Perdebatan antara Samudra dan sang mami, perihal kehamilan Queen rupanya tak membuahkan hasil. Meskipun Samudra telah berkali-kali memohon supaya maminya itu mau memahami. Nyatanya, Niken tetap bersikukuh menolak itikad baik sang anak sebagai seorang laki-laki yang bertanggung jawab. Alih-alih memberi restu, sang mami justru marah dan men-cap Samudra sebagai anak yang tidak mau menurut. Niken pun menyalahkan Queen yang katanya tidak bisa menjaga diri. "Kenapa sih, Mami nolak Queen? Kupikir Mami bakal ngasih izin," gumam Samudra tak habis pikir, sambil meraup wajah frustrasinya dan menghela lelah. "Pokoknya aku harus bisa yakinin Mami." Apa pun akan dilakukan Samudra demi bisa mempertahankan hubungannya dengan Queen. Selagi menunggu keputusan papinya, akan lebih baik dia bergegas mengurus perceraiannya dengan Jannet. "Besok aku ajuin berkas perceraiannya. Biar masalahnya gak makin rumit ke depannya. Kalau aku udah cerai dari Jane, aku bisa dengan mudah nikahin Queen." Men
"Bunda ...." Perasaan Queen carut marut saat ini, karena perkataan sang ibu yang begitu mengena di hati. Dia sendiri tak ingin berbohong mau pun menyembunyikan masalah apa pun dari keluarga terutama sang ibu. Semua ini karena terpaksa. Queen begitu takut. Dia sungguh merasa takut jika kabar kehamilannya akan membuat seluruh keluarganya terkejut. Terutama Suci. 'Aku harus apa, Ya Tuhan? Bunda begitu percaya sama aku, tapi berulang kali aku udah berbohong.' Benak Queen menyeru penuh penyesalan. Diamnya sang anak tentu membuat Suci makin ingin tahu. 'Sebenarnya apa yang lagi kamu sembunyikan, Queen? Bunda yakin kalau saat ini kamu lagi ada masalah.' "Nda, Queen boleh tanya sesuatu?" Queen pun memberanikan diri untuk bertanya. Suci mengulas senyum, lalu mengangguk. "Boleh. Queen mau tanya apa?" ujarnya sambil menggapai telapak tangan Queen. Queen membasahi bibir yang terasa kering, menarik napas dalam-dalam, untuk mengatur rasa gugup yang menyergap. Queen lalu berkata, "Seandai
"Sam ..." Raut Jannet terlihat begitu kecewa saat sang suami, yang berada di atasnya tiba-tiba menghentikan pergerakannya. Padahal, saat ini Jannet benar-benar sudah menginginkan lebih. Tatapan Samudra berubah nyalang, lalu tanpa memedulikan protes dari Jannet, Samudra lantas beringsut mundur, kemudian berjalan menuju kamar mandi. brakk! Jannet tersentak, dan bergegas bangkit. Rautnya seketika memucat karena baru menyadari sesuatu. "Sial! Kenapa aku bisa lupa? Pasti itu alasan kenapa Sam berhenti. Sial! Sial!" Lantas, Jannet bergegas memakai kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. "Ini gawat! Sam pasti marah besar sama aku! Bodoh!" Sementara di dalam kamar mandi, Samudra sedang membasuh seluruh tubuhnya di bawah kucuran shower. Kebenaran yang baru saja terungkap membuat dadanya memanas. Dia marah. Sangat marah. "Pantesan waktu awal-awal dia selalu nolak. Ternyata ini alasannya. Brengsek!" Samudra sungguh tak pernah menyangka jika Jannet berani membohonginya s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments