Share

Prohibition

Ana berjalan memasuki dapur ia merasa bosan berada di kamar terus menerus. Sesampainya di dapur ia tidak melihat Asti berada di sana. Ana mengedikkan bahunya tak acuh, tidak ada Asti disana malah membuatnya bebas berada di dapur. 

Ana membuka kulkas yang ternyata terisi penuh macam-macam makanan dan minuman. Ana beralih membuka rak dapur yang juga terisi dengan berbagai makanan dan bahan-bahan. Ana ingin membuat sesuatu untuk dirinya sendiri tetapi ia bingung harus membuat apa. 

Akhirnya Ana memutuskan untuk membuat spaghetti marinara. Kurang dari setengah jam ia berkutat di dapur membuat spaghetti dan akhirnya jadi. Ana tersenyum mencium bau harum dari spaghetti buatannya. Ia jadi tidak sabar untuk memakan spaghetti buatannya. Ana membawa piring spaghetti ke meja makan.

"Ah lupa! aku sedang membuat kue." Ana menepuk keningnya, ia melupakan kue nya yang masih ada di dalam oven. 

Ana beranjak kembali ke dapur meninggalkan spaghetti buatannya di meja makan. Saat ia kembali lagi ke meja makan spaghetti buatannya sudah habis tak tersisa. Mungkin Ana meninggalkannya terlalu lama karena ia harus menghias kue buatannya lebih dulu.

"Kenapa menatapku!" 

Ana tersentak di bentak oleh Gerald yang  tak lain adalah tersangka orang yang menghabiskan spaghetti buatannya. 

"Kau buat apa?" tanya Gerald melihat kue di piring yang Ana bawa.

"Kau yang menghabiskan spaghetti ku?" Ana menatap miris piring spaghetti yang hanya tinggal piringnya saja. 

"Kau yang membuat ini?" Gerald menunjuk spaghetti yang sudah ia habiskan. Ana menganggukkan kepalanya. 

Gerald terlihat salah tingkah. Ia berpikir jika spaghetti ini buatannya bi Asri yang dibuat untuknya. 

"Dimana Asti? Aku sudah bilang jika butuh sesuatu panggil saja Asti." ujar Gerald.

"Aku hanya merasa bosan dan ingin memasak sesuatu." ujar Ana pelan.

"Aku sudah melarangmu masuk ke dapur bukan." Gerald memicingkan matanya mengintimidasi Ana.

"Jangan lagi masuk ke dalam dapur!" ujar Gerald yang seperti perintah yang tidak bisa diganggu gugat.

"Kalau begitu ijinkan aku pergi ke luar." Ana melirik Gerald takut-takut. Sepertinya jiwa pembangkangnya mulai bangun.

Gerald menatap datar ke arah Ana. Ia tidak akan terbuai lagi dengan perkataan gadis itu. Jika ia membiarkan Ana keluar rumah maka gadis itu akan memanfaatkan celah yang ada untuk kabur lagi darinya. Ana bukanlah gadis bodoh yang akan tunduk begitu saja kepadanya. 

"Jangan terlalu berharap aku akan mengabulkan permintaanmu." balas Gerald datar.

"Kau tidak tahu rasanya bosan di rumah ini seharian tanpa melakukan apa-apa. Aku tidak memiliki teman untuk diajak berbicara. Jika seperti ini terus menerus aku bisa gila!" Ana mengeluarkan kekesalannya. Ia bisa melihat Gerald menatapnya tajam. Gerald selalu menatapnya seperti itu ketika ia berbicara dengan nada tinggi.

Gerald melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah Ana. Tangannya langsung mencengkram dagu Ana hingga membuat piring di tangannya jatuh ke meja makan. Ana tahu pria di depannya selalu melakukan semuanya sesuka hati, pria itu selalu merasa dirinya yang paling benar. Bahkan setelah menghabiskan spaghetti buatannya bukannya meminta maaf Gerald malah membentaknya.

"Jangan membantahku Ana!" ujar Gerald tajam dengan suara beratnya.

Ana tetap menatap Gerald seperti tidak merasa takut, padahal dirinya merasa takut setiap Gerald sudah mendekat ke arahnya. Ia merasa merasakan aura gelap dari pria itu setiap menatap matanya dari jarak sedekat ini. 

"Tuan sudah datang?" suara Asti tiba-tiba membuat tatapan Gerald pada Ana berubah.

Gerald melepaskan cengkramannya. Ia membalikkan badannya menatap Asti yang baru saja memunculkan batang hidungnya. Apa yang sebenarnya gadis itu kerjakan. Jika bukan karena bi Asri yang memintanya untuk menerima Asti bekerja di sini ia mungkin tidak akan menerima gadis itu bekerja di sini. Apalagi Asti orang yang selalu melakukan seenaknya.

"Bersihkan semuanya." Gerald menunjuk kekacauan yang ada di meja makan.

"Dan kau, ambilkan kue itu untukku dan bawakan ke kamar." ujar Gerald, dagunya menunjuk ke arah kue yang tadi Ana bawa. Setelah mengatakan itu Gerald pergi ke kamarnya.

Ana berniat ingin membereskan kekacauan yang ia buat tetapi Asti menghentikannya.

"Apa kau habis dari dapur?" Asti menatap tajam ke arah Ana.

"Iya." balas Ana seadanya.

Ana berjengit kaget saat Asti tiba-tiba menarik tangannya dan membalikkan badannya dengan kasar.

"Aku sudah bilang jangan masuk ke dapur atau tuan Gerald akan memarahiku." ujar Asti kesal.

"Kau hanya orang asing yang menumpang tinggal di rumah ini, jadi bersikaplah semestinya jangan menganggap dirimu nyonya di rumah ini. Suatu saat jika tuan Gerald sudah bosan denganmu pasti dia akan menendangmu dari rumah ini." ujar Asti menohok. 

"Asti!" suara bentakan bi Asri membuat Asti terkejut. Asti langsung melepaskan cekalannya pada lengan Ana.

"Apa yang kau lakukan!" bi Asri memegang lengan Asti.

"Aku sudah memberitahumu jangan bersikap tidak sopan kepada nona Ana!" bi Asri terlihat sangat marah pada Asti.

"Bi dia hanya jalang yang dibawa tuan Gerald ke rumah ini." ujar Asti tak henti-hentinya mencemooh Ana tanpa rasa takut.

"Kau sudah gila! Jika tuan mendengar ucapanmu kau yang akan ditendang dari rumah ini." bi Asri tidak bermaksud mengancam Asti, ia hanya mengingatkan batasan kepada keponakannya itu.

"Pergilah ke kamar mu sekarang." perintah bi Asri penuh penekanan.

"Nona sekali lagi saya minta maaf atas perilaku tidak sopan Asti." bi Asri menundukkan kepalanya merasa malu dengan perilaku keponakannya yang tidak tau sopan santun kepada majikannya.

"Nggak papa bi." Ana yang sedari tadi diam akhirnya bersuara.

"Biar saya yang bereskan semuanya non." Ana menganggukkan kepalanya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status