“Apa kau tidak pernah merasa kalau dirimu itu terlalu angkuh dan suka bersikap seenaknya?” Dewa memulai pembicaraan mereka lagi dengan mengajukan sebuah pertanyaan.
Pertanyaan yang tentu saja langsung dibantah Jessica, “Aku angkuh? Bagaimana kau bisa menyimpulkan tentang diriku dengan seenaknya saja?”“Karena aku adalah Dewa. Aku bisa tahu dan melihat apa yang sudah kau lakukan sepanjang hidupmu, dan itu membuatku muak.”“Hah? Muak? Apa itu sebuah kejahatan? Aku hanya bersikap sesuai dengan apa yang kuinginkan dan sesuai dengan keadaan yang terjadi di sekitarku. Apa kau ingin agar aku bersikap palsu seperti sedang berperan dalam sebuah film?” bantah Jessica.“Kau berani membantah Dewa? Kalau kau bisa menahan diri, kau pikir Anna Briel akan mengakhiri hidupnya?”“...”“Kau menyadarinya?”“Hah? Siapa yang menyadarinya? Bukankah kau ingin agar aku tidak membantahmu? Kalau Dewa berkata seperti itu, apa aku punya hak untuk membantah lagi?”“...”“Betul, kan?”“...Sudahlah…,” ucap sang Dewa sembari memberikan tatapan kesal pada Jessica, menyesali kenapa dia salah menciptakan manusia dengan banyak bakat namun memiliki sikap yang sangat buruk ini, “Lagian seseorang tidak akan bisa menilai tentang dirinya sendiri. Karena itulah aku memberimu ingatan dari Anna Briel juga. Kau bisa merenungkan semua perbuatanmu padanya yang tergambar jelas dalam ingatan itu.”“A-apa? Aku harus merenungkannya?”“Ya.”“Tunggu… Maksudmu…, apa aku akan tetap berada di dalam tubuh ini?”“Tentu saja. Apa kau mau hidup dalam tubuh kera?”“Ap—… Tidak!”“Kau tahu kalau kau harusnya sudah mati, kan? Sudah bagus aku tidak langsung mengirimmu ke neraka.”Mendengar itu, Jessica teringat kembali pada saat-saat sebelum menghembuskan napas terakhirnya. “Y-ya… Tapi ada yang harus ku selesaikan dengan tubuhku sendiri. Aku harus kembali…”Jessica tidak melanjutkan kalimatnya saat menyadari keadaan di sekitar mereka tiba-tiba berubah.Puing-puing reruntuhan yang tadinya ada di sekitar mereka —juga tubuh Elvin Wright— tiba-tiba menghilang, digantikan dengan pemandangan dari lautan api tak berujung yang membakar makhluk-makhluk di dalamnya dengan sangat mengerikan.“Kalau kau ingin langsung kembali ke tubuhmu, maka aku juga akan langsung mengirimmu ke bawah sana. Ingin merasakan sedikit panas dari apinya?”Setelah sang Dewa berbicara, Jessica bisa merasakan panas yang amat sangat menyengat dan menyakitkan di sekujur tubuhnya. Membuatnya langsung berteriak histeris, memohon untuk dibawa pergi dari tempat itu.Mendengar rintihan pilu Jessica, Dewa pun membawanya kembali ke tempat mereka berada sebelumnya.“Jadi… apa kau akan melakukan apa yang kukatakan tadi?”“Y-ya… Tentu saja. Aku akan merenungkannya nanti,” sahut Jessica cepat, merasa ngeri jika harus kembali ke tempat itu lagi, —yang ia duga adalah neraka.“Bagus. Sekarang kau sudah tahu kalau kau harusnya akan langsung pergi ke tempat tadi setelah kematianmu. Kau bisa mengetahui alasannya saat menggali ingatan Anna nanti,”“Kau harusnya bersyukur karena malam itu Anna Briel dengan bodoh mengakhiri kehidupannya di dunia ini. Jika tidak, aku tidak akan memberikan kesempatan padamu untuk dapat menebus dosa-dosamu di masa lalu dalam kehidupan kedua yang sudah kuberikan.”“Jadi ini adalah sebuah kesempatan?”