Share

**Bab 10: Gelombang Reaksi**

Penulis: Aaiyuu_195
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-17 14:20:43

**Bab 10: Gelombang Reaksi**

Hari-hari setelah pertemuan dengan Bu Hesti dan Pak Budi terasa seperti berjalan di atas kaca bagi Rina. Setiap langkah yang ia ambil, setiap interaksi dengan teman sekelas, bahkan tatapan dari guru, semuanya terasa penuh dengan makna tersirat yang membuatnya semakin cemas. Rina tahu bahwa berita tentang laporan yang ia buat akhirnya menyebar, meskipun secara resmi sekolah masih merahasiakan rincian investigasi.

Pagi itu, Rina memasuki kelas dengan perasaan berat. Ketika ia berjalan menuju mejanya, ia bisa merasakan beberapa tatapan mengikuti gerakannya. Ada bisikan-bisikan yang ia dengar sekilas ketika melewati sekelompok siswa, tetapi Rina mencoba untuk tidak memikirkannya. Di sisi lain kelas, Siska duduk dengan wajah yang tampak marah dan tegang. Rina tahu bahwa ini adalah akibat dari apa yang telah terjadi, tetapi ia juga merasa tidak nyaman dengan situasi ini.

Setelah duduk, Lani segera menghampiri Rina. Ia memberikan senyum dukungan, tetapi Rina bisa melihat ada kekhawatiran di mata sahabatnya itu.

"Rin, kamu nggak perlu khawatir dengan apa yang mereka bicarakan," kata Lani pelan. "Mereka cuma spekulasi aja, belum ada yang tahu pasti apa yang terjadi."

Rina mengangguk, tetapi hatinya masih terasa berat. "Aku tahu, Lan. Tapi sulit rasanya untuk nggak memikirkan apa yang mereka katakan."

Lani menggenggam tangan Rina, memberikan dukungan. "Yang penting sekarang, kita tetap fokus pada apa yang benar. Kamu udah berani buat langkah besar, dan aku yakin sekolah akan mendukungmu sampai akhir."

Rina menarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa Lani benar, tetapi perasaan cemas dan takut masih membayangi setiap pikirannya.

Ketika jam pelajaran pertama dimulai, Rina berusaha keras untuk berkonsentrasi. Namun, sulit rasanya mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus mengusik. Pandangannya sesekali tertuju pada Siska dan Ardi yang duduk beberapa baris di depannya. Meskipun mereka tampak tenang di luar, Rina bisa merasakan ketegangan di antara mereka. Siska terlihat sering kali menoleh ke arah Rina dengan tatapan tajam, seolah-olah menyalahkan Rina atas apa yang terjadi.

Selama istirahat, Rina dan Lani memutuskan untuk menghindari kantin yang ramai dan memilih duduk di salah satu bangku di taman belakang. Namun, ketenangan yang mereka harapkan segera terganggu ketika sekelompok siswa mendekati mereka. Rina mengenali beberapa dari mereka sebagai teman dekat Siska.

"Hei, Rina," salah satu dari mereka, Rani, memulai dengan nada sinis. "Dengar-dengar kamu bikin masalah besar, ya?"

Rina merasakan jantungnya berdebar kencang, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Aku nggak ngerti maksud kamu, Rani," jawabnya pelan.

Rani mendengus. "Jangan pura-pura nggak tahu. Semua orang udah mulai ngomongin tentang kamu dan laporan yang kamu buat. Kamu sadar nggak sih, kamu bisa ngerusak hidup orang lain dengan fitnah yang kamu buat?"

Rina merasa terpojok. Kata-kata Rani sangat menyakitkan, tetapi ia mencoba untuk tidak memperlihatkan kelemahannya. Lani, yang duduk di sebelah Rina, segera berdiri untuk membela sahabatnya.

"Rani, kamu nggak tahu apa-apa tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jangan asal ngomong kalau nggak paham situasinya," kata Lani dengan tegas.

Rani melipat tangan di dadanya, tatapannya tidak surut. "Kita tahu lebih banyak dari yang kalian pikirkan. Dan buat kamu, Rina, ingat aja, nggak semua orang akan percaya sama cerita kamu. Kadang, orang yang bawa masalah sendiri yang justru salah."

Rina merasa air mata mulai menggenang di matanya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin memberikan kepuasan pada Rani dan yang lainnya dengan melihatnya menangis.

Lani menarik tangan Rina, mengisyaratkan agar mereka pergi dari situ. "Ayo, Rin, kita nggak perlu dengerin omong kosong mereka."

Rina mengangguk, dan mereka berdua pergi meninggalkan kelompok siswa tersebut. Ketika mereka berjalan menjauh, Rina merasa seperti dunia seolah runtuh di sekitarnya. Meskipun ia tahu bahwa tindakan yang ia ambil adalah benar, menghadapi reaksi dari teman-teman sekelasnya membuatnya merasa sangat sendirian dan rentan.

