Share

Bab 4 - Sang Dewa

Zlarrrrr…!!!

Suara dari sambaran petir —yang terdengar sangat nyaring saat menyambar dan menghancurkan seluruh dinding ruangan— menghentikan keributan di antara mereka.

Jessica yang awalnya mengira jika sebuah bom telah jatuh ke rumah sakit itu, hendak melarikan diri tapi tidak dapat menggerakkan tubuhnya sama sekali hingga sempat mengira jika dirinya ikut meledak dan mati bersama dengan ledakan tadi.

Ia mengira jika hanya rohnya sajalah yang tersisa dan hidup dengan melayang-layang di udara, —setelah melihat jika lantai yang dipijaknya juga ikut hancur lebur oleh sambaran petir barusan.

Saat debu dari ledakan mulai menyusut, Jessica melihat puing-puing dari ruangan yang telah hancur, juga melayang-layang di udara seperti dirinya. Karena itulah dugaan jika tubuh Anna yang menampung rohnya telah hancur, juga semakin kuat.

Tapi saat debu dari ledakan sudah hampir menghilang sepenuhnya, Jessica akhirnya melihat tubuh Elvin yang masih tetap utuh sedang melayang-layang di hadapannya. Tubuh pria itu diam membeku bagai sebuah manekin dengan mata terbuka yang menatapnya kosong seakan tak bernyawa.

“Kami tidak ikut meledak?”

Jessica hendak berpaling untuk memeriksa keadaan di sekelilingnya, namun ia tidak bisa menggerakkan lehernya sama sekali. Ia juga baru sadar kalau matanya juga tidak bisa dikedipkan. Selain kedua bola mata dan mulutnya, tidak ada bagian lain dari tubuhnya yang bisa digerakkan.

Setelah beberapa detik berlalu, Jessica melihat semua benda yang beterbangan itu berhenti dan melayang-layang diam di udara.

Kedua bola matanya bergerak kembali, melirik ke arah dada Elvin yang dilihatnya bergerak sangat halus, dan ia yakin jika Elvin masih hidup.

'Dia masih hidup, kan? Apa dia sedang pingsan?' pikir Jessica, mulai merasa takut.

“Ternyata kau bisa merasa takut juga, ya?”

Jessica hendak berpaling saat mendengar suara seseorang —yang terdengar seperti suara anak kecil— berbicara dari arah belakangnya andai ia bisa menggerakkan lehernya untuk berpaling. Sayangnya, tubuhnya yang tiba-tiba saja membeku menolak untuk mengikuti keinginannya.

Tak lama kemudian barulah ia melihat si pemilik suara, yang sedang melompat dari puing bangunan satu ke puing bangunan lain hingga akhirnya mendarat pada sebongkah besar bekas reruntuhan tembok yang berada tepat di hadapan dirinya lalu duduk bersila di sana, tepat di sebelah Elvin yang diam bagai tak bernyawa.

Anak lelaki yang ia tebak memiliki rentang usia antara 8-10 tahun itu tertawa, mengejek dirinya yang tampak sangat jelas sedang ketakutan atas apa yang dialaminya —membuat Jessica merasa iri pada Elvin yang sepertinya tidak menyadari apa yang sedang terjadi pada mereka.

“K-kau… apa kau yang melakukan semua ini?” tanya Jessica dengan suara bergetar, sadar jika hanya anak itulah yang bisa bergerak dengan bebas.

“Ya.”

“...Siapa kau sebenarnya?”

“Aku Dewa.”

“...Hah?”

Anak itu tertawa, melihat ekspresi tak percaya Anna yang terlihat lucu baginya.

“Menurutmu, bagaimana caranya kau bisa berada di dalam tubuh Anna Briel jika bukan karena perbuatan entitas dengan kemampuan Dewa?”

“Apa?! Jadi kau yang sudah—”

“Diam dulu. Tsk… kau berisik sekali,” potong si anak yang baru saja mengakui dirinya sebagai Dewa.

Seketika itu juga mulut Jessica terkatup tanpa ia kehendaki, dia juga tidak bisa membuka mulutnya lagi walau sudah mencobanya berulang kali.

“Nah… begini lebih baik, kan?” ejek sang Dewa sebelum tertawa riang sembari bertepuk tangan.

“Aku tahu apa yang kau inginkan,” ucap sang Dewa setelah puas tertawa. “Tapi kau tidak akan bisa kembali ke tubuhmu lagi dengan cara yang kau pikirkan itu.”

“...”

“Tsk… bicaralah…,” ucap sang Dewa, merasa aneh jika dia harus bicara sendirian karena sudah membuat mulut Anna tertutup rapat.

“Ja-jadi… bagaimana caranya agar aku bisa kembali ke tubuhku?” tanya Jessica dengan suara bergetar. Apa yang sudah Dewa lakukan padanya barusan membuat rasa takutnya kian meningkat.

“Harusnya kau bertanya dulu kenapa aku melakukan ini pada kalian berdua, kan?” Dewa bertanya balik.

“...Baiklah. Kenapa kau lakukan ini pada kami?”

Bukannya langsung menjawab, sang Dewa malah tertawa kembali.

“Kenapa kau tiba-tiba menjadi anak yang penurut? Bukankah kau biasanya akan langsung membentak siapapun yang berbicara berputar-putar apalagi saat tahu jika orang itu sedang mencoba memengaruhimu?”

“...”

Tahu jika anak yang mengaku sebagai Dewa itu berbahaya, Jessica yang sebenarnya merasa sangat marah tidak berusaha mendebatnya. Ia benar-benar menahan diri untuk tidak memakinya. Selain itu, dia juga masih merasa takut.

Namun demikian, tetap saja Jessica mengumpat dalam hatinya, ‘Si brengsek ini! Andai aku tidak—’ “Aaaaahhhhhh…!”

Tubuh Anna mengejang saat energi listrik yang muncul entah dari mana tiba-tiba saja mengalir dalam dirinya, bahkan sampai menyakiti roh Jessica yang berada di dalamnya. Saat aliran listrik itu sudah mereda, Jessica melihat anak di hadapannya itu tertawa terpingkal-pingkal, ia yakin jika anak itulah yang telah melakukan hal itu padanya.

“Jangan coba-coba menyumpahiku walau hanya dengan pikiranmu,” sang Dewa yang bisa mengetahui apa yang sedang Jessica pikirkan, memberikan peringatan.

Bukannya mematuhi kata-kata Dewa, Jessica malah mengumpat marah lagi padanya. Hal itu sebenarnya dilakukannya secara tak sengaja, hanya karena kebiasaannya saat tahu ada seseorang yang berusaha mengganggu, apalagi sampai menyakiti dirinya seperti yang Dewa lakukan tadi.

Jessica berteriak-teriak saat merasakan sakit di sekujur tubuhnya ketika sambaran listrik yang sama menyetrum tubuhnya lagi.

“B-berhenti… t-tolong berhenti, ok? Aku menyerah…” pinta Jessica akhirnya.

“Benarkah? Matamu berkata lain.”

“Tidak! Aku tidak akan berbicara kasar lagi!”

“Tsk… bicaralah dengan santai. Kenapa harus berteriak?”

“...Bagaimana aku bisa berbicara dengan santai saat tahu kalau kau akan menyetrum ku lagi?!” umpat Jessica, menyalurkan kemarahannya. Rasa takutnya bahkan sudah menghilang akibat luapan emosi di hatinya. Dia benar-benar merasa seakan sedang dipermainkan dan tidak menyukai perlakuan ini.

“...Benar juga. Ehm… Baiklah, sampai mana pembicaraan kita tadi?” Dengan lagak seakan mengingat pembicaraan mereka, sang Dewa mengusap-usap dagunya yang licin.

“Memangnya kita sudah membicarakan sesuatu?! Bukankah kau tadi— …Maaf. Silahkan lanjutkan.” Dengan sangat terpaksa Jessica menurunkan tatapan kesalnya dari sang Dewa saat melihat kemarahan di mata sang Dewa ketika ia berbicara dengan nada tinggi barusan.

“Tsk… kau ini… Kau memang terlalu berani! Jangan pernah berani—”

“Sampai aku yang tidak akan bisa kembali ke tubuh asliku dengan cara yang kupikirkan,” potong Jessica, merasa jika sang Dewa akan berbicara berputar-putar lagi hanya untuk mempermainkannya.

Dia ingin agar sang Dewa menyampaikan langsung apa yang ingin disampaikan tanpa membuatnya terhina lagi seperti tadi. Bahkan kakeknya yang sangat berkuasa pun tidak pernah memperlakukannya seperti ini, apalagi orang lain.

“...”

“...”

“Anak nakal! Baiklah, sekarang aku akan memberitahumu cara agar kau bisa kembali ke tubuh aslimu.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
PurpleGreen
bru kali ini baca novel tertukar si pembuat tertukarnya nongol. seru sih kkkkk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status