“Ya. Karena itulah mulai sekarang kau akan hidup sebagai Anna Briel dan mewujudkan semua impian yang belum dicapainya akibat rasa putus asa yang membuatnya mengakhiri kehidupannya sendiri. Ku rasa kau sudah tahu alasannya melakukan hal itu.”Seperti yang Dewa katakan, Jessica memang sudah mengetahui alasan kenapa Anna mengakhiri hidupnya. Ia mendapatkan ingatan dan sudah tahu alasan yang memicu rasa putus asa gadis itu hingga nekat melompat dari balkon apartemennya.“Tapi… kalau aku hidup menggantikan Anna, bagaimana dengan kehidupan yang sudah ku perjuangkan? Bagaimana mungkin kau tega—”“Sudah kukatakan kalau aku sedang memberikanmu kesempatan kedua. Kalau kau ingin kembali ke tubuhmu sekarang juga, aku akan mengabulkannya. Tapi kau akan langsung kukirimkan ke lautan api tadi. Kau mau?”‘Tsk… Ancaman itu lagi…’“Tidak. Maafkan aku.”Dewa tersenyum sinis melihat ketidakberdayaan Jessica. “Apa kau merasa tidak percaya diri kalau kau akan mampu mendapatkan lagi semua hal yang pernah kau raih itu jika hidup sebagai Anna?”Mendapat pertanyaan itu, Jessica yang tadinya sudah mulai menyesali semua perbuatannya pada Anna hingga menyebabkan kematian gadis itu, tiba-tiba merasa terhina. Jiwa kompetitifnya tertantang.“Bagaimana mungkin aku tidak bisa melakukannya? Kau pikir mentalku akan selemah Anna jika harus hidup dalam keadaan miskin? Aku bahkan bisa mendapatkan kembali semua hal yang sudah pernah kuraih itu walau hidup dalam diri siapa pun!”Dewa tahu itu. Karena itulah dia harus bersusah payah untuk membuat Jessica mau melakukan apa yang diinginkannya. Andai itu Anna, sang Dewa tidak sampai harus repot-repot menunjukkan neraka padanya, Anna pasti akan langsung mematuhi perintahnya.
“Benarkah?”“Tentu saja!” sahut Jessica dengan penuh rasa percaya diri.‘Lagian aku tinggal pergi ke apartemenku untuk mencuri kartu-kartu debit ku. Aku bisa hidup sebagai Anna dengan semua uang itu,’ pikir Jessica mengingat tabungan jutaan dolar yang ia miliki.
Baginya kini, tidak masalah jika ia harus kehilangan semua asset yang sudah ia kumpulkan dari usahanya selama belasan tahun, juga semua asset yang didapatkannya dari warisan mendiang kedua orang tuanya itu.Selama dia bisa mengambil semua uang tabungannya untuk dapat makan dengan baik, juga memiliki tempat tinggal yang layak —yang akan dibelinya dengan uang tabungannya nanti—, dia akan merintis karir keaktrisannya lagi sebagai Anna tanpa perlu memikirkan keadaan ekonomi seperti yang sudah Anna alami semasa hidupnya. Semuanya tentu akan lebih mudah untuk dilakukan.Dan yang terpenting, dia masih memiliki kesempatan hidup yang akan digunakannya untuk membalas dendam.Selain itu dia juga masih memiliki seluruh ingatan dan perasaannya sendiri, yang akan membantunya untuk mencapai kesuksesan seperti yang pernah diraihnya.“Bagus. Tapi ingat, kau juga harus memperbaiki sikap terkutukmu itu. Kau harus bisa menjadi manusia yang dapat menghargai sesamamu seperti yang sudah Anna lakukan dengan tulus sepanjang hidupnya. Jika kau berhasil melakukan kedua tugas itu, aku akan mengembalikan kalian berdua ke tubuh asli kalian lagi.”Jessica sempat terdiam beberapa saat. Ia menggali ingatan Anna lagi untuk melihat bagaimana Anna menjalani kehidupannya, bagaimana Anna hidup sebagai orang baik berhati mulia yang sangat kontras dengan dirinya.“Tidak masalah. Aku tinggal berakting sebagai orang baik saja, kan? Asalkan semua orang menganggapku sebagai orang baik seperti Anna, aku akan berhasil, kan?”Mendengar jawaban itu, sang Dewa mendengus kesal sembari menggelengkan kepalanya berulang kali.“Kalau begitu aku akan mengembalikan tempat ini seperti semula. Ingat, jangan sampai ada orang yang tahu kalau jiwamu lah yang kini telah hidup di dalam tubuh Anna. Kalau kau sampai memberitahukan siapa dirimu yang sebenarnya pada seseorang, kau akan langsung ku kirim ke neraka. Kau mengerti?”“...Ya.”“Hiduplah sebagaimana Anna biasanya dan lakukan dua hal yang kuperintahkan itu. Kau juga harus menganggap dirimu sebagai Anna mulai sekarang. Mengerti?”“Aku mengerti.”“Kalau begitu aku akan mengembalikan—”“Tunggu! Sebentar…”“Kau ingin menanyakan tentang balas dendam yang ingin kau lakukan pada manusia yang sudah membunuhmu dan yang sudah berusaha menodai Anna itu?” tanya Dewa, bisa mengetahui apa yang sedang Jessica pikirkan. —Sebenarnya Dewa juga mendengarkan semua pikiran Jessica sejak tadi dan tahu rencana Jessica untuk mencuri kartu debit dan ingin tinggal di salah satu apartemennya.“Ya. Kau tidak akan menghukumku karena hal itu kan? Hitung-hitung…, anggap saja kalau aku sudah membantumu untuk menghukum manusia terkutuk itu. Bagaimana?”“Selama kau tidak membunuhnya, aku tidak akan mempermasalahkannya.”“Terima kasih!”“Oh… satu lagi. Agar kau mendapatkan pengalaman yang lebih berarti, aku akan menghapus semua ingatanmu akan kata sandi semua kartu debitmu, juga kata sandi untuk mengakses 17 propertimu.”Jessica yang sebelumnya sempat tersenyum sinis membayangkan apa yang akan ia lakukan pada tunangannya, mendadak terdiam. Bahkan, selain apa yang baru saja sang Dewa sebutkan, ia juga telah kehilangan ingatan akan tanda tangannya yang sebenarnya bisa digunakannya untuk menarik uang secara manual.“Nah, selamat ting—”“H-hei… Tunggu! Kau tidak bisa melakukan hal itu padaku!”“Aku bisa. Aku sudah melakukannya, kan? Lagian aku cuma menghapus secuil ingatanmu. Kau tidak akan kesulitan.”“A-apa? Kau breng— Aaaaaaaaahhhhhhh…!” Jessica merasakan aliran listrik mengalir dalam tubuhnya lagi tepat saat hendak mengumpat marah pada sang Dewa.Kekuatan sambaran listrik itu jauh lebih besar dibandingkan yang ia rasakan tadi hingga membuatnya kehilangan kesadaran seketika.❀❀❀❀❀❀❀“Anna! Apa yang ingin kau lakukan? Kau ingin melompat ke bawah sana? Jangan bodoh!” seru Jessica memanggil Anna yang sedang memanjat pagar balkonnya. Tidak mendapat jawaban dari remaja itu, terutama setelah melihat Anna sudah berhasil duduk di atas pagar balkon, Jessica yang saat itu sedang memiting Joseph Thiago —tunangannya— setelah berhasil memenangkan perkelahian di antara mereka, mau tidak mau melepaskan apitan tangannya dari leher Joseph dan berlari dengan tergesa untuk menarik Anna turun dari sana. Ia menebak, Anna yang tampak putus asa itu berniat untuk bunuh diri dengan melompat dari atas pagar ke sisi luar balkon. Jessica memang selalu merasa kesal pada Anna tiap kali melihat akting buruknya dalam semua kesempatan casting yang perusahaan mereka berikan. Ia juga sangat marah setelah melihat Joseph merangkul Anna di atas ranjangnya. Tapi dia juga tidak ingin Anna sampai mengakhiri hidupnya karena semua hal itu. Jessica sebenarnya sangat menyayangi Anna yang dianggapnya mem
Di sebuah gedung 20 lantai… Elvin Wright duduk di belakang meja kerjanya, membiarkan komputer menyala sementara ia termenung saat mengenang kembali akan kejadian aneh yang dialaminya di ruang perawatan Jessica Wright —adik angkatnya— yang sedang terbaring koma. Sikap dan cara berbicara remaja bernama Anna Briel yang sempat berdebat dengannya disana —sebelum akhirnya kejang-kejang dan jatuh pingsan— membuat konsentrasinya dalam bekerja menurun selama beberapa jam belakangan ini. Elvin bahkan masih duduk termenung di kantornya walau hampir seluruh karyawan di kantor itu telah pulang. “Kakek juga merasakan sesuatu yang janggal dari dirinya, kan?” pikir Elvin, mengingat Norman Wright yang biasanya tidak pernah tertarik berinteraksi apalagi berhubungan dengan orang asing —kecuali sedang bertransaksi bisnis— malah meminta untuk tetap tinggal untuk melihat kondisi Anna sementara ia kembali ke kantornya. Saat itu Norman Wright sebenarnya berada tepat di belakang Elvin ketika mereka memergo
Karena sudah menjadi kebiasaan sejak masih berada di tubuh aslinya, Jessica —yang mulai saat ini akan disebut sebagai Anna— terbangun sebelum fajar menyingsing. Saat itu masih pukul 4 pagi dan dia tidak melihat Sherly lagi di sampingnya. “Dia bangun lebih pagi dariku?” Saat ia sedang bertanya-tanya, ingatan Anna muncul begitu saja dalam benaknya —seperti biasanya—, menggambarkan rutinitas Sherly yang memang sudah terbiasa bangun di pagi hari untuk pergi bekerja sambilan dan baru akan kembali lagi pada pukul 5.30. “Dia bekerja sebagai penyapu jalan setiap pagi? Astaga, apa dia tidak akan terkena masalah karena bekerja seperti itu di bawah umur?” Ingatan berikutnya adalah ingatan mengenai kebiasaan Anna. Di pagi hari, Anna biasanya akan mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti mencuci, memasak untuk sarapannya, sarapan ayahnya, juga sarapan Sherly. Sementara ibunya —sama seperti Sherly— sudah berangkat sejak jam 4 pagi untuk bekerja sebagai pembantu di beberapa rumah tangga. “Jadi
“Astaga! Bikin kaget saja!” umpat Anna kesal, melihat Dewa yang menghukumnya itu sudah berdiri di depan pintu rumah. “Mau pergi ke mana sepagi ini? Bukannya kau harus pergi ke sekolah?” “Kau sendiri, apa yang kau lakukan sepagi ini di depan rumah orang? Apa kau tidak sibuk? Bukannya kau Dewa?” Anna yang merasa kesal setelah dikejutkan sang Dewa, balik bertanya dengan tatapan marah. “Kau tidak berhak mengetahui pekerjaanku.” “Kau juga tidak ber— Aaaaaahhhhh…! Kau f**k! Aaaaaaahhhh…” Anna merasakan sengatan listrik kecil di dalam tubuhnya tiap kali berniat berbicara kasar pada sang Dewa. Tahu penyebabnya, ia pun dengan sangat terpaksa menahan diri untuk tidak mengucapkan kalimat kasar lagi walau sebenarnya sangat ingin menghamburkan semua kalimat kasar yang ada dalam benaknya pada sosok yang sangat dibencinya itu. “Masih berani berbicara kasar padaku?” “...T-tidak.” “Cuma itu?” “Apa lagi yang harus kukatakan?!” “Belajarlah meminta maaf jika kau sudah melakukan kesalahan.” “Sal
Tidak seperti yang Silvia inginkan, Anna justru tertawa terkekeh. Ekspresi cerah dan tenangnya masih tidak berubah. “Kau menanyakan pertanyaan aneh. Sekarang aku akan bertanya padamu. Kalau aku diam dan tidak menganggapimu yang sedang berbicara padaku, apa kau tidak akan marah? Bukankah itu tidak sopan?” “Kau—” “Kalau aku salah, tolong katakan di mana kesalahanku. Ayo kita membahasnya baik-baik.” Merasa jika Anna sedang membuatnya terlihat bodoh, Silvia yang tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini sepanjang hidupnya, secara refleks maju mendekat, berniat untuk menyerang Anna secara fisik. “Duduk semua. Kelas akan segera dimulai.” Suara berat seorang pria menghentikan niat Silvia, juga anggota gengnya yang sudah merapat mengelilingi Anna di sekitar mejanya. Pria berusia akhir 30an itu, yang merupakan guru kelas pagi mereka, kemudian menatap ke arah kerumunan di mana Silvia dan para gengnya sedang mengepung meja Anna, lalu mengernyitkan alis dan menegur mereka, “Apa yang kal
Mengikuti kebiasaan ‘Anna’ sepulang sekolah, Anna langsung pergi ke gedung yang dikhususkan untuk para anggota klub yang menjalani kegiatan ekstrakurikuler. Karena jam pelajaran murid-murid kelas dua biasanya selalu berakhir lebih cepat 45 menit dibandingkan kelas tiga, Sherly yang sudah dibiayai ibu mereka untuk ikut salah satu klub biasanya akan berada di sana sambil menunggu jam pelajaran Anna berakhir sebelum pulang bersama ke rumah mereka. Tapi Sherly bukan sekedar mengikuti kegiatan klub musik hanya untuk mengisi waktu luang atau memanfaatkan kesempatan bersosialisasi yang ibunya berikan. Sherly sebenarnya sangat berbakat dalam bernyanyi dan sangat menyukai musik hingga ia tidak pernah absen sekalipun dari kegiatan klub, walau ia sebenarnya merasa tidak nyaman berada di antara para murid yang tergabung dalam klub musiknya, hanya karena statusnya yang berasal dari keluarga miskin. Kembali pada bakat bernyanyi Sherly tadi, karena itu juga ‘Anna’ rela menyisihkan sebagian besar p
‘Oh, astaga... Mereka ini...’ Entah kenapa Anna merasa sedikit malu karena terlalu banyak mengobrol —yang tidak mungkin akan dilakukannya andai berada dalam tubuh aslinya— dengan para murid sekolahan ini, yang memiliki rentang usia 13-14 tahun lebih muda dari usia aslinya. “Senang bisa mengobrol dengan Kakak,” ucap salah satu siswi, yang hanya dibalas Anna dengan senyuman kaku. Dirinya yang dulu biasanya tidak mau membuang waktu untuk mengobrol bersama para junior yang berusia jauh lebih muda karena menganggap jika berbicara pada mereka tidak akan menambah pengetahuannya sama sekali. Jessica yang sangat haus akan pengetahuan baru biasanya selalu mencari lawan bicara yang ia nilai akan menambah wawasannya saja. “Ternyata Kak Anna menyenangkan juga ya diajak ngobrol,” ucap siswi lain. Anna berpaling pada siswi itu sembari memaksa tersenyum ramah. “Benarkah?” “Iya… Habisnya Kakak biasanya cuma duduk diam saja. Seperti tidak ingin diajak berbicara,” sahut siswi itu, menanggapi pertan
Bukan hal mudah untuk meyakinkan operator CCTV agar bersedia menunjukkan rekaman dari kamera pengawas sekolah. Bukan karena hal itu terlarang, namun lebih pada siapa orang yang memintanya. Andai yang meminta adalah siswa lain, mungkin operator akan mengizinkan dengan mudah. Karena yang memintanya hanyalah Anna ‘si anak beasiswa’, maka operator yang bertugas langsung mengabaikannya. Siapa yang tidak mengenal Anna dan Sherly Briel di sekolah para anak orang kaya ini? Hanya kedua siswi itulah batu di antara ratusan berlian yang bertaburan di SMA paling bergengsi ini. Karena itulah tidak ada yang tidak mengenali mereka, sekaligus memedulikan mereka jika sedang dalam masalah. “Adikku… Adik saya kemungkinan sudah diculik. Saya cuma ingin memeriksa rekaman CCTV saja,” Anna berusaha meyakinkan operator yang sebenarnya terlihat lebih muda dari usia dirinya yang asli jika berada dalam tubuhnya sendiri, hingga hampir saja ia bicara agak ketus padanya. Melihat Anna bersikukuh dengan permintaan