Sesampainya di kelas, Rina mencoba untuk tenang, tetapi perasaan takut terus menghantuinya. Apakah keputusan yang ia buat benar? Apakah semua ini hanya akan membawa lebih banyak masalah? Pikiran-pikiran itu terus menghantui sepanjang hari, membuat Rina merasa semakin lelah dan putus asa.

Ketika bel pulang berbunyi, Rina merasa seperti sudah melewati hari yang sangat panjang dan melelahkan. Ia hanya ingin cepat pulang ke rumah, menghindari semua tatapan dan bisikan yang membuatnya tidak nyaman. Lani menemani Rina hingga di gerbang sekolah, memberikan dukungan terakhir sebelum mereka berpisah.

"Rin, ingat, kamu nggak sendirian. Aku selalu ada di sini buat kamu," kata Lani dengan tulus.

Rina tersenyum lemah, merasa sedikit lebih tenang meskipun hatinya masih penuh dengan ketidakpastian. "Terima kasih, Lani. Aku nggak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi aku bersyukur kamu ada di sini."

Lani merangkul Rina dengan erat, seolah ingin mentransfer kekuatan dan keberanian kepada sahabatnya itu. "Kita akan lewati ini bersama, Rin. Jangan pernah ragu."

Setelah berpisah dengan Lani, Rina berjalan pulang dengan langkah lambat. Meskipun kelelahan, ia tahu bahwa perjalanan ini belum selesai. Masih ada banyak tantangan di depan, dan meskipun ia merasa takut, Rina berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menyerah.

Malam itu, Rina kembali menulis di jurnalnya, mencurahkan semua perasaan yang ia pendam sepanjang hari. Menulis memberinya sedikit ketenangan, seolah-olah ia bisa melepaskan beban yang menghimpit dadanya. Rina tahu bahwa hari-hari mendatang mungkin akan lebih sulit, tetapi ia juga tahu bahwa dengan dukungan dari orang-orang yang peduli padanya, ia bisa melewati semua ini.

Sebelum tidur, Rina berdoa, memohon kekuatan untuk menghadapi hari-hari berikutnya. Meskipun masih ada rasa takut dan cemas yang menghantuinya, ia merasa sedikit lebih kuat. Perjalanan ini mungkin penuh dengan rintangan, tetapi Rina bertekad untuk terus maju, tidak peduli seberapa sulit jalannya.

---

Jika Anda ingin melanjutkan ke **Bab 11**, saya siap untuk melanjutkannya!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • "* Kehormatan Ku Hilang Di Bangku SMA.*"    **Bab 32: Awal yang Baru**

    ---**Bab 32: Awal yang Baru**Setelah setahun penuh tantangan dan pencapaian, Rina menikmati sejenak kehidupan yang lebih tenang. Kariernya telah mapan, dan ia merasa nyaman dengan perannya di perusahaan. Namun, di tengah rasa puas dan nyaman ini, ada dorongan baru yang tumbuh di dalam dirinya—dorongan untuk memberikan dampak yang lebih besar, melampaui batasan pekerjaannya di perusahaan multinasional tersebut.Rina mulai merenungkan bagaimana ia bisa menggabungkan passion-nya dalam komunikasi dengan keinginannya untuk berkontribusi lebih banyak kepada masyarakat. Ia teringat akan teman-teman lamanya yang telah memilih jalan karier berbeda, ada yang menjadi dokter, pengacara, pengusaha, dan bahkan aktivis. Mereka semua memiliki cara masing-masing untuk memberikan dampak positif, dan Rina mulai berpikir bahwa ia juga bisa melakukan lebih dari sekadar menjalankan peran profesionalnya.Suatu hari, saat sedang menghadiri sebuah acara sosial, Rina bertemu dengan seorang wanita muda bernam

  • "* Kehormatan Ku Hilang Di Bangku SMA.*"   **Bab Terakhir: Perjalanan yang Tak Pernah Berakhir**

    **Bab Terakhir: Perjalanan yang Tak Pernah Berakhir**Setahun berlalu sejak Rina kembali ke Indonesia dan memulai kariernya sebagai Manajer Komunikasi Strategis di perusahaan multinasional tersebut. Sepanjang tahun ini, Rina telah menorehkan banyak prestasi, memimpin berbagai kampanye yang berhasil dan memenangkan beberapa penghargaan di industri komunikasi. Namun, bagi Rina, penghargaan terbesar adalah melihat dampak positif dari kerja kerasnya terhadap masyarakat.Dalam perjalanan kariernya, Rina menemukan bahwa kesuksesan bukan hanya tentang pencapaian profesional, tetapi juga tentang bagaimana ia bisa membawa perubahan yang berarti bagi orang lain. Ia terlibat dalam berbagai inisiatif sosial, menggunakan keahlian komunikasinya untuk mendukung program-program pemberdayaan masyarakat, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. Rina percaya bahwa pengetahuan dan keterampilan yang ia miliki bisa menjadi alat untuk memperbaiki kehidupan banyak orang.Di t

  • "* Kehormatan Ku Hilang Di Bangku SMA.*"   **Bab 30: Kepulangan yang Dinantikan**

    **Bab 30: Kepulangan yang Dinantikan**Waktu berlalu dengan cepat setelah Rina menyelesaikan sidang tesisnya. Hari-harinya kini dipenuhi dengan persiapan untuk kembali ke Indonesia. Meski masih ada beberapa minggu tersisa sebelum kepulangan, Rina mulai merasa nostalgik terhadap negara yang telah menjadi rumah keduanya selama dua tahun ini. Ia memiliki kenangan manis dari perjalanan akademis dan kehidupan sehari-hari yang penuh tantangan namun juga penuh kebahagiaan.Sebelum meninggalkan kampus, Rina memutuskan untuk mengunjungi tempat-tempat yang memiliki arti khusus baginya. Ia berjalan menyusuri taman kampus, di mana ia sering duduk dan merenung tentang masa depannya. Ia juga mengunjungi perpustakaan besar tempat ia menghabiskan begitu banyak waktu, tenggelam dalam lautan buku dan jurnal. Di sana, ia bertemu dengan beberapa teman sekelas yang juga sedang bersiap-siap untuk pulang ke negara asal mereka. Percakapan penuh kehangatan dan ucapan selamat pun mengalir,

  • "* Kehormatan Ku Hilang Di Bangku SMA.*"   **Bab 29: Puncak Tantangan dan Kesadaran Diri**

    **Bab 29: Puncak Tantangan dan Kesadaran Diri**Tahun kedua program pascasarjana Rina dimulai dengan intensitas yang lebih tinggi. Jika tahun pertama adalah tentang adaptasi dan pembelajaran dasar, tahun kedua ini menuntut lebih banyak dedikasi, kerja keras, dan fokus yang mendalam. Mata kuliah yang diambil Rina semakin spesifik, menantang pemikirannya dengan teori-teori yang kompleks dan studi kasus yang rumit.Sejak awal semester, Rina dihadapkan pada tugas akhir besar yang akan menjadi puncak dari seluruh perjalanan akademisnya: tesis. Tesis ini bukan hanya sekadar tugas penulisan, tetapi juga sebuah penelitian mendalam yang harus memberikan kontribusi baru bagi bidang komunikasi strategis. Rina menyadari betapa pentingnya tugas ini, dan ia ingin memastikan bahwa hasil akhirnya tidak hanya memenuhi persyaratan akademis, tetapi juga menjadi karya yang bisa dibanggakan.Rina memilih topik yang sangat relevan dengan dunia modern: "Strategi Komunikasi dalam

  • "* Kehormatan Ku Hilang Di Bangku SMA.*"   **Bab 28: Mengejar Ilmu di Negeri Orang**

    **Bab 28: Mengejar Ilmu di Negeri Orang**Setelah keputusan besar untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri, Rina mulai bersiap-siap menghadapi tantangan yang menantinya. Keberangkatan ke negara asing untuk melanjutkan studi bukanlah hal yang mudah, tetapi Rina merasa antusias dengan kesempatan ini. Selain karena ia berhasil mendapatkan beasiswa penuh, ia juga melihat ini sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas wawasan.Hari keberangkatan tiba lebih cepat dari yang ia bayangkan. Bandara dipenuhi oleh keluarga dan teman-teman yang datang untuk mengantarnya. Ibunya, dengan mata berkaca-kaca, memeluk Rina erat sebelum ia melangkah ke ruang tunggu. “Jaga diri baik-baik di sana, ya, Nak. Kami selalu mendoakan yang terbaik untukmu,” kata ibunya dengan suara bergetar. Rina mengangguk, menahan air mata yang mulai membasahi pipinya. Ini adalah perpisahan yang berat, tetapi juga penuh harapan akan masa depan yang cerah.Setibanya di negara tujua

  • "* Kehormatan Ku Hilang Di Bangku SMA.*"   **Bab 27: Awal Perjalanan Baru**

    **Bab 27: Awal Perjalanan Baru**Setelah kelulusan, Rina memasuki babak baru dalam hidupnya dengan perasaan campur aduk antara antusiasme dan ketidakpastian. Dunia kerja yang selama ini hanya ia bayangkan, kini menjadi kenyataan yang harus dihadapinya setiap hari. Dengan menerima tawaran pekerjaan di perusahaan tempat ia magang sebelumnya, Rina resmi memasuki dunia profesional.Hari pertama Rina sebagai karyawan penuh waktu dimulai dengan kehangatan. Tim yang dulu hanya menjadi rekan magang, kini menyambutnya sebagai bagian tetap dari keluarga besar perusahaan. Perasaan nyaman langsung menyelimuti Rina, tetapi ia tahu bahwa ekspektasi terhadapnya kini lebih besar. Tanggung jawab sebagai asisten manajer proyek bukanlah hal yang mudah, dan Rina menyadari bahwa ia harus membuktikan dirinya.Proyek pertama yang ditangani Rina adalah kampanye komunikasi besar untuk sebuah klien perusahaan multinasional. Proyek ini melibatkan banyak pihak dan membutuhkan koordin